Minggu, 18 Januari 2009

JS KAMDHI: TETESAN KEPRIHATINAN (KOMPAS FORUM)

Anggota dewan seumur hidup

menjadi anggota dewan seumur hidup, waaah enaknya
pensiun komisaris, direktur, menteri, menjadi gubernur atau bupati,
waaah enaknya

lalu kemana anak-anak bangsa
yang masih penuh idealis dan cita-cita?
waaah, susahnya

coba bayangkan untuk mendapat kerja
ada persyaratan pengalaman sekiannnn tahun
waaah, susahnya

bagaimana mendapat pengalaman
bila lulus S1 atau S2
semua pintu tertutup rapat

Lho, lha iya...

bayangkan saja sejak 1971 di senayan
sekarang masih genthayangan dengan partai baru
pensiun ini-itu (gila nggak usia pensiun 70 tahun-un)
ngebet jadi anggota dewan, bupati, walikota, gubernur

tolong dong ah, lembaga survei-vei
itunglah
jangan hanya yang itu-itu melulu

hidup anak muda yang berdikari

Edit/Delete Message

Kapitalis

konversi minyak tanah menjadi gas bikin kalang kabutan
minyak tanah menghilang
gas menguap
lagi-lagi rakyat sengsara

dan
kalian terbahak, " Siapa bisa melawanku?
kita harus licin seperti belut
rakus seperti tikuss!

Kapitalis-lis

ekonomi kita ekonomi kapitalis
gula petani diterjang gula impor kapitalis
beras petani terkubur beras impor kapitalis
bawang-merah membusuh karna bawang-merah impor kapitalis
bahkan, sekolah-sekolah tlah dijual oleh kapitalis
kota besar-kecil dipenuhi supermarket dan minimarket kapitalis

rakyat tetap tidak sejahtera
sampai kapan?

JS KAMDHI : TETESAN KEPEDULIAN (KOMPAS FORUM)

Penggusuran

selalu dan terus terjadi di seluruh pelosok negeri
berpuluh tahun telah menghuni
bayar listrik, air, dan jasa rukun warga
kenapa di negeri berperikemanusiaan lebih tidak manusiawi
kenapa di negeri berkeadilan lebih banyak yang ditumbalkan

Edit/Delete Message

Bertahun-tahun

bila telah menghuni berpuluh tahun
punya listrik
punya telpon
siaptah yang salah

Edit/Delete Message

Silaturahmi...

jakarta memang pesona
sebab uang-kuasa-kenikmatan berpusat di sana

setiap habis lebaran bertambah pendatang
lha, apakah pernah ada silaturahmi
antargubernur DKI dengan gubernur tempat asal rakyat
yang mengadu nasib di DKI

bicara dari hati ke hati mencari solusi...

Edit/Delete Message

Pamong Praja

mengapa harus menggertak-memukul-menyita
mengapa tegur sapa-silaturahmi tidak terjadi
yang kalian hadapi bukan tapir atau badak
mereka manusia yang punya nyali demi anak-istri
tidak dengan mencuri-merampok-korupsi

Pamong Praja?
pahamkah kalian maknanya?

Edit/Delete Message

Lha, Iya ya...

lha itu masalahnya
ada yang diadu domba
di mata jelata siapa yang bengis tak berperikemanusiaan
satpol PP kan?
kenapa penghuni tergusur
bisa punya saluran listrik, telepon, gas, atau PDAM
bayar ini-itu
sah sebagai penghuni
tapi sah dikorbankan

Edit/Delete Message

Kedongdong...

halus, bersih, memikat di luar
berserabut di dalam
inilah kepemimpinan kita saat ini

munafik!
miris hati ini setiap saat baca dan lihat
anak bangsa dipukul-dirampas hak usaha dan hak hidup
bukankah mereka pemilih sah negeri ini?
bukankah UUD 1945 menjamin mereka?

Kepiting


beribu-ribu kepiting memasuki gedung-gedung perkantoran
gesit-lincah
beribu-ribu orang lapar menangis
di jalan raya
di tempat gusuran
di trotoar-trotoar

kepiting sawah pandai membuat lubang
kepiting pantai piawi berjalan mundur

wah,
berjuta-juta kepiting sawah-pantai
berbaris rapi dari sabang-merauke

Heran...

sekolah berlomba-lomba bilingual
bukan pencerdasan anak bangsa
bukan memanusiakan manusia muda

sekolah berlomba-lomba (bahkan untuk TK)
menjadikan tunas bangsa sebagai balon
bukan tanaman muda

aku bertanya
tidakkah akan hilang kebanggaan
berbahasa satu bahasa Indonesia
bernegeri satu negeri Indonesia

Kenapa...

kenapa tikus-tikus sawah tidak ditembak mati saja Pak Polisi?
kenapa
antek-antek kapitalis penyengsara petani (aku anak petani dari Sleman yang rindu
pulang)
diberi ampunan?

Pak Polisi, usut sampai ke sarangnya
selaksa derita
petani rasa
panen raya, beras impor melindas
tebu rakyat menjadi gula, gula
impor melindas

tikus-tikus sawah antek-antek kapitalis
adalah jilmaan sarpakena
yang srakah
dan licik

Lho, lha iya...

bayangkan saja sejak 1971 di senayan
sekarang masih genthayangan dengan partai baru
pensiun ini-itu (gila nggak usia pensiun 70 tahun-un)
ngebet jadi anggota dewan, bupati, walikota, gubernur

tolong dong ah, lembaga survei-vei
itunglah
jangan hanya yang itu-itu melulu

hidup anak muda yang berdikari

Kamis, 15 Januari 2009

JS KAMDHI: TETESAN EMBUN JANUARI 2009

TetesaN Embun

Januari 2009

Berserah dalam Pelayanan

TAHUN BARU NO. 01/Th. I/1/2009

Mengapa Tetesan Embun?

Kini, kebenaran telah punah di negeri jamzrud khatulistiwa. Kebohongan, pura-pura, kepalsuan, bertebaran di setiap jengkal. Terganggulah relasi. Hilanglah dialog batin rohani. Suasana hidup penuh rekayasa. Basa-basi, tak ada spontanitas.

Sayang, banyak orang menolak yang benar. Yang benar menjadi samar. Yang jujur menjadi hancur. Yang adil menjadi kerdil. Yang setia merana! Menyatakan dan mengatakan yang tidak benar menjada ”gaya hidup”. Benarlah filsuf-penyair John Wolgang von Gothe, ”Kebenaran adalah cahaya yang menyilaukan, sehingga orang lebih suka menutup mata.”

Dari dunia binatang kita bisa belajar bagaimana berinteraksi, bersosialisasi, dan bertahan dalam tantangan-himpitan-cobaan. Seolah, binatang dibekali kemampuan menyesuaikan diri. Ikan, misalnya, meskipun hidup di laut dengan air yang asin, tetapi tidak menjadi asin. Ada daya yang luar biasa hingga tak dilibas situasi, tetapi mampu menciptakan situasi. Tidak terkondisikan, tetapi mengkondisikan.

Lalu, dengan langkah dan gerak jiwa manakah tahun baru, 2009, akan kita jalani?

Menjadi CITRA ALLAH

Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita dengan lidah kita mengutuk manusia yang dicipta serupa Bapa dan dari mulut yang satu keluar kutuk dan berkat (Yakobus 3: 9-10)

Banyak orang mudah takut dan bingung. Banyak orang mudah marah tanpa sebab. Banyak orang mudah gelisah. Cemas, was-was, khawatir tanpa tahu mengapa harus demikian. Banyak orang menjadi cuek, masa bodoh, apatis tanpa tahu mengapa harus bersikap begitu.

Hal tersebut sangat manusiawi. Sebab, dalam hidup keseharian, kita hanya berhenti pada suasana yang tercipta atau kita ciptakan. Kita berdiam diri, menyerah, pasrah. Tak bernyali menjari solusi. Atau, mencari ’causa prima’; penyebab utamanya.

Dalam situasi ini kita menghindar dan berkelit. Seolah, tidak terjadi apa-apa. Kita menyimpan dalam-dalam ke alam bawah sadar. Tak ada daya membongkar dan memperbaharui, menanggalkan dan mengenakan, menafsir dan menaksir ulang arah dan tujuan hidup. Tak ada keberanian dan kejujuran untuk kembali ke panggilan kodrati: menjadi citra Allah.

Menjadi citra Allah tidaklah mudah-populer-memikat untuk saat ini. Terlebih, di tengah dunia yang mengagungkan kemewahan, penampilan, lahiriah, instan menjadi citra Allah adalah kontroversial-kampungan-kuno-udik. Sehingga, harga diri dan jatidiri sebagai ’ciptaan yang paling agung telah hilang dari bumi yang berketuhanan. Lihat saja, siapa yang menghuni Lembaga Pemasyarakatan? ”Orang-orang terhormat” dan ”kaum cerdik-pandai”!

Santo Agustinus, Uskup dan Pujangga Gereja, menyodorkan empat karya besar sebagai solusi menjadi citra Allah: Confessiones, De Trinitate, De Natura et Gratia, dan De Civitate Dei.

Setiap orang harus bertobat (confessiones) agar menemukan Bapa-Putra-Roh Kudus (De Trinitate). Dengan demikian hidup dan kehidupan dihayati sebagai rahmat dan karunia (de natura et gratia): suka-duka, gagal-sukses, gembira-sengsara, sakit-sehat. Dengan demikian, Tuhan merajai hidup dan kehidupan (de civitate Dei). Dengan bertobat-mengalami-mensyukuri-melakukan kehendak-Nya, kita menjadi citra Tuhan. Tanpa keempat Jalan Agustinus tidak mungkinlah kita rukun pada diri sendiri, rukun pada sesama, rukun pada alam semesta.

Kesadaran akan jalan kesadaran Agustinus, setiap orang beriman kristiani akan menjadi garam, terang, dan ragi. Selalu terlibat dan melibatkan diri dalam pemberdayaan dan penebusan. Cepat mengerti, lambat mengadili. Cepat menangkap, lambat komentar!

Mengapa harus cemas-gelisah-takut-khawatir bila kita hidup dalam citra Allah? Kita akan semakin kuat dan tahan banting. Cepat mengampuni dan cepat melupakan kesalahan orang. Dan, seperti Daud kita mengucap setiap saat, ”Sekalipun berjalan di lembah kelam, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku.”

Pertolongan Tuhan kepada kita menjadi nyata dalam dan melalui aneka perlakuan yang terarah pada kita, entah yang enak maupun tidak enak, yang sesuai atau tidak sesuai dengan selera pribadi kita.

"Jangan takut kesulitan sebelum kesulitan menyulitkanmu"


INSPIRASI

Berkat Tuhan

Pada musim hujan seperti ini, air sungai akan tampak keruh. Dapat dipahami karena lumpur, sampah, terbawa arus. Hanya, satu hal yang pasti ikan-ikan tetap bertahan. Tetap lincah. Gembira-ria.

Keruhnya air diyakini melimpah rezeki. Makanan berlimpah. Ikan-ikan berpesta. Dan, hanya ikan-ikan yang melompat dari keruhnya airlah yang kelaparan. Ikan-ikan yang kawatir akan mati, hidup tak nyaman, dan menghindar dari keruhnya air.

Rahmat di balik penderitaan, itulah kenyataan”. Jika Anda bertanya bagaimana mungkin ikan dapat mencari makanan di air keruh, silakan Anda merenungi hidup Anda dengan bertanya, ”Bagaimana mungkin Anda dapat mempe-roleh berkat dari keruhnya sungai kehidupan?”

Blencong

Blencong (bukan bencong) adalah lampu di atas Ki Dalang pada saat mengadakan pertunjukan wayang kulit. Karena blencong itulah lahir bayangan yang bisa ditonton di balik layar (kelir) tempat Ki Dalang memainkan wayang. Ada bayangan yang mengganggu pertunjukan, bila kelir (layar) itu kotor dan bernoda. Bayangan akan menjadi kabur, apalagi bila wayang jauh dari kelir.

Wayang adalah penghadiran kehidupan manusia. Setiap orang memiliki peran: raksasa, satria, cendekia, pendeta, prajurit, raja, ratu. Peran akan berakhir bila pertunjukan Ki Dalang telah berakhir.

Orang lain melihat bayangan kita, perilaku dan jatidiri kita, dari balik kelir/layar pertunjukan. Hati yang culas, kotor, penuh curiga, materialis, hedonis menciptakan bayang-bayang yang suram-kabur. Sebaliknya, jiwa murni-tulus-suci-rendah hati akan menghadirkan bayangan penuh pesona, mimikat, dan enak ditonton. Sinar kasih Allah akan memancar dan memantulkan kasih, harapan, dan daya juang.

Semprong

Pernahkah Anda mendengar kata semprong. Kue semprong sangat gurih, enak, dan lezat. Sebagai cemilan kue semprong sangat diminati.

Di pedesaan, semprong berkaitan dengan masak-memasak. Semprong yang satu ini sempat menghilang. Orang meninggalkan karena takut dibilang ”kutu kupret”

(pinjam istilah Tukul). Kini, semprong yang terbuat dari satu ruas bambu ini diminati lagi: akibat konversi minyak tanah sehingga masak-memasak kembali menggunakan kayu bakar. Dus, bila api padam, semprong digunakan untuk ’menghidupkan api” dengan cara ditiup.

Masih di pedesaan ”semprong yang ini” berkait dengan penerangan. Terbuat dari kaca, tipis, dan digunakan untuk melindungi ”nyala api dari dian”. Sering, semprong berjelaga karena sumbu minyak sering bernyala terlalu besar. Kalau sudah demikian, sinar menjadi buram.

Kita pun semprong juga. Tentu, semprong terakhir . Nyala api adalah Sang Immanuel. Kitalah semprongnya. Berjelagakah kita?

Kepiting Pantai

Pernah pesiar di pantai? Ya, di atas pasir bersih kita akan melihat banyak kepiting. Lucu, gesit, membuat gemas. Suatu hari ”Sang Induk Kepiting” memarahi anak-anaknya. Katanya, ”Hai, kenapa kalian berjalan mundur? Lihat, teman-temanmu slalu berjalan maju! Memalukan!”

Anak-anak kepiting bungkam. Tertunduk. Lesu. Hening. Lamaaa sekali. Tiba-tiba, salah satu anak kepiting berteriak keras, ”Ibu, bukankah kami belajar berjalan dari ibu? Bukankah selama ini ibu mengajari kami berjalan mundur?”

Sang ibu pun tertunduk. Malu. Sangat malu.

PESONA

Namanya Eroh. Usia 67 tahun. Pendidikan terakhir Kelas 3 SR (SD). Alamat Kampung Pasirkadu, Desa Santanamekar, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya. Pernah mendapat penghargaan (1) Pekan Penghijauan Narional, (2) Pekerja Sosial Masyarakat, (3) Kalpataru, (4) Penghargaan 500 Besar Dunia dari UNEP PBB.

Ibu Eroh pernah disangka ”gila” oleh RT-RW-Kuwu. Betapa tidak? Nenek renta yang menghidupi suami (lumpuh) dan anaknya dengan mencari jamur kayu itu bercerita telah menembus delapan bukit. Bahkan, tetangga pun menganggap Ibu Eroh memang gila.

Benarkah Ibu Eroh gila?

Dua tahun Ibu Eroh, yang terispirasi sebuah sungai dengan aliran deras tetapi terhalang delapan bukit dan hutan, sungguh ditaklukkan. Tiap subuh sebelum mencari jamur kuping ibu Eroh menggali dan menggali. Parit sepanjang dua kilometer lebih selesai hampir dua tahun. Menembus delapan bukit dan hutan. Berkelok-kelok bak seekor naga.

Sendirian? Memang! Selama dua tahun lebih ”meraih mimpi kampung nan subur makmur”, ibu Eroh telah menghabiskan dua buah cangkul, singkup empat buah, dan sebuah linggis. Semuanya dibeli dengan menyisihkan penjualan jamur kuping yang ia kumpulkan sehabis ”menjalani ide gila: mengalirkan sungai ke kampungnya”.

Panas terik, guyuran hujan tak mematahkan semangat nenek renta, ketika itu usia sudah 59 tahun? Dan, tak ada orang yang tahu ”kerja ibu Eroh”. Namun, begitu parit mendekati kampung, ibu Eroh meminta perangkat desa dan penduduk membantunya. Tapi, apa didapat ”dianggap gila”.

Dari ”impian gila dan dianggap orang gila” inilah Ibu Eroh berjabat tangan dengan presiden dan dinobatkan PBB sebagai 500 besar Dunia. Dan. Apakah mimpi kita

REFLEKSI : 104 PAHLAWAN NASIONAL ROBERT WOLTER MONGISIDI

Robert dilahirkan di Malalayang< Manado,   anak ke-4 dari Petrus Mongisidi dan Lina Suawa,   14 Februari 1925. Panggilan akrab Robert...