Selasa, 20 Desember 2011

STUDENT CENTERED: HUMANIORA-SPIRITUAL ATMOSPHERE
Oleh JS Kamdhi
Salah satu dosa pendidikan adalah penempatan visi dan misi yang harus menjadi nyata dalam spirit/semangat para pengelola-guru-siswa. Tidak heranlah kita bila nasionalisme-cinta tanah air-patriotisme luntur. ”Wawasan Wiyata Mandala”(semasa ORBA) yang bertumpu pada Missi (tiga pilar berbangsa-bernegara:UUD 1945-NKRI-PANCASILA) hilang ditelan hiruk pikuk ambilsi pribadi. Spiritualitas yang harus bertumbuh-berkembang-berbuah sesuai napas sekolah tidak ternah bertumbuh-berkembang-berbuah seusai anak dilepas dari sekolah. Haruskah kita lestarikan pendidikan tanpa kepribadian? Model-model pencerdasan-pencerahan-pembudayaan mana yang seharusnya menjadi paradigma baru?
Pertama, proses KBM yang menghargai dan berpusat pada siswa sebagai subjek belajar dengan pendekatan student centered. Kedua, Institusi Pendidikan harus berkemampuan membangun sebuah kesadaran bahwa seluruh komponen kependidikan adalah sesama ciptaan Tuhan, we are not islands, we are not angels as well. Masing-masing (pengelola, guru, siswa) hadir dengan seluruh kelebihan-kekurangan. Ketiga, Institusi Pendidikan yang memprioritaskan pembinaan kemanusiaan: pembinaan humaniora yang integral yang mencakup: aspek intelektual, kepribadian, budaya-tradisi, solidaritas (fungsional-emosional-sosial) dengan bertumpu non scholae sed vitae discimus (sekolah bukan demi angka-angka, tetapi demi kehidupan). Keempat, Institusi Pendidikan harus berkemampuan menjadi sebuah tempat, sebuah home rohani yang membentuk kejiwaan-hati nurani. Kelima, harus memiliki paradigma baru bukan hanya menjadi almamater tetapi ’teman seperjalanan’ para siswa.
Student-centered
Institusi Pendidikan harus menyadari bahwa Tuhan (apapun agama yang dianut) menciptakan manusia dan melengkapinya dengan kuasa, kemampuan, potensi kreatif bersama dengan bakat, talenta, skill. Artinya, setiap siswa telah memiliki potensi-potensi kemanusiaan, daya-daya nalar, kemampuan akal budi, benih-benih iman dan ilmu. Suasana pendampingan, sebagaimana diungkap oleh Carl Rogers, menggunakan metode client-centered counseling atau non-directive counseling.
Lalu, bagaimana Institusi Pendidikan dapat secara kreatif memacu pembinaan yang menaruh rasa hormat pada subjek didik?
Setiap guru, hendaknya, tidak sekadar ’berada bersama siswa’ demi buku rapor ’angka’, tetapi juga pengenalan pribadi mengenai daya tangkap, kepribadian, keunggulan bahkan kelemahan-kelemahan. Artinya, setiap guru harus berkemampuan membuka horizon bina diri dan tumbuh kembang melalui mata ajarnya. Secara keseluruhan Institusi Pendidikan harus berkemampuan membuka peluang berkreasi, berimajinasi, berinovasi: Ciptakan peluang hingga siswa berani berekspresi, berpendapat, berinovasi; Rangsanglah hingga siswa melahirkan ide-ide inovatif, ispiratif: Motivasilah hingga siswa berkemampuan menciptakan, bahkan merebut peluang dan kesempatan.

We are not islands

Buah yang dapat diraih dari pola pendampingan tersebut adalah tumbuhnya rasa percaya diri, harga diri, daya juang, daya tahan/banting, dan visioner. Setiap siswa mengalami dirinya berharga dan berkemampuan. Sekolah menjadi ’home’ sehingga siswa betah, diterima, dan dimanusiawikan. Anak yang dihargai, diterima, dicintai akan berkemampuan menghargai, menerima, dan mencinta teman seperjalanan dan masa depannya.
Bukan budaya eliminasi yang ditkembangkan, melainkan budaya maju bersama. Bukan fanatisme-kelompokisme-elitisme yang dibangun tetapi bersama-sama untuk bersatu dan sama untuk bersendiri-sendiri. Bukan pembinaan yang melahirkan ;penjajah-penjajah baru’, melainkan pejuang-pejuang kemanusiaan, persaudaraan, berbudi luhur, solidaritas, dan bereligi.
Para siswa berhak mendapatkan guru, pendamping yang sungguh patut digugu dan ditiru: baik perkataan maupun perbuatannya. Para siswa berhak mengalami suatu iklim pendidikan bahwa mereka bersaudara di tengah saudara-saudaranya. Iklim pendidikan yang saling membutuhkan, saling melengkapi, saling menyempurnakan. Mereka mengalami berada bersama sesama siswa yang tengah belajar, yang tengah membina diri, yang tengah berproses menemukan jati-diri.

Iklim pendidikan seperti itu akan membentuk sebuah spiritualitas kristiani yang saling menghormati, menghargai, dan menyempurnakan: manusia menjadi sesama satu sama lain, menjadi berkat, menjadi rahmat. Homo homini salus (Manusia menjadi berkat bagi manusia lain), bukannya homo homini lupus (Manusia menjadi serigala bagi manusia lain).



Humaniona

Para pakar pendidikan, khsusnya YB Mangunwijaya (alm), sangat menekankan pentingnya sekolah memperhatikan kebutuhan pertumbuhan humaniora siswa. Sekolah jangan sampai menjadi ’pabrik pencetak intelektual dan akademisi yang tidak berperikemanusiaan, yang tidak berperilaku sosial, bahkan lupa ’bahwa sesamanya juga manusia’.
Bukanlah pengalaman langka bahwa ada banyak anak yang begitu pintar, jenius, ’maha tahu’, ’serba bisa’, ’all round’ akibat padatnya les privat dan berbagai kursus dengan pengajar-pengajar profesional. Mereka sangat pintar, ’gila belajar’, sampai-sampai tidak ada waktu untuk bermain, sehingga hilang waktu tumbuh secara alami dan kodrati. Orang tua banyak terjebak dalam pembunuhan tumbuh kodrati dengan ’ancaman’; menjadi bintang kelas, ’jagoan mafia’. Akibatnya, mereka menjadi ’anak gagu, egois, asosial. Etre pour moi (hidup untuk dirinya sendiri/individualis) tulis Jean Paul Sartre), teman seperjalanan dianggap sebagai saingan yang harus ditaklukkan.
Bagaimana Institusi Pendidikan membangun spiritualitas pelajar kristiani yang sosial, manusiawi?
Kurikulum sekolah memberikan jam khusus untuk bidang humaniora, budi pekerti, dengan kegiatan yang variatif seperti baksos (bakti sosial), ziamal (ziarah dan amal), ziarek (ziarah dan rekreasi) ataupun live-in. Institusi Pendidikan dapat menyewa langan pertanian, di daerah Kuningan, Kabupaten Cirebon, Majalengka tempat siswa mengolah tanah-mengolah hidup. Belajar bercocok tanam: sayuran ataupun palawija.


Spiritual Atmosphere

Institusi Pendidikan perlu menjadi sebuah tempat, sebuah ’home’ rohani, tempat berembusnya sebuah angin segar, angin penuh kesejukan rohani sehingga menjadi pemupuk pertumbuhan kejiwaan para siswa. Suasana yang memperkaya batin-rohani, jiwa murni, kekayaan afeksi. Para ahli psikologi perkembangan berkesimpulan bahwa janin dalam rahim pun akan terpengaruh oleh suasana hati-batin rohani sang ibu. Bahkan, spiritual atmosphere yang diciptakan si calon ibu lewat kidung puji, tembang rohani, dan doa-doa syukur mempengaruhi jiwa-karakter sang anak.

Hebatnya pengaruh-pengaruh non-spiritual hingga ruang paling privacy melalui jaringan internet membius jiwa murni, melumpuhkan nurani, menghancurkan intuisi dan daya hidup. Tayangan-tayangan, juga berita, ketidakadilan, perselingkuhan, perceraian, kemunafikan, korupsi, mau tidak mau, menorehkan tinta merah pada kemurnian jiwa anak manusia yang pada hakikatnya selalu bonum (baik), pulchrum (indah) , sanctum (kudus), verum (benar).
Sebuah sekolah yang serentak perlu membuka diri sebagai sebuah spiritual refreshing, spiritual changer demi penyelamatan jiwa-jiwa, daya hidup, dan daya masa depan. Bukan dengan pembohongan kodrati model sekolah bertaraf internasional yang ujung-ujungnya komersialisasi pendidikan.
Kesempatan hening, saat teduh dengan doa meditatif pada awal hari dengan pembacaan Ayat-ayat Suci yang mencerahkan dan memberdayakan, perlu diciptakan. Taman rohnai yang secara khusus menyediakan buku-buku rohani, audio, dan video casette rohani. Dengan demikian siswa memiliki tempat berteduh dan membina kekuatan pada saat resah-gelisah.
Akhirnya, peran orang tua sangat dibutuhkan. Sebab, waktu anak di luar lingkungan sekolah tidak terbatas. Sedangkan ’tawaran-tawaran yang meluluhlantakan jiwa murni-batin rohani lebih banyak terjadi di luar sekolah’.

Cirebon, 31Oktober2011
JS.Kamdhi
Guru SMASantaMaria1

Minggu, 11 Desember 2011

Sastra dan Religiositas

Sastra dan Religiositas

Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern

Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern

Guru Ideal: Menulis Bahan Ajar

Guru Ideal: Menulis Bahan Ajar

Solusi Jitu Evaluasi dan Kompetensi

Solusi Jitu Evaluasi dan Kompetensi

Mendaras KEPAHLAWAN RENDRA DALAM “POTRET PEMBANGUNAN DALAM PUISI”

Mendaras KEPAHLAWAN RENDRA DALAM “POTRET PEMBANGUNAN DALAM PUISI”

Atheis

Atheis

Inovasi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

Inovasi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

Belenggu

Belenggu

Catatan-catatan tentang Amir Hamzah

Catatan-catatan tentang Amir Hamzah

Anne Frank

Anne Frank

Pulang

Pulang

World on Fire

World on Fire

Pengobatan Tradisional Cirebon,

Pengobatan Tradisional Cirebon,

Khasanah Makanan Khas Cirebon

Khasanah Makanan Khas Cirebon

Diskusi yang Efektif

Diskusi yang Efektif

Link:JS Kamdhi/Shoovong

Romojs Summaries, Synopses & Abstracts
id.shvoong.com/writers/romojs/

Solusi Jitu: Evaluasi dan Kompetensi Bahasa dan Sastra Indonesia

Selama ini, sekolah menjadi dunia yang ideal, sedangkan hidup dan kehidupan yang dialami siswa adalah kenyataan, Untuk memberikan jembatan antara dunia ideal sekolah dan kenyataan kehidupan itulah buku evaluasi dan kompetensi ini hadir. kehadirannya diharapkan dapat mengisi ruang dan jarak antara dunia sekolah dan kenyataan hhidup sehingga sekolah menjadi dunia utuh bagi siswa-siswi.

Itu sebabnya, siswa-siswi perlu menyadari bahwa Bahasa memungkinkan manusia untuk saling berhubungan, saling berbagi pengalaman, saling belajar, dan untuk meningkatkan kemampuan intelektual dan kesastraan. Pembelajaran Bahada dan Sastra Indonesia harus dirancang sedemikian rupa sehingga para siswa: (1) menghargai dan membanggakan Bahasa dan Sastra Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara;(2) memahami Bahasa dan Sastra Indonesia dari segi bentuk, makna fungsi, serta dapat mengekspresikan dalam berbagai bentuk, tujuan, situasi, dan keperluan; (3) memiliki kemampuan menggunakan Bahasa dan Sastra Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, emosional, dan kematangan sosial

Seri Buku Evaluasi dan Kompetensi Bahasa dan Sastra Indonesia SMA &MA kelas X, kelas XI, dan kelas XII disusun berdasarkan kurikulum 2006 dengan rincian MENYIMAK-MEMBACA-BERBICARA-MENULIS-BERSASTRA.

Penggunaan gambar atau foto pada setiap bagian dimaksudkan mengantarkan siswa-siswi pada peristiwa, reslitas, kegiatan, pengalaman yang sudah, sedang, dan akan terjadi. Tersusun dalam kerja mandiri dan kerja kelompok diharapkan buku ini memberdayakan-mencerdaskan para siswa.

Lima ranah yang terjamah dalam proses pembelajaran: ranah pancaindera, ranah nalar, ranah afeksi, ranah imajinasi, dan ranah identifikasi.
Diterbitkan di: 01 Nopember, 2011

Sumber: http://id.shvoong.com/books/dictionary/2224931-solusi-jitu-evaluasi-dan-kompetensi/#ixzz1gHDLv4Dj

Guru Ideal: Menulis Bahan Ajar

Panduan Pementasan Drama

Tujuan utama mempelajari drama dan pementasan drama adalah pemahaman akan watak dan kepribadian tokoh yang akan kita perankan. Sebab, drama bukan sekadar pemaparan dan diskusi tentang konflik kehidupan tetapi ‘sebuah penciptaan kembali’. Aristoteles mengartikan ‘peniruan gerak’ dengan memanfaatkan unsur-unsur aktivitas kongkret: bahasa, gerak, posisi, ekspresi wajah, kostum, musik, tari, tatalampu, ataupun tatarias.

Maka, berpijak pada pengertian pendidikan (mendidik-mengajar-melatih), hakikat pendidikan (membawa budaya ke dalam manusia muda dan membawa manusia muda ke dalam budaya), arah pendidikan (proses pemribadian dan pembudayaan), maka pendampingan pementasan drama adalah hadirnya pribadi-pribadi yang berpola pikir kreatif dan inovatif dengan sembilan kategori berikut ini:

1. Pribadi yang kreatif dan inovatif selalu siap menerima hal-hal baru dan terbuka untuk pembaharuan. Sikap ini berkait dengan pola tingkah laku yaitu keterbukaan hati dan pikiran sehingga mempunyai perspektif baru terhadap segala realitas yang dihadapi.

2. Pribadi yang kreatif dan inovatif selalu berprinsip dan bersikap sehingga tidak mudah diombang-ambingkan, tetapi mampu mempertimbangkan segala hal yang dihadapi. Berani berbeda pendapat demi kebenaran objektif setiap realitas yang dihadapi.

3. Pribadi yang kreatif dan inovatif selalu menyadari dwimatra dan trimatra hidup. Menyadari dwimatra hidup berarti siap untuk gagal-sukses, siap untuk bahagia-sengsara, siap untuk besuka-berduka, siap untuk dicintai-dibenci, siap untuk dikagumi-diremehkan, siap untuk dihargai-diremehkan. Menyadari trimatra hidup berarti menyadari hidup dalam bentangan masa lalu-masa kini-masa depan. Mereka menyadari masa lalu mengendap dan mengkristal pada penghayatan hidup masa kini, sedang masa kini merupakan ancang-ancang masa depan.

4. Pribadi yang kreatif dan inovatif selalu berpegang teguh pada perencanaan, program kerja, dan target pencapaian. Segala sesuatu dipertimbangkan, diperhitungkan, dipilih, diputuskan, dan dilaksanakan.

5. Pribadi yang kreatif dan inovatif selalu menyadari keterbatasannya. Itu sebabnya sikap profesional selalu dtumbuhkembangkan dalam proses pemribadian dan pembudayaan.

6. Pribadi yang kreatif dan inovatif selalu menyeimbangkan ketajaman analisis-intuisi-religi sehingga klasifikasi-klasifikasi kosmis dan nasib tergantikan dengan pertimbangan nalar, kebenaran, dan kepantasan.

7. Pribadi yang kreatif dan inovatif selalu menempatkan manusia lain pada harkat dan martabatnya sebagai pribadi yang unik, utuh, otonom, satu, dan tertentu. Hal ini didasarkan kesadaran bahwa hanya melalui dan dengan orang lain ‘manusia dibentuk dan dijadikan’. Manusia hanya menjadi manusia bersama dan dengan orang lain.

8. Pribadi yang kreatif dan inovatif selalu menempatkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai pijakan pikiran, sarana, dan wujud pembaharuan kebudayaan.

9. Pribadi yang kreatif dan inovatif berorientasi pada prestasi dan sikap objektif.
Diterbitkan di: 02 Nopember, 2011

Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/film-and-theater-studies/2225098-panduan-pementasan-drama/#ixzz1gHCmE9Ha

Otodidak 25 Tahun Mengabdi Pendidikan di Kota Wali

Dengan rambut panjang sebahu, aku memasuki gerbang sekolah Santa Maria. Aku merasa ada yang aneh dari sorot mata orang-orang di pagi buta itu. Aku pikir mereka melihat ’pesakitan’-dengan rambut sebahu dengan menggendong ransel- memasuki gerbang sekolah.

Sangat ramah Suster Gaudentia OP menerimaku. Ada gelak tawa karena rambutku sebahu. Satu pertanyaan beliau tembakkan. Aku tersadarkan bahwa aku sedang berhadapan dengan suster pimpinan yayasan pendidikan. Bahwa aku sudah memutuskan untuk menjadi guru. Bahwa aku berprinsip ’Hidup bukan untuk uang, tetapi uang untuk hidup’.

”Anda dapat ngajar apa?” Pertanyaan yang tidak pernah aku bayangkan. (Memang aku belum membayangkan apa yang dapat aku ajarkan sebagai guru. Maksudku bidang apa yang akan aku pilih. Belum terpikirkan meski sudah berhadapan dengan suster pimpinan yayasan)

”Terserah, Suster! Apa pun mau!” jawabku.

Kami pun sepakat. Aku ditugasi untuk mengajarkan bahasa dan sastra Indonesia. Suatu pilihan berisiko, aku sadari. Sedetik pun aku belum pernah studi bahasa Indonesia. Mengapa bukan filsafat? Bukankah anak-anak muda menjelang dewasa sangat butuh filsafat? Bukankah filsafat mendasari dalam pembentukan kepribadian dan kecerdasan?

Bersyukurlah aku, 1 Juli 2007, genap 25 tahun aku mengabdi dunia pendidikan di Cirebon. Bersyukur karena boleh menikmati seperempat abad lebih aku baktikan hidupku dalam pemberdayaan dan pencerdasan anak bangsa.

Rasa syukur itu, aku tuangkan dalam buku kecil hidupku ‘Otodidak: 30 Tahun Mengajarkan Bahasa Indonesia’. Pasti, bukan kesombongan diri. Bukan narsistis. Bukan pula pertanda superior atau unjuk kehebatan.

Buku kecil hidupku ini merupakan peneguhan diri bahwa yang mustahil dapat menjadi nyata.

Pertama, sedetik pun aku tidak pernah studi bahasa dan sastra Indonesia tetapi 25 tahun mengajarkan bahasa Indonesia. Kedua, apa yang aku lakukan dalam keseharian diperhatikan dan dicermati masyarakat pers Cirebon sehingga tahun 2001 aku dihadirkan sebagai salah satu tokoh masyarakat Cirebon, tahun 2008 aku difigurkan sebagai guru professional. Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional melibatkan dalam pertemuan bertaraf nasional: 1994, 2001, 2003, 2004, 2005, 2006. Keempat, eksistensiku sebagai ‘Guru Bahasa dan Sastra Indonesia SMA’ menjadi sangat “sah” ketika aku diundang sebagai pembicara Pertemuan Ilmiah Bahasa dan Sastra Indonesia” XXV Universitas Negeri dan Swasta se-Indonesia.
Diterbitkan di: 02 Nopember, 2011

Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2225101-otodidak-25-tahun-mengabdi-pendidikan/#ixzz1gHCSN8Hq

Mawar-Kaktus

Cinta mama yang kami dambakan telah hilang. Kata-kata Kahlil Gibram (Aku senang membaca buku-bukunya. Aku selalu memburu di toko buku. Semua buku Kahlil Gibran telah kulumat). ”Ibu adalah sumber cinta! Ibu adalah segala-galanya. Dialah penghibur kita dalam kesedihan. Tumpuan harapan kita dalam penderitaan. Daya kekuatan dalam kelemahan. Ibu adalah sumber cinta. Sumber belas kasihan dan ampunan. Barangsiapa kehilangan ibunya, hilanglah jiwa murni yang memberkati dan menjagainya siang-malam.” Telah lama hilang dari rumahku.

Fiona, adikku. Sibuk dengan pacarnya. Sibuk dengan tugas sekolah. Selalu ada yang Fiona lakukan di sekolah. Kerja kelompoklah. Diskusilah. Membuat laporanlah. Padahal, sebagai kakak, aku sangat paham. Fiona kesepian. Sangat kesepian.

Entah sejak kapan. Aku tak ingat. Cermin di kamarku menjadi tempatku curhat. Menjadi teman akrab berbagi beban. Menjadi teman akrab mengurai kepedihan. Setiap hati dan jiwaku penat, aku pasti ada di depan cerminku. Kupandangi wajahku. Kulumat wajahku ...

Flora...Flora!

Tak salah, nama itu, diberikan padamu. Kenyataannya , kamu cantik. Anggun. Lembut. Seperti bunga. Mawar!

Dan, kamu bukan bunga lemah. Kamu punya duri. Pelindung segala kumbang pengganggu. Penghalau kupu-kupu pengisap madu. Namun, kini, kamu seperti mawar layu. Tak pernah, tersiram air sejuk kasih sayang. Tak pernah terjamah pupuk perhatian. Tak pernah tersentuh gunting pemangkas ranting usang.

Kamu mawar layu. Hampir mati.

Ah...kamu ingin menjadi kaktus. Biar tak disiram, biar tak dipupuk, biar tak dipangkas, biar tak dirawat pun tetap bertahan.

Kini, kamu lelah. Sangat lelah!

Rumahmu, istanamu hanya dongeng.

Rumahmu adalah nerakamu.

Semua orang gampang marah. Papamu marah. Mamamu marah.

Fiona, adikkmu pun, gampang marah.

Kamu terjepit.

Bahkan terdorong ke tepi jurang.

Mawar-Kaktus, sebuah novel remaja yang memikat. Ditulis dengan teknik sorot balik. Dengan bahasa yang ringan, sangat cocok untuk anak-anak remaja. Anak yang sedang mencari identitas. Anak yang ingin dipahami, dimengerti, dipercaya, dihargai.

Tidak jarang mawar-mawar itu menjadi kaktur. Terlebih dengan orangtua yang sibuk dengan pekerjaannya, dengan kegiatannya, dengan kesenangannya hingga anak-anak ditelantarkan dalam kasih sayang. Meski, segala keperluan dan kebutuhan terpenuhi namun toh, mawar-mawar berubah menjadi kaktus.

Diterbitkan di: 05 Nopember, 2011

Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2226284-mawar-kaktus/#ixzz1gHCCdDWV

Inovasi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

Penerapan Metode Surat Kabar Masuk Kelas, sebenarnya, sangat sederhana. Dapat diterapkan di mana pun, kapan pun, dan di sekolah mana pun. Syarat pertama dan utama guru-murid menentukan Surat Kabar lokal dan nasional yang akan dipilih. Berapa besar uang langganan dan apakah ada ’harga khusus untuk para murid’. Menghitung berapa besar jumlah uang yang harus dibayar oleh para murid setiap bulannya.

Hal tersebut menjadi sangat penting dan perlu disepakati bersama sehingga tanggung jawab bersama tumbuh dan berkembang. Artinya, konsep dari murid, oleh murid, dan untuk murid menjadi realitas. Dalam diri murid tumbuh dan berkembang ’rasa memiliki surat kabar di kelasnya’ dan ’secara sadar’ akan memanfaatkan demi proses pemribadian, pencerdasan, dan pembudayaan.

Memang, pendidik harus berkemampuan untuk menunjukkan surat kabar lokal dan nasional yang representatif, objektif, santun dalam pemberitaan, berimbang, memiliki visi yang memberdayakan, beragam rubrik, dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Surat Kabar Lokal sangat dibutuhkan agar para murid memahami dan mengerti peristiwa, kejadian, kegiatan apa saja yang terjadi. Di satu sisi diibutuhkan agar mengenal konteks hidup dan konteks sosial masyarakatkan, sedang di sisi lain berkemampuan menangkap aspirasi dan inspirasi yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakatnya.

Surat Kabar Nasional sangat penting dan perlu bagi para murid agar memahami dan mengerti peristiwa, kejadian, kegiatan, gejala-gejala, serta wacana apa saja yang berkembang di tingkat nasional maupun internasional. Dengan memahami dan mengerti keadaan bangsa dan negara, dalam seluruh dimensi kehidupan (sosial, ekonomi, budaya, kesenian, tradisi, bahasa, falsafah, pendidikan, hukum, IPTEK) murid memiliki keluasan dan kedalaman bernalar, berafeksi, dan bersosialisasi.

Pada awal penerapan Metode Surat Kabar Masuk Kelas, tahun ajaran 2007-2008, masih mengalami kesulitan:

01. Budaya membaca belum menjadi suatu kebutuhan bagi para murid. Kebutuhan berlangganan surat kabar belum menjadi ‘gaya hidup keluarga’. Rata-rata setiap kelas hanya 6 atau 8 keluarga yang berlangganan surat kabar.

02. Kedua, maraknya game-online lebih memikat sehingga menyita banyak waktu murid. Rata-rata murid laki-laki 2 hingga 4 jam bertahan bermain game-online.

03. Ketiga, maraknya tawaran ’dunia hiburan’ yang lebih kuat menyodorkan ’rasa senang’ seperti mall, cafe, diskotik, karaoke, jasa internet’ dibandingkan ’keharusan duduk manis untuk membaca’;.

Surat Kabar Lokal yang saya pilih bersama ketua kelas X, XI, XII adalah Mitra Dialog Cirebon. Harian Mitra Dialog dipilih dengan alasan selain sebagai surat kabar tertua di Cirebon, berdiri sejak 1982, menghadirkan berita, peristiwa, realitas yang terjadi di Wilayah III Cirebon yang mencakup Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan.

Surat Kabar Nasional yang dipilih adalah harian Kompas. Selain surat kabar yang telah berusia lebih 60 tahun, rubrik-rubrik yang variatif, objektivitas, netralitas, tetapi juga penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Mekanisme kegiatan Surat Kabar Masuk Kelas terbagi dalam dua kategori: menemukan kata-istilah yang tidak dimengerti, memilih bidang yang diminati.

Surat Kabar disimpan oleh kelas masing-masing. Dalam satu bulan berjalan surat kabar dipertahankan tetap utuh. Artinya, para murid hanya diperbolehkan membaca dan mencatat kata atau istilah yang tidak dimengerti.

Kata atau istilah yang tidak dimengerti diklasifikasikan berdasarkan bidang studi atau mata pelajaran yang dapat dibahasa pada saat KBM atau mencarinya melalui geogle. Siswa wajib menyimpan di blog masing-masing.
Diterbitkan di: 08 Nopember, 2011

Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2226828-inovasi-pembelajaran-bahasa-dan-sastra/#ixzz1gHBrtmF2

Pengantar Antropologi

Hingga kini, orang memahami budaya dan kebudayaan sekadar hasil. Budaya dan kebudayaan sekadar dipahami sebagai bangunan kuno, tarian, lukisan. Kita lupa bahwa kebudayaan adalah suatu proses. Proses berpikir, proses merasa, dan proses bertindak baik sebagai pribadi maupun sebagai masyarakat-bangsa-negara.

Budaya sebagai penciptaan dan perkembangan nilai meliputi segala apa yang ada dalam fisik, pribadi, dan sosial yang disempurnakan untuk realisasi pemanusiaan, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok dalam masyarakat. Usaha pembudayaan selalu berlanjut ke wujud yang lebih sempurna dan tiak akan berakhir. Dalam hal ini, tentu saja, bukan jumlah kuantitatif atau kualitatif nilai-nilai yang menjadi ukuran kemajuan wujud budaya, melainkan sintesis atau konfigurasi nilai-nilai dalam kehidupan kongkret.

Wujud budaya sebagi himpunan gagasan merupakan wujud yang paling abstrak karena himpunan gagasan berbeda dalam pikiran setiap pribadi. Itu sebabnya wujud budaya sebagai suatu himpunan gagasan sering disebut sistem budaya (cultural system).

Sebagai sistem himpunan, gagasan hanya dapat dipelajari, diinternalisasikan, didarahdagingkan, dikomunikasikan, dan berlangsung terus-menerus. Budaya sebagai himpunan gagasan disebut budaya subjektif (covert culture). Perwujudan kongkret sistem budaya tampak dalam kesehatan badan, penghalusan perasaan, kecerdasan budi dengan kecakapan mengomunikasikan.

Mengingat sifatnya yang tidak tampak maka kita berhadapan dengan realisasi dalam sistem nilai budaya, pandangan hidup, etika, ideologi, dan sistem norma.

Wujud budaya sebagai sejumlah perilaku berpola menjadi lebih kongkret karena tampak dalam perilaku manusia yang saling berinteraksi dalam suatu masyarakat. Budaya sebagai wujud perilaku berpola disebut juga sistem sosial karena dapat diamati, didokumentasi, dipotret, bahkan difilmkan.

Dalam wujud sistem budaya, budaya tidak hanya terdiri atas upacara atau ritus, tetapi juga perilaku manusia dan kebiasaan keseharian seperti makan, berbicara, bekerja, beristirahat, menulis, berdoa, dsb. Termasuk juga perilaku agresif seperti marah, bertengkar, berkelahi, atau berperang.

Dalam antropologi pengertian budaya adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Itu sebabnya, seluruh tindakan dibiasakan dengan belajar atau internalisasi.

Pengantar Antropologi sangat layak sebagai bahan refleksi anak-anak muda menjelang dewasa hingga berkemampuan berproses untuk menemukan jati diri, integritas, maturitas, dan nasionalisme.


Diterbitkan di: 11 Nopember, 2011

Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2227775-pengantar-belajar-antropologi/#ixzz1gHBcFxU5

Catatan-Catatan tentang Amir Hamzah

Bersyukurlah saya menyimpan buku catatan rekan-rekan seperjuangan Amir Hamzah yang diterbitkan tahun 1955 oleh Jawatan Kebudayaan, Yogyakarta. Dalam buku terdapat kesan 10 teman seperjuangan Amir Hamzah. Mereka itu adalah Musa, Dada Meuraxa, Anwar Dharma, Karlan Hadi, Bakri Siregar, Ghazali Hasan, L.K. Bohqng, Asrul Sani, Armijn Pane, dan Achdiat Karta Mihardja. Salah satu buku langka yang saya miliki dalam perpustakaan pribadi.

Kesepuluh teman seperjuangannya menyampaikan kesan tentang siapa, apa,mengapa, bagaimana, di mana, kapan Amir Hamzah, ”Raja Penyair Pujangga Baru” ini, berkiprah tidak hanya dalam bidang sastra-budaya tetapi juga dalam memperjuangkan harkat dan martabat bangsa. Sebuah buku ’in memoriam’ yang layak dibaca oleh seluruh anak bangsa.

Amir Hamzah lahir di Tanjungpura, Langkat, Sumatera Utara, 28 Februari 1911. Beliau meninggal 19 Maret 1949 dalam peristiwa ’revolusi sosial’. Pendidikan terakhir adalah kandidat sekolah Hakim Tinggi di Jakarta. Bersama Sutan Takdir Alisyahbana dan Armijn Pane mendirikan majalah Pujangga Baru.

Amir Hamzah terpaksa pulang, dengan meninggalkan pendidikan dan perjuangan, mematuhi panggilan pamannya untuk dinikahkan dengan salah satu putri kesultanan Langkat. Ia pun meninggalkan rekan-rekannya, kekasihnya, pendidikannya, perjuangannya, kepenyair-annya. Tidak heranlah bila ’duka kalbu’ mendasari puisi-puisinya.

Dalam kesendirian dan kesunyian jiwa terlahir Buah Rindu (1931) berisikan penyesalan, rintihan, kekecewaan. Tahun 1937 lahrilah kumpulan puisi yang kedua, Nyanyi Sunyi (1937), yang merupakan kelanjutan ’ungkapan jeritan hati’ dalam Buah Rindu.

Jika dalam Nyanyi Sunyi ia meratap karena kehilangan segalanya, dalam Buah Rindu ia menyerahkan segalanya kepada kekasih-Nya; Tuhan Yang Mahabesar. Sebab, ia sadar bahwa semua orang harus kembali kepada-Nya, ”Habis kikis/Segla cintaku hilang terbang/Pulang kembali aku padamu/Seperti dahulu//”

Amir Hamzah tetap tabah menyerahkan segala duka-nestapa karena percaya, ”Kaulah kandil kemerlap/pelita jendela di malam gelap/melambai pulang perlahan/sabar setia selalu//”

Sebagai insan beriman Amir Hamzah menerima segala kegagalan. Kehendak Tuhan harus dilaksanakan. Sehingga, dalam menunggu “hujan, topan, dan angin’ Amir Hamzah tetap ‘pasrah’ pada Tuhan.

Sangat layak jika buku langka ini diterbitkan ulang oleh Kementerian Pendidikan Nasional dan menjadi bacaan wajib anak-anak SMP-SMA. Semoga..
Diterbitkan di: 24 Nopember, 2011

Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2232398-catatan-catatan-tentang-amir-hamzah/#ixzz1gHBH8JvX

Anne Frank

Tahun 1958 terbitlah buku Anne Frank. Begitu terbit buku itu sangat diminati sehingga langsung diterjemahkan dalam 20 bahasa. Judul buku diambil dari nama penulisnya, Anne Frank.

Anne Frank adalah seorang gadis, 14 tahun, yang bersembunyi disotong rumah hmapir 4 tahun. Anne bersembunyi bersama orang tuanya. Mereka terpaksa mengungsi karena kebengisan Nazi terhadap kaum Yahudi. Dan, dalam pengungsian itulah Anne Frank menuliskan kegelisahan, ketakutan, kekhawatiran, kecemasan, kerinduan, harapannya dalam buku harian. Seluruh perasaan tercurahkan dalam lembar-lembar yang rapi lengkap dengan hari, tanggal, bulan, dan tahun. Seekor kucing yang bernama Kittie menjadi sahabat ’curhatnya’.

Anne Frank sendiri tidak merasakan ’nikmatinya’ menjadi penulis besar. Sebab, bersama ibu dan kakaknya Anne Frank meninggal dalam kebengisan ’camp pembuangan’. Buku harian Anne Frank pun difilmkan.

Lalu, apakah buku harian itu? Bagaimana menulis buku harian? Dan, apakah manfat buku harian?

Buku harian adalah buku yang memuat catatan peristiwa atau kejadian yang dialami setiap hari. Pasti, setiap orang akan mengalami seribu satu peristiwa atau kegiatan yang kita lakukan dari bangun tidur hingga ’berangkat tidur’. Pasti, ada beraneka ragam peristiwa atau kegiatan: suka-duka, gagal-sukses, bahagia-sengsara, cinta-benci, diterima-ditolak, dicari-dilupakan, dikagumi-dilecehkan, dipuji-dihina. Pasti, tidak semua peristiwa atau kejadian diabadikan dalam buku harian.
Diterbitkan di: 25 Nopember, 2011

Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2232536-anne-frank/#ixzz1gHB2wG3X

Mutiara-Mutiara

Mutiara-Mutiara adalah buku cerita anak. Ditulis oleh JS Kamdhi. Diterbitkan oleh Penerbit Bina Rena Pariwara, 1993. Diinpreskan untuk jangka waktu 10 tahun. Mutiara-Mutiara adalah buku cerita anak terbaik tingkat nasional, 1992. Sebagai Juara I lomba buku cerita anak yang diselenggarakan oleh Departemen kebudayaan yang diikuti sekitar 350 penulis.

Mutiara-Mutiara mengisahkan Anto, sebagai tokoh utama, murid kelas V SD Sukapura. Ia harus membanting tulang menyokong ekonomi keluarganya. Hal itu dilakukan karena ayahnya, yang berprofesi sebagai tukang becak menderita lumpuh. Lumpuh karena kecelakaan yang dialami saat mengayuh becaknya tertabrak mobil.

Anton membanting tulang. Meringankan beban orangtuanya. Mengambil alih pekerjaan ayahnya yang kini tak berdaya. Ia tidak pernah mengeluh. Pekerjaan rutin setiap hari dijalani dengan besar hati. Memulung barang bekas, sekolah, menyemir sepatu, dan belajar. Tak ada waktu untuk Anto berlarian dengan teman sebaya untuk bermain. Tak ada kesempatan untuk Anto bermain bola, kelereng. Tak ada waktu tersisa untuk bermain laying-layang. Tak ada Kura-kura Ninja, Pendekar sakti, atau film-film kartun kesukaan anak-anak.

Bagi Anto hari-hari adalah bekerja. Kerja mengumpulkan karton, kardus, atau apa saja untuk diuangkan pada Pak Engkus di Gunungsari. Hari-hari Anto adalah berebut rezeki dengan teman sebaya di stasiun, rumah makan untuk menawaran jasa membersihkan sepatu. Hari-hari Anto adalah menekuni setiap mata pelajaran dengan lampu minyak tanah setelah seharian memeras tenaga.

Di sekolah Anta tidak pernah rendah diri. Meski, cemooh, ejekan, selalu menimpanya. Semua diterima dengan tulus. Anto banyak menghabiskan waktu di perpustakaan. Membaca buku apa pun yang ada. Tak mengherankan pengetahuan luas. Wawasan seluas samodra meski tak punya fasilitas dan saran.

Ketekunan inilah yang menghantarkan Anto memenangi Pelajar Teladan untuk tingkat kota dan Propinsi. Ketulusan memberikan yang terbaik pada orangtua dan adiknya dengan bekerja-sekolah-belajar Anto mendapatkan ‘bea siswa’ . Berkat kerja keras dan belajar tekun itulah Anto dan ayahnya berangkulan dan dimuat di Koran kota. Ketekunan, ketulusan, kerja keras Anto menyadarkan temah-teman sekelas dan satu sekolah. Giat belajar dan membaca menjadikan sekolah Anto menjadi sekolah unggulan.

Buku yang layak menjadi bacaan wajib anak-anak Sekolah Dasar. Hingga termotivasi untuk menjadikan membaca sebagai suatu kebutuhan. Ada penerbit atau perorangan yang bersedia menerbitkan MUTIARA-MUTIARA, sebab masa kontrak dengan Bina Rena Pariwara telah habis tahun 2005…
Diterbitkan di: 25 Nopember, 2011

Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2232617-mutiara-mutiara/#ixzz1gHAmo9Rb

Proverbia Latina

Proverbia Latina: Pepatah-pepatah Bahasa Latin B.J. Marwoto dan H. Witdarmono.2004 (cetak II: 2006).376.ISBN: 976-709-154-6

Dalam setiap bahasa, pepatah mempunyai peran sangat penting. Tidak hanya makna yang terkandung di dalamnya, tetapi juga menunjukkan kualitas dan ekstensitas sumber daya manusia. Di dalam setiap pepatah selalu hadir nilai-nilai humaniora, nilai-nilai etika, nilai-nilai moral, bahkan nilai religiositas. “Kalau takut dilimbur pasang jangan berumah di tepi pantai” mengisyarakatkan agar kita berani menghadapi setiap tantangan-hambatan-kesulitan-cobaan.

Proverbia Latina: Pepatah-pepatah Bahasa Latin yang ditulis oleh B.J. Marwoto dan H. Witdarmono menambah khazanah pepatah dalam berinteraksi sosial. Sebab, pepatah mampu menyederhanakan sebuah sikap-nilai-prinsip-ajaran sehingga mudah dicerna. Membaca dan merefleksikan pepatah berarti berkemampuan memahami tatanilai baru, paradigma baru, sikap baru, dan orientasi baru.

Hal itulah yang mendasari penyusun menghadirkan Proverbina Latina. Diawali dengan petunjuk penggunaan Buku: mengingat bahasa latin menjadi induk bahasa dan tidak lagi diajarkan sekolah-sekolah umum. Tersusun secara alfabetis, dengan huruf tebal (bold) disertai penjelasan atau pengartian dan pengertian dengan dicetak miring (italic). Dan, yang menarik disodorkan sebuah pengartian dan pengertian bebas. Pengartian dan pengertian yang kontekstual.

Kelebihan Proverbina Latina dibandingkan dengan buku-buku kumpulan pepatah adalah lengkapnya referensi dan perihal kebahasaan bahasa latin.

Lengkapnya referensi terindikasikan dengan adanya latar belakang baik berkait dengan sejarah maupun tokoh yang menggunakannya. Di samping itu, tersodorkan pula sinonim-sinonim atau bentuk-bentuk pepatah lain dalam konteks dan problematika yang mirip.

Berkait dengan kebahasaan bahasa latin kita disodori pengetahuan dasar bahasa latin. Pertama, tentang deklinasi yang menjadi ciri khas bahasa latin untuk semua kata benda. Artinya, bentuk kata benda akan berubah berkait dengan konteks pemakaiannya. Kedua,konyugasi yakni perubahan kata kerja baik karena pelaku (dalam bahasa Perancis juga kita temukan). Adanya index sangat membantu untuk mencari hal-hal yang kita perlukan.

Buku yang sangat menarik untuk guru bahasa, siswa, mahasiswa, bahkan mereka yang berkecimpung dalam pencerdasan-pemberdayaan-pencerahan. Pun sangat penting untuk para penulis baik penulis tetap maupun penulis lepas.
Diterbitkan di: 25 Nopember, 2011

Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/linguistics/2232650-proverbia-latina-pepatah-pepatah-bahasa/#ixzz1gHAQ5ka4

Sastra Peranakan Tionghoa

Siapakah yang belum mengenal Abdul Hadi W.M., Arief Budiman, Marga T, atau Mira W.? Abdul Hadi W.M, adalah penyair kesohor dengan puisi-puisi reflektif-religius. Arief Budiman adalah tokoh budayawan yang ikut membidani lahirnya Manifes Kebudayaan. Marga T adalah novelis produktif hingga beberapa novelnya pernah difilmkan. Demikian juga dengan Mira W. novelis yang handal dengan beberapa novel yang juga telah difilmkan. Mereka berempat hanya sebagian penerus ‘sastrawan-budayawan peranakan Tionghoa’ yang telah mewarnai sejarah sastra dan budaya Indonesia.

Leo Suryadinata, selaku penyunting buku Sastra Peranakan Tionghoa Indonesia, mencoba menghadirkan tokoh-tokoh sastrawan dan karya-karya mereka secara runtut dari tahun 1870 hingga 1966. Buku setebal 392 halaman itu terbagi menjadi dua bagian: kajian umum dan kajian khusus.

Kajian umum menghadirkan 4 tulisan: 2 tulisan dibuat oleh Leo Suryadinata dengan judul Dari Sastra Peranakan ke Sastra Indonesia dan Cerita Silat Tionghoa di Indonesia: Ulasan Ringkas. Satu tulisan disajikan oleh Jakob Sumardjo dengan judul Latar Sosiologis Sastra Melayu Tionghoa. Dan, satu tulisan depersembahkan oleh Claude Salmon dengan menggarap judul Masyarakat Pribumi Indonesia di Mata Penulis.

Kajian Khusus menghadirkan 4 kajian: 2 kajian dikerjakan oleh Myra Sidharta, satu tulisan oleh Claude Siman, dan satu tulisan oleh Monique Zaini Lajoubert. Claude Salmon menghadirkan kajian Asal-Usul Novel Melayu Modern. Monique Zaini Lajoubert dengan mengupas Syair Cerita Siti Akbari. Sedangkan Myra Sidharta menghadirkan kajian Kwee Tek Hoay: Pengarang Serbabisa dan Tan Hong Boen: Pengarang Seribu Wajah.

Karya-karya kreatif Sastrawan Peranakan Tionghoa tidak hanya beragam dalam bentuk tetapi juga dalam tema. Mereka bukan hanya menerbitkan dalam bentuk buku tetapi juga dimuat bersambung dalam majalah sastra yang mereka dirikan seperti “Penghidupan’ dan ‘Cerita Roman’. Bahkan, sebelum sastra Indonesia lahir, Sastrawan Peranakan Tionghoa telah menyodorkan novel-novel modern yang mengupas permasalahan kawin campur antarsuku seperti karya Thio Cin Boen (1885-1940) dengan dua novel yang kesohor Cerita Oey Se (1903) dan Cerita Nyai Sumirah (1917) yang tidak kalah bernilainya dengan Azab dan Sengsara atau Sitti Nurbaya.

Karya sastra yang paling spektakuler ditulis oleh Kwee Tek Hoay yang berjudul ‘Drama di Boeven Digul’ setebal 718 halaman. Sebelum diterbitkan buku ini dimuat bersambung hingga memakan waktu 3 tahun: dari 1929 hingga 1931.

Sastra Peranakan Tionghoa Indonesia, karya Leo Suryadinata, layak menjadi referensi pelajar dan mahasiswa hingga membuka cakrawala baru tentang sejarah sastra dan budaya Indonesia. Sastrawan Peranakan Tionghoa mempunya andil besar dalam pertumbuhan-perkembangannya.
Diterbitkan di: 30 Nopember, 2011

Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2234223-sastra-peranakan-tionghoa-indonesia/#ixzz1gHA6XgXl

Les Femmes Saventes

Bersyukurlah saya karena dari koleksi buku, selama ini, terdapat karya “Empu Komedi dalam Kesusastraan Barat, Jean Baptiste Poquelin, dengan nama panggung Moliere. Buku berjudul ‘Les Femmes Savantes ‘ dipentaskan pertama kali pada 11 Maret 1672, 10 bulan sebelum Moliere meninggal dunia.

Entah berapa kali saya telah membacanya, saya tidak mengingatnya. Namun, sehabis membacanya selalu terbersit “roh kreatif Moliere”: tu dois faire et donner.

Molier adalah creator komedi modern Perancis. Les Femmes Savantes merupakan salah satu karya spektarulernya. Saya sangat kagum. Betapa tidak? Dalam waktu 14 tahun malang-melintang dalam dunia pentas dengan 85 pementasan, 31 naskah Moliere tulis sendiri. Artinya, dalam satu tahun Molier pentas sebanyak 6 kali, Dalam satu tahun, ia menulis 2 naskah pentas. Sebuah prestasi luar biasa dengan konteks kehidupan pada abat ke-17.

Molier dilahirkan di Paris, Perancis, 15 Januari 1622. Dalam usia 51 tahun, sepekan setelah pementasan “Le Malade Imaginaire (10 Februari 1673) Molier meninggal dunia, 17 Februari 1673.

Ibu tercintanya, Marie Cresse, meninggal saat Moliere berusia 10 tahun. Sehingga, bisa dipahami, apalagi Moliere tidak begitu dekat dengan ayahnya, Jean Poquelin, tragedi menjadi tema-tema drama Moliere. Humor, satire menjadi sarana Moliere untuk ‘menjadi saksi kebenaran’ dalam mengungkap kemunafikan, kritik social. Tak mengherankan ada beberapa naskah yang dilarang untuk dipentaskan. Sekadar menyebut contoh, “Le Tartuffe ou L’Imposteur” atau “Dom Juan ou Festin de pierre”.

Les Femmes Savantes terdiri dari lima babak. Menceritakan Henriette dan Clitandre. Sepasang kekasih yang mendapat dukungan dari sang ayah, tetapi mendapat halangan dari sang ibu. Babak pertama dimulai kegalauan Henriette. Ia meminta pada Clitandre agar meminta restu pada calon ibu mertua. Konflik pun mengalir hingga babak kelima Henriette harus kecewa karena cinta hanya dipahami sebatas uang saja. Kelebihan Les Femmes Savantes adalah kritikan atau satire pada pendidikan untuk kaum perempuan Perancis.

Harus diakui bahwa kehadiran Moliere sangat berpengaruh pad masa restorasi Perancis pada abad 19. Kelompok-kelompok teater di Perancis dan Inggris meniru gaya, tema, dan bentuk pentas Moliere. Sayang, buku-buku Moliere yang telah diindonesiakan sangat terbatas, hingga tidak dapat menjadi komparasi dalam berteater. Meski, ada beberapa pentas teater yang mengadaptasi karya Moliere.
Diterbitkan di: 01 Desember, 2011

Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2234641-lea-femmes-savantes/#ixzz1gH9nlS00

World on Fire

Saya beruntung, 7 tahun yang lalu, 28 April 2004, salah satu mantan murid, sehabis melawat ke Amerika, mengantar ‘buah tangan’ berupa buku. Seolah, mantan murid itu, tahu apa yang sedang saya pikirkan dan impikan yaitu “World on Fire” karya Amy Chua.

Kini, ternyata ketika saya baca ulang buku setebal 348 halaman, tersusun dengan pendahuluan, bagian pertama yang mengulas The Economic Impact of Globalization dengan 4 rincian (Rubies and Rice Paddies, Llama Fetuses, The Sevent Oligarch, The Ibo of Careroon ), bagian kedua yang mengupas The Political Consequenses of Globalization, dengan 4 rincian (Backlash against Market, Backlash against Democracy, Backlash against Market Dominant Minorities, dan Mising Blood), dan bagian ketiga yang membahas Ethononationalism and the West, juga dengan 4 rincian (The Underside of Western Free Market Democracy, The Middle Eastern Cauldron, Why They Hate Us, dan The Future of Free Market Cemodcracy) masih sangat relevan. Tidak hanya untuk Indonesia dan Asia Tenggara, tetapi juga menjadi permasalahan dunia: minoritas yang dominan dalam pasar era global.

World on Fire dimulai dengan pengalaman tragis, yang mendasari pembahasan minoritas yang dominan dalam pasar era global. Peristiwa dibunuhnya Leona, tante Amy Chua, seolah menjadi pembenaran Amy Chua bahwa “minoritas yang dominan dalam panguasan perekonomian berkonsekuensi logis pada kecemburuan social.

Didukung observasi dan data akurat hampir di seluruh pelosok dunia “World on Fire” menjadi “refleksi” bagaimana mengurai korelasi “minoritas etnis yang dominan dalam ekononomi” dengan “mayoritas etnis yang miskin”. Kegagalan mengelola kontradiktif akan melahirkan kerusuhan social: Serbia (1990), Rwanda (1994), Indonesia (1998), Israel (1998). Dalam konotasi yang sama, kejadian pengeboman ‘menara kembar” Amerika (2001) merupakan indicator dominasi minoritas.

Setelah tujuh tahun World on Fire masih tetap relevan dan penting. Selayaknya menjadi referensi bagi para penguasa di seluruh dunia agar berkemampuan menyeimbangkan “dominasi minoritas etnis bidang ekonomi” dengan “mayoritas miskin yang dominan”.

Setelah “Word on Fire” menjadi bestseller versi New York Time, Business Week dan buku terbaik tahun 2003, Amy Chua menulis “ Day of Empire : How Hyperpowers Rice to Global” (2007), dan “Battle Hymn of the Tiger Mother “ (2011). Ibu dua anak yang lahir tahun 1962 ini layak mendapat hadiah nobel perdamaian karena sumbangan pemikiran yang tajam dan akurat ‘bagaimana menjinakkan pasar bebas para era globalisasi”.

Diterbitkan di: 02 Desember, 2011

Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2235126-world/#ixzz1gH9X6dfm

Anda Luar Biasa

Anda Luar Biasa, oleh Eni Kusuma, Cetakan I, 2007, Fivestar Publishing, 154 +xix: 978-979-1 5887-0-6

Sesuai dengan judulnya, memang buku yang Luar biasa. Betapa tidak? Eni Kusuma tidak berpendidikan tinggi. Semasa kecil pemalu, minder, dan gagap. Bukan dari keluarga berada dan berpangkat. Rumahnya pun di pinggiran Banyuwangi. Bau ‘anyir sampah’ menjadi ‘parfum’ setiap tarikan napas. Selepas SMA Megeri 1 Banyuwangi, melamar pekerjaan di kota kelahirannya demi mengangkat perekonimian keluarga. Namun, tak ada yang memperhatikan. Bahkan, cemooh yang Eni Kusuma peroleh.

Eny pun berketetapan untuk menjadi TKW. Hongkong sebagai pilihan untuk mengubah nasibnya. Pada awal sebagai ‘pembantu rumah tangga ’ yang ‘seabreg’ pekerjaan, cemooh, gertakan, kemarahan,hinaan menjadi bagian hidup Eny. Dan, “Dasar Indonesia goblok!” memicunya untuk bangkit: meski hanya pembantu harus mampu tunjukkan yang luar biasa pada majikannya.

Anda Luar Biasa, adalah bukti bahwa ‘pembantu rumah tangga’ dapat berprestasi dan dikenal dunia. Buku setebal 154 halaman itu diawali dengan ucapan terima kasih Eni Kusuma kepada pendiri webside Pembelajaran.Com yang juga motivator ternama dan penulis buku-buku bestseller Andrias Harifa, Motivator Andrie Wongso, Tung Desem Waringin, Andrew H., sera sederet motivator, penulis, pemimpin redaksi, bahkan sastrawan yang telah menjadi “guru” Eni Kusuma baik dengan email maupun dengan milis. Pengantar buku ditulis oleh Jennie S.Bev, penulis buku Rahasia Sukses Terbesar, yang kini tinggal di San Fransisco Bay Area.

Setelah ‘ucapan terima kasih’ dan ‘pengantar’, Eni Kusuma mengantar dengan pendahuluan singkat. Di dalamnya terungkap bahwa sukses menjadi kerinduan hakiki setiap orang. Sukses merupakan ‘fokus pergumulan hidup manusia. Untuk mencapai sukses, setiap orang harus berjuang” mengisi otak” dengan “harapan dan cita-cita”. Eny Kusuma menempuh dengan menghabiskan waktunya dengan membaca. Membaca menjadi kebutuhan bagi ini hingga waktu istirahat sejak SD hingga SMA dihabiskan untuk ‘melumat isi buku’ yang ada di perpustakaan.

Anda Luar Biasa, terdiri atas 26 judul tulisan yang disusun sedemikian rupa sehingga sehabis membacanya, kita diyakinkan dan diteguhkan untuk selalu berubah, bertumbuh, berkembang, dan berbuah. Di awali dengan refleksi Jalur A dan Jalur B, Pilih Mana?, dan diakhiri dengan refleksi Revolusi Babu. Tidak yakin dan percaya? Bacalah Anda Luar Biasa sehingga sunguh-sungguh luar biasa.

Kelebihan Anda Luar Biasa karya ‘seorang pembantu rumah tangga atau babu’ yang hanya lulusan sekolah menengah atas tetapi pujian kita temukan di sampul depan dalam, sampul belakang luar dalam. Tidak hanya para motivator dan penulis buku bestseller (sekadar menyebut beberapa nama: Andrie Wongso, Tung Desem Waringin, Andrias Harefa), editor, sastrawan, pemimpin redaksi, pengusaha, psikolah, dan bahkan Konsul Penerangan Sosial Budaya, KJRI Hongkong menuliskan pujian.

Buku yang layak di baca oleh anak-anak muda yang sedang berproses merentang masa depan: Anda Luar Biasa!!
Diterbitkan di: 05 Desember, 2011

Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2235913-anda-luar-biasa/#ixzz1gH9Gar1V

Rumah Kaca

Pramoedya Ananata Toer adalah pengarang besar. Cerdas, kritis, dan memiliki ”licentia poetica” tinggi. Saat-saat ”gersang’ dalam pembuangan di Pulau Buru lahir karya-karya besar yang masuk nominasi penerima Nobel bidang kesusastraan.. Meski selama masa penahanannya di Pulau Buru, namun tetap mengatur untuk menulis serial karya terkenalnya yang berjudul Bumi Hangus, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. serial 4 kronik novel semi-fiksi sejarah Indonesia.

Sebagai pengarang besar, ada 5 buku yang mengupas tuntas tentang sispa-mengapa-bagaimana Pramoedya Ananta Toer, sastrawan kelahiran Blora, Jawa Tengah, 6 Februari 1925 dan meninggal di Jakarta, 30 April 2006 pada umur 81 tahun. Pertama, Pramoedya Ananta Toer dan Karja Seninja, oleh Bahrum Rangkuti, diterbitkan Gunung Agung. Pramoedya Ananta Toer dan Karja Seninja, oleh Bahrum Rangkuti (Penerbit Gunung Agung. Kedua, Citra Manusia Indonesia dalam Karya Pramoedya Ananta Toer, oleh A. Teeuw diterbitkan Pustaka Jaya. Ketiga,Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis, oleh Eka Kurniawan diterbitkan Gramedia Pustaka Utama. Keempat,Membaca Katrologi Bumi Manusia Pramoedya Ananta Toer, oleh Apsanti Djokosujatno diterbitkan Tera Indonesia. Kelima,Pramoedya Ananta Toer dan Manifestasi Karya Sastra, Daniel Mahendra, dkk diterbitkan Penerbit Malka.

Rumah Kaca, terbagi dalam 14 episode. Seperti tiga novel sebelumnya ’kecerdasan’ Pramoedya Ananta Toer memang luar biasa. Ketelitian, kecermatan, kelengkapan memanfaatkan fakta sejarah menunjukkan keunggulannya sebagai sastrawan besar hingga secara luas dianggap sebagai salah satu pengarang yang produktif dalam sejarah sastra Indonesia. Pramoedya telah menghasilkan lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 41 bahasa asing.

Bila pada ketiga novel sebelumnya Bumi Hangus, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah didominasi tokoh Minke sebagai tokoh utama. Minke sebagai representasi tokoh pers (R. M. Tirto Adi Suryo) pada masa awal kebangkitan nasional berjuang melawan colonial yang menyengsarakan rakyat. Dalam ke-14 bagian Rumah Kaca, terjadi pergeseran tokoh utama Pangemanann, meski pada baian akhir buku ketiga, Pangemanann telah dimunculkan sebagai antagonis Minke.

Sejak tahun 1988 hingga tahun 2000 tercata penghargaan pada Pramoedya Ananta Toer sebanyak 11 kali. Satu di antaranya berasal dari Indonesia, yaitu tahun 1996 dari Partai Rakyat Demokratik Award, “hormat bagi Pejuang dan Demokrat Sejati”. Selebihnya, dari luar negeri: Amerika Serikat, sebanyak 5 kali, Perancis menganugerahkan 2 kali penghargaan, Belanda-Jepang-Filipina satu kali.

Diterbitkan di: 07 Desember, 2011

Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2236432-rumah-kaca/#ixzz1gH8zAz88

Sastra dan Religiositas

Sastra dan Religiositan ditulis oleh Y.B. Mangun Wijaya (alm) yang merupakan salah satu orang Indonesia yang multidimensional. Lahir di Ambarawa, Kabupaten Semarang, 6 Mei 1929. Wafat karena serangan jantung, setelah memberikan ceramah dalam seminar Meningkatkan Peran Buku dalam Upaya Membentuk Masyarakat Indonesia Baru di Hotel Le Meridien, Jakarta, 10 Februari 1999 pada umur 69 tahun, dikenal sebagai rohaniwan, budayawan, sastrawan, mantan tentara pelajar, filsuf, dosen, pedagog, arsitek, penulis, aktivis, dan pembela kaum marginal.

Saat Revolusi Y.B. Mangun Wijaya, yang akrab dipanggil Romo Mangun 1945 menjadi prajurit TKR Batalyon X divisi III. Bertugas di asrama militer di Benteng Vrederburg, lalu di asrama militer di Kotabaru, Yogyakarta. Ikut dalam pertempuran di Ambarawa, Magelang, dan Mranggen. Tahun 1946, Romo Mangun menjadi prajurit Tentara Pelajar, pernah bertugas menjadi sopir pendamping Panglima Perang Sri Sultan Hamengkubuwono IX memeriksa pasukan, STM Jetis. Tahun 1947, saat Agresi Militer Belanda I, tergabung dalam TP Brigade XVII sebagai komandan TP Kompi Kedu, serta menyelesaikan pendidikan STM.

Sebelum kuliah kuliah di ITB, Teknik Arsitektur, 1959, Romo Mangun ditahbiskan menjadi imam oleh Uskup Agung Semarang, Mgr. Albertus Soegijapranata. Setelah itu, berturut-turut belajar di Jerman dan Amerika: Rheinisch Westfaelische Technische Hochschule, Aachen, Jerman (1960-1966), Fellow Aspen Institute for Humanistic Studies, Colorado, AS (1978).

Penghargaan yang pernah Romo Mangun terima antara lain: Penghargaan Kincir Emas untuk penulisan cerpen dari Radio Nederland, Aga Khan Award for Architecture untuk permukiman warga pinggiran Kali Code, Yogyakarta, Penghargaan arsitektur dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) untuk tempat peziarahan Sendangsono, Pernghargaan sastra se-Asia Tenggara Ramon Magsaysay pada tahun 1996. Buku yang pernah ditulis sebanyak 36 buku, buku mengenai Romo Mangun ada 9 buku.

Sastra dan Religiositas, masih menjadi buku unggulan dalam mengulas karya sastra. Artinya, setelah hampir 30 tahun terbit, belum ada buku ulasan sastra yang serupa. Ulasan yang ada masih bersifat konvensional, sekadar mambahas keilmiahan (berkait dengan unsur-unsur intrinksik dan ekstrinksi) dan kesungguhan (berkait dengan nilai, amanat, atau pesan ) suatu karya sastra. Padahal, merunut hakikatnya, karya sastra adalah ungkapan dorongan insani yang sesuai dengan kodrat insanian manusia sehingga menghadirkan keindahan dan kegunaan. Di dalamnya tersurat dan tersirat kelima kerinduan manusia: (1) kerinduan mengungkapkan diri, (2) kerinduan untuk berinteraksi dengan sesame, (3) kerinduan untuk menjalani hidup dengan taat asas dan aturan, (3) kerinduan untuk bersatu dengan alam semesta, dan (5) kerinduan pada asal dan tujuan hidup yaitu Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Sastra dan Religiositas mengulas 18 permasalahan berkait dengan kerinduan hakiki diawali dengan pembahasaan Pada Awal Mula, dan diakhiri dengan pembahasan Godlog Danarto. Religiositas lebih melihat dalam lubuk hati, riak getaran hati-nurani pribadi, sikap sembah, sikap tobat, yang sedikit banyak misteri bagi orang lain karena merupakan intimitas jiwa, cita-rasa yang mencakup totalitas jiwa.
Diterbitkan di: 07 Desember, 2011

Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2236567-sastra-dan-religiositas/#ixzz1gH8fyhnJ

Sastra dan Religiositas

Sastra dan Religiositan ditulis oleh Y.B. Mangun Wijaya (alm) yang merupakan salah satu orang Indonesia yang multidimensional. Lahir di Ambarawa, Kabupaten Semarang, 6 Mei 1929. Wafat karena serangan jantung, setelah memberikan ceramah dalam seminar Meningkatkan Peran Buku dalam Upaya Membentuk Masyarakat Indonesia Baru di Hotel Le Meridien, Jakarta, 10 Februari 1999 pada umur 69 tahun, dikenal sebagai rohaniwan, budayawan, sastrawan, mantan tentara pelajar, filsuf, dosen, pedagog, arsitek, penulis, aktivis, dan pembela kaum marginal.

Saat Revolusi Y.B. Mangun Wijaya, yang akrab dipanggil Romo Mangun 1945 menjadi prajurit TKR Batalyon X divisi III. Bertugas di asrama militer di Benteng Vrederburg, lalu di asrama militer di Kotabaru, Yogyakarta. Ikut dalam pertempuran di Ambarawa, Magelang, dan Mranggen. Tahun 1946, Romo Mangun menjadi prajurit Tentara Pelajar, pernah bertugas menjadi sopir pendamping Panglima Perang Sri Sultan Hamengkubuwono IX memeriksa pasukan, STM Jetis. Tahun 1947, saat Agresi Militer Belanda I, tergabung dalam TP Brigade XVII sebagai komandan TP Kompi Kedu, serta menyelesaikan pendidikan STM.

Sebelum kuliah kuliah di ITB, Teknik Arsitektur, 1959, Romo Mangun ditahbiskan menjadi imam oleh Uskup Agung Semarang, Mgr. Albertus Soegijapranata. Setelah itu, berturut-turut belajar di Jerman dan Amerika: Rheinisch Westfaelische Technische Hochschule, Aachen, Jerman (1960-1966), Fellow Aspen Institute for Humanistic Studies, Colorado, AS (1978).

Penghargaan yang pernah Romo Mangun terima antara lain: Penghargaan Kincir Emas untuk penulisan cerpen dari Radio Nederland, Aga Khan Award for Architecture untuk permukiman warga pinggiran Kali Code, Yogyakarta, Penghargaan arsitektur dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) untuk tempat peziarahan Sendangsono, Pernghargaan sastra se-Asia Tenggara Ramon Magsaysay pada tahun 1996. Buku yang pernah ditulis sebanyak 36 buku, buku mengenai Romo Mangun ada 9 buku.

Sastra dan Religiositas, masih menjadi buku unggulan dalam mengulas karya sastra. Artinya, setelah hampir 30 tahun terbit, belum ada buku ulasan sastra yang serupa. Ulasan yang ada masih bersifat konvensional, sekadar mambahas keilmiahan (berkait dengan unsur-unsur intrinksik dan ekstrinksi) dan kesungguhan (berkait dengan nilai, amanat, atau pesan ) suatu karya sastra. Padahal, merunut hakikatnya, karya sastra adalah ungkapan dorongan insani yang sesuai dengan kodrat insanian manusia sehingga menghadirkan keindahan dan kegunaan. Di dalamnya tersurat dan tersirat kelima kerinduan manusia: (1) kerinduan mengungkapkan diri, (2) kerinduan untuk berinteraksi dengan sesame, (3) kerinduan untuk menjalani hidup dengan taat asas dan aturan, (3) kerinduan untuk bersatu dengan alam semesta, dan (5) kerinduan pada asal dan tujuan hidup yaitu Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Sastra dan Religiositas mengulas 18 permasalahan berkait dengan kerinduan hakiki diawali dengan pembahasaan Pada Awal Mula, dan diakhiri dengan pembahasan Godlog Danarto. Religiositas lebih melihat dalam lubuk hati, riak getaran hati-nurani pribadi, sikap sembah, sikap tobat, yang sedikit banyak misteri bagi orang lain karena merupakan intimitas jiwa, cita-rasa yang mencakup totalitas jiwa.
Diterbitkan di: 07 Desember, 2011

Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2236567-sastra-dan-religiositas/#ixzz1gH8fyhnJ

Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern

Menghadirkan tokoh, dalam bidang apapun, adalah usaha untuk memahami kekhususan, daya hidup, daya juang, pemikiran-pemikiran, pengaruh, serta relevansinya dalam konteks hidup kini-sini. Dalam pergumulan dan pergulatan hidup, sadar atau tidak sadari, kita disituasikan dan dibentuk oleh kehadiran tokoh-tokoh dalam bidang apapun.

Buku Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern yang ditulis oleh Dr. Harry Hamersma, diterbitkan pertama kali tahun 1983, sangat bermanfaat bagi mereka yang ingin mereguk pemikiran-pemikiran para filsuf pada abad XIX dan abad XX.

Terbadi dalam 3 bagian. Bagian pertama mengupas Filsafat Barat Zaman Modern terurai dalam 4 Bab. Pertama, Filsafat Zaman Barok dengan menghadirkan Rene Descartes, B. Spinosa, G, Leibniz, dan B. Pascal. Kedua, Filsafat Zaman Fajar Budi dengan menghadirkan J. Locke, G. Berkeley, B. Hums, J.J, Rousseau, dan I. Kant. Ketiga, Filsafat Zaman Romantik dengan menghadirkan J. Fichte, T. Schelling, dan G. Hegel. Keempat, mengupas Kekhususan Filsatar Zaman Modern dengan dua ciri khas yaitu antroposentrisme dan pembentukan subjektivitas modern

Bagian kedua merentangluaskan Filsafat Barat Abad XIX yang terurai dalam 4 bab. Pertama, Filsafat Perancis dengan menghadirkan tokoh A. Comte. Kedua, Filsafat Jerman dengan menghadirkan 5 tokoh: A. Schopenhauer, L. Feurbach, K. Marx, S. Kiergegaard, dan F. Nietzche. Ketiga, mengupas Filsafat Anglosaksen dengan menghadirkan 2 tokoh H. Spencer dan W. James. Keempat, spesifikasi filsafat abad XIX.

Bagian ketiga membahas Filsafat Barab Abad XX yang terurai dalam 4 bab. Pertama, mengupas filsafat Perancis abad XX dengan menghadirkan dua tokoh yang sangat berpengaruh hingga kini yaitu H. Berson dan J.P. Sartre. Kedua, mengupas peran filsafat Jerman dengan menghadirkan tiga tokoh yang sangat berpengaruh pada abad XXI ini yaitu E. Husserl, K. Jaspers, dan M. Heidegger. Ketiga, mengupas filsafat Anglosaksen dengan menghadirkan A.N. Whitehead, B. Russel, dan L. Wittgenstein.

Keistimewaan Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, pembahasan setiap tokoh selalu dilengkapi dengan biografi singkat, karya-karya yang dipublikasikan, pokok-pokok pemikiran, serta pengaruhnya dala kehidupan hingga kini. Demikian juga penghadiran konteks social, politik, ekonomi yang berkembang sehingga semakin membantu pembaca memahami peran tokoh.

Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, sangat penting dan perlu bagi mereka yang ingin belajar filsafat.

Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2237133-tokoh-tokoh-filsafat-barat-modern/#ixzz1gH89bqCa

TETESAN EMBUN JEES: JS KAMDHI: Tuhan masih adakah Ruang untukku

romojs/shvoong

Tuhan masih adakah Ruang untukku

Tuhan masih adakah ruang untukku bila
semua-mua mengingkari jatidiri bila
semua-mua mengumbar nafsu angkara bila
semua-mua adigang, adigung, adiguna

Tuhan masih adakah ruang untukku bila
udara semakin tercemar suara-suara kebohongan bila
air tidak lagi steril karena halal segala cara bila
tanah tak lagi subur karena kemungkaran dan kemunafikan

Tuhan bila tidak ada lagi ruang untukku
aku tetap bertahan walau
terhimpit pedih perih
kini

REFLEKSI : 104 PAHLAWAN NASIONAL ROBERT WOLTER MONGISIDI

Robert dilahirkan di Malalayang< Manado,   anak ke-4 dari Petrus Mongisidi dan Lina Suawa,   14 Februari 1925. Panggilan akrab Robert...