Izaak Huru Doko
lahir di Sabu, Nusa Tenggara Timur, 20 November 1913. Wafat di Kupang, Nusa
Tenggara Timur, 29 Juli 1985, usia 71 tahun. Izaak Huru Doko adalah Pahlawan
Nasional Pertama dari Nusa Tenggra Timur.
Ia bersekolah di Hollandsche Indlandsche
Kweekschool (HIK, Sekolah Guru) di Bandung bersama Herman Johannes
(Pahlawan Nasional).
Tahun
1937 Cak Doko, nama panggilan Izaak Huru Doko, menamatkan sekolahnya dan ditempatkan
sebagai guru muda pada Openbare Schakel School di kota Kupang, ibukota
keresidenan Timor. Dengan motto: “memerangi
kemiskinan dan ketertinggalan melalui pendidikan” ia banyak berhasil
membimbing kader perpendidikan didaerahnya.
Ia pun aktif dalam politik dengan membentuk
sekaligus menjadi ketua partai politik “Perserikatan Kebangsaan Timor”
yang berazaskan Nasionalis/Kebangsaan dengan tujuan mencapai Indonesia merdeka.
Doko
memimpin Timorsche Jongeren (Pemuda Timor) dengan tujuan
mempersatukan para pelajar Timor dan memiliki beberapa cabang yang tersebar di
kota-kota besar di Indonesia. Ia juga merintis berdirinya partai
politik bernama Perserikatan Kebangsaan Timor dan menjadi ketua pada partai
tersebut.
Saat pendudukan Jepang, Doko ia diangkat
menjadi Kepala Bunkyo Kakari (Pengajaran/Penerangan) yang menangani
pendidikan, kesehatan, penerangan, dan keagamaan, sejak tahun 1942 hingga 1945. Ia
mengasuh surat kabar Timor Syuho untuk memelihara cita-cita
kemerdekaan Indonesia.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia,
Izaak Huru Doko mendirikan Partai Demokrasi Indonesia yang memiliki cabang di
Flores, Sumba, dan Sumbawa. Ia mendapat
mandat dari Partai Demokrasi Indonesia untuk memperjuangkan zelfbeschikkingsrecht
(hak menentukan nasib sendiri) bagi bangsa Indonesia dan mempertahankan Negara
Kesatuan Republik Indonesia serta menghapuskan Korte Verklaring (Plakat
Pendek)
Izaak Huru Doko dinobatkan sebagai pahlawan
nasional pada tahun 2006 atas sumbangannya kemerdekaan Indonesia bersatu. Ia
juga dianugerahi Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana berdasarkan
Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 085/TK/2006 pada tanggal 3
November 2006.
Pahlawan Nasional Indonesia, Pahlawan
Nasional PERTAMA, asal Nusa Tenggara Timur (NT), dikenal aktif dalam memperjuangkan dan mempertahankan
kemerdekaan RI. Selama penjajahan Jepang, ia turut memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia melalui surat kabar asuhannya, Timor
Syuho.
Dukungan terhadap kedaulatan RI setelah
proklamasi ditunjukkan saat ia terlibat sebagai anggota parlemen dan menteri
Negara Indonesia Timur (NIT).
Bersama Herman Johannes, seorang mahasiswa
Technische Hogeschool (sekarang ITB), ia memimpin perkumpulan Pemuda Timor
(Timorsche Jongeren) yang memiliki cabang yang tersebar di kota-kota besar di
seluruh Indonesia. Bahkan, jabatan Ketua Partai Politik Perserikatan Kebangsaan
Timor di Kupang juga pernah dipercayakan padanya.
Partai yang berasaskan nasionalisme
kebangsaan itu mempunyai tujuan mencapai Indonesia merdeka. Saat Jepang
menduduki Tanah Air, ia diangkat menjadi Kepala Bunkyo Kakari
(Pengajaran/Penerangan) di Kupang terhitung sejak 1 Maret 1942 hingga 1945.
Saat
Jepang menyerah, dan tentera
Australia/sekutu mendarat di pulau Timor, Cak Doko bersama Tom Pello
mengorganisir tenaga-tenaga Nasionalis untuk menghadapi Pemerintah Reaksioner
Belanda (NICA) bersama kaki tangannya yang membonceng pendaratan tentera
Sekutu.
Tanggal 22 Agustus 1945, dalam sebuah rapat
raksasa beliau berpidato di depan Penguasa Jepang dan rakyat Amarasi tentang
perjuangan rakyat Timor untuk memperoleh kemerdekaan, dan pada tanggal 24
Agustus 1945, Jepang menyerahkan kekuasaan Pemerintahan Kota Kupang kepada Dr.
Gabeler, Tom Pello dan I.H.Doko.
Beliau kemudian mendirikan dan mengetuai
Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Timor sebagai penjelmaan Perserikatan
Kebangsaan Timor (PKT). Beliau turut aktif dalam penyelesaian masalah
pemulangan para Heiho dan Romusha yang umumnya didatangkan bala tentera Jepang
dari pulau Jawa.
Pada Konperensi Malino 1946 beliau menjadi
Penasihat utusan daerah Timor dengan mandat untuk memperjuangkan
“zelfbeschikkingsrecht” bagi bangsa Indonesia, tetap mempertahankan negara
kesatuan RI dan menghapuskan korte verlaring dari daerah-daerah swapraja.
Karena kegigihan dan keteguhan dalam memperjuangkan aspirasi untuk merdeka dalam
negara kesatuan RI, van Mook (Gubernur Jenderal) menamakannya: “ayam jantan
dari Timor” (buku: Malino bouwt een Huis).
Pada tanggal 14 Maret 1950 dalam Kabinet
Anak Agung Gde Agung beliau diangkat sebagai Menteri Pengajaran NIT dalam
lingkungan RIS. Dan sering bertindak mewakili Perdana Menteri berhubung Perdana
Menteri sering meninggalkan Makasar untuk konsultsi dengan Pemerintah
RI-Yogyakarta.
Dalam rangka pembubaran Negara Indonesia
Timur, beliau bertugas sebagai wakil Sekretaris Jenderal Kementrian Pengajaran
NIT dalam kabinet Likwidasi dibawah Ir. Putuhena (bekas Menteri PUT-RI di
Yogya). Beliau sempat ditahan saat APRI dibawah pimpinan Kol. Kawilarang
mendarat dan menduduki kota Makassar, tetapi kemudian dibebaskan tanpa syarat.
Beberapa jabatan penting kenegaraan RI,
Jakarta, ia tolak dan ingin lebih membaktikan diri pada bidang pendidikan di
daerah. Demikian pula desakan beberapa partai politik seperti Parkindo, PNI
yang mencalonkannya sebagai Gubernur pertama NTT, beliau tolak dengan alasan
yang sama yaitu ingin mengabdi dibidang pendidikan.
Jabatan Kepala Inspeksi Pengajaran Sunda
Kecil berkedudukan di Singaraja (Bali) beliau pegang sejak 1950 s.d 1958 dan
sehubungan dengan pemekaran daerah dan terbentuknya propinsi NTT ditahun 1958,
beliau diangkat menjadi Kepala Perwakilan Departemen P dan K Provinsi NTT
berkedudukan di Kupang.
Jabatan ini dipangkunya sampai saat pensiun
ditahun 1971, dengan pangkat Pegawai
Utama, golongan IV/D. Untuk jasanya dalam bidang pendidikan ini Pemerintah
Indonesia melalui Departemen Sosial menganugerahkannya Bintang Sosial dengan
gelar Pahlawan Pendidikan.
Pada tahun 1957 beliau menjadi anggota
perutusan Propinsi Sunda Kecil ke Musyawarah Nasional I dan II dalam usaha
mempersatukan kembali Dwi Tunggal Soekarno-Hatta, dan dalam tahun 1961 menjadi
Anggota Front Nasional Nusa Tenggara Timur dan Anggota team Indoktrinasi NTT.
Pada Gerakan 30 September tahun 1965 oleh PKI, beliau termasuk dalam daftar
orang yang harus dilenyapkan.
Sampai dengan masa pensiunnya beliau tetap aktif
dalam berbagai jabatan dibidang Pendidikan, Gerejawi dan Sosial:
1) mengetuai
Yayasan Pendidikan Kristen NTT (Yupenkris),
2) Dewan penyantun
APDN,
3) mendirikan
Akademi Teologia Kupang,
4) mendirikan
Universitas Kristen Artha Wacana, Kupang;
5) Dekan Koordinator
IKIP Malang ,Cabang Kupang,
6) Anggota
Presidium dan Dewan Penyantun Universitas Nusa Cendana-Kupang,
7) Penasihat Sinode
Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT),
8) Ketua Palang
Merah Indonesia NTT.
Dalam
jabatan sebagai Ketua PMI ini beliau pernah harus mundar-mandir dari Kupang ke
Surabaya untuk mengantar para pengungsi dari Timor Portugis sehubungan
pergolakan ditahun 1974. Untuk pengabdian kemanusiaannya ini Palang Merah
International yang berkedudukan di Swiss memberikan Piagam Penghargaan.
Atas jasa-jasa beliau, Pemerintah RI dengan
Keputusan Presiden RI Nomor: 085/TK/Tahun 2006 tanggal 3 Nopember 2006
menganugerahi Bintang Mahaputera Adipradana dan Gelar Pahlawan Nasional dalam
suatu upacara di Istana Negara pada tanggal 9 Nopember 2006.