Senin, 29 Maret 2021

REFLEKSI 99 : NGELES

Bacaan Injil dalam Ekaristi, 15 November 2020, diambil dari Matius 25: 14-30. Yesus menyampaikan alegori tentang Kerajaan Surga. Diungkapkan secara gamblang seseorang yang akan bepergian ke luar negeri. Kepada para hamba,orang yang a,orang yang akan bakan bepergian itu, mempercayakan haranya pada hamba-hambanya.

 

Ada dua tanggapan, sikap, dan perilaku sang hamba. Pertama, hamba yang cerdas menanggapi kepercayaan tuannya, sehingga talenta berlipat ganda. ,  ‘Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba yang baik dan setia!  Karena engkau telah setia memikul tanggungjawab dalam perkara yang kecil,  maka aku akan memberikan kepadamu  tanggungjawab dalam perkara yang besar.  Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.’ 

 


Kedua, hamba yang “ngeles atau berdalih, sehingga talenta dipendamnya. “ Hai engkau, hamba yang jahat dan malas!  Engkau tahu bahwa aku menuai di tempat aku tidak menabur, dan memungut di tempat aku tidak menanam.  Seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya. Sebab itu ambillah talenta itu dari padanya  dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh talenta itu. Karena setiap orang yang mempunyai, akan diberi sampai ia berkelimpahan.  Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun yang ada padanya akan diambil.  Dan buanglah hamba yang tidak berguna itu  ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sana akan ada ratap dan kertak gigi.”

Sekurang-kurangnya ada  alegori berkait dengan Kerajaan Surga yang Yesus sampaikan: kebun anggur, undangan pesta perkawinan, dan 5 gadis bijaksana dan 5 gadis bodoh, kisah anak Zebedius yang meminta POSISI pada Yesus. Ada kesamaan pesan, tuntunan hidup, dan kehendak bebas.

Tuhan menginginkan kita menjadi pemenang, bukan pecundang. Tidak ada alasan bagi kita untuk hidup dengan dikuasai keadaan, dikuasai situasi, tertekan, atau apatis, akhirnya NGELES atau Berdalih.Tidak peduli berapa kali kita sering gagal, jatuh, terpuruk, bangun-berdiri-tebarkan benih. Tuhan melihat niat-kemauan kita, Tuhan akan memampukan kita.

“Ngeles”, memang sudah ada semenjak Kain-Abil, kisah Esau-Yakob, bahkan terjadi juga para murid. Semisal, Petrus, sebelum ayak berkokok, kata Yesus, Petrus akan “ngeles” 3 kali.

Mungkin anda sedang protes, untuk apa berdoa, untuk apa baca Alkitab? Untuk apa saat teduh? Jangan izinkan tangan anda melambaikan bendera putih,  penyerahan diri. Hendaknya berdesah. Aku akan keluar dari kondisiku. Aku mungkin telah lama sakit, tapi aku tahu penyakitku akan lenyap. Aku akan bagun-pergi-tabur benih. Aku tidak akan menerima keadaan biasa-biasa saja, aku harus menjadi luar biasa. Jangan hanya jadi burung puyuh, Tuhan menghendaki anda untuk menjadi rajawali. Inilah iman. Tak peduli siapa atau apa yang membuat anda jatuh terpuruk? Bangun-berdiri-tebar benih. Belajarlah, untuk selalu bahagia, bahkan saat segala sesuatu tidak sesuai dengan keinginan anda, tidak masuk akal, semena-mena.   Saat banyak orang menghadapi kesukaran lalu mengenakan baju kebimbangan yang menutup tekad mereka, terima segala hal yang menimpa anda dengan tangan terbuka.

Percaya dan yakinlah, kita diciptakan bukan kalah. Kita diciptakan untuk menjadi pemenang. Inilah iman. Dan, itulah sikap yang Tuhan kehendaki.  Kini, saat ini, pengaruh roh negatif adalah kecenderungan manusia untuk ingin segala sesuatu terjadi seketika, tersedia seketika, berhasil seketika, kaya-raya seketika.

Saat kita memahami waktu Tuhan yang tepat,-semua ada waktunya, kita menjadi pemenang. Saat kita memahami waktu Tuhan yang tepat. semua ada waktunya, kita akan merasa damai-sejahtera karena pada saat yang tepat Tuhan menepati janji-Nya.

Saat kita memahami waktu Tuhan yang tepat, semua ada waktunya, anda menghayati hidup dalam ketulusan. Inilah iman. Dan, itulah sikap yang Tuhan kehendaki. 

Saya sangat mengagumi Romo Mangun. Beliau, sungguh kristiani sejati. Meneladan Yesus yang membela rakyat tertindas menjadi pilihan Romo Mangun. Dari hati, tenaga, pemikiran dan perhatian hingga organ tubuhnya diserahkan demi mereka.

Sejam setelah Romo Mangun meninggal, kontroversi tentang bagaimana pemakaman jasadnya muncul. Rekan-rekan dekatnya tahu, Romo Mangun ingin agar jenazahnya tidak dikuburkan melainkan disumbangkan untuk ke Fakultas Kedokteran yang terdekat. la ingin organnya dipakai untuk ilmu pengetahuan. Tentu saja, para sahabat dan masyarakat tidak tega melaksanakan keinginan terakhir Romo Mangun yang memiliki motto imamat, "Agar Nama Tuhan dan Gerejanya dimuliakan".

Sahabat, yang pertama dan utama dalam menziarai hidup ini, apa yang dapat kita perbuat dalam membawa Kerajaan-Nya turun ke tengah-tengah keluarga, komunitas, tempat kerja. Bila kita berjuang demi kerajaan Tuhan, pastilah kita hidup dalam kerendahan hati.

Berkeerendahan   hati adalah pergulatan yang harus dihidupi dan dihidupkan setiap saat. Berkerendahan hati laksana biji: bertunas, bertumbuh, berkembang, dan berbuah. Berkerendahan hati bukan seperti balon: dapat direkayasa. Berekerendahan hati adalah ’kesediaan’ hidup bersama dalam perbedaan. ”Bersama-sama menjadi satu, sama untuk bersendiri-sendiri.”  

Tegasnya, berkerendahan hati adalah wujud terdalam religiositas: menempatkan orang lain sebagai orang yang berharga dan penting!

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

REFLEKSI : 104 PAHLAWAN NASIONAL ROBERT WOLTER MONGISIDI

Robert dilahirkan di Malalayang< Manado,   anak ke-4 dari Petrus Mongisidi dan Lina Suawa,   14 Februari 1925. Panggilan akrab Robert...