Minggu, 20 Juni 2021

REFLEKSI : 102 PAHLAWAN NASIONAL BERNARD WILHELM LAPIAN

Bernard Wilhelm Lapian lahir di Kawangkoan, 30 Juni 1892. Wafat di Jakarta, 5 April 1977, usia 84 tahun.  Bernard Wilhelm Lapian  berjuang dari zaman Belanda, Jepang, sampai pada zaman kemerdekaan Indonesia.

Ayahnya bernama Enos Lapian dan ibunya bernama Petronella Geertruida Mapaliey. Karena jabatan ayahnya sebagai kepala Sekolah Rakyat (Volksschool) di Kawangkoan, Lapian bisa masuk sekolah dasar bahasa Belanda (Amurangse School) di Amurang, sekitar 40 kilometer dari Kawangkoan.

Lapian berusia 17 pada tahun 1909 ketika ia mulai bekerja di perusahaan pelayaran Belanda KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij). Dia bekerja untuk KPM selama 20 tahun. Pada awalnya ia bekerja di atas kapal, tapi pada tahun 1919 Lapian mendapat tanggung jawab sebagai hofmeester yang mengurus logistik kapal dan bekerja di Batavia.

Pada saat dia berada di Batavia, ia mengirim artikel-artikel ke surat kabar Pangkal Kemadjoean dengan fokus memerangi kolonialisme Belanda. Dia juga menerbitkan surat kabar bernama Fadjar Kemadjoean (1924–1928) yang berisi tulisan-tulisan berkaitan dengan memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia  Kemudian pada tahun 1940, ia menerbitkan sebuah koran lokal di Kawangkoan bernama Semangat Hidoep.

Lapian pernah menjadi wakil rakyat dalam dua kapasitas, yang satu dalam wilayah lokal dan satu lagi untuk seluruh Hindia Belanda. Dari 1930 hingga 1942, ia adalah anggota dewan lokal yang disebut Dewan Minahasa (Minahasaraad) di Manado. Anggota dewan ini mewakili orang-orang di seluruh wilayah Minahasa dan Lapian mewakili rakyat dari Kawangkoan. Pada tahun 1938, Lapian juga menjadi anggota Dewan Rakyat untuk Hindia Belanda (Volksraad) di Batavia. Dia bergabung dengan Fraksi Nasional yang dipimpin oleh Mohammad Husni Thamrin. 

 Tag: Bernard Wilhelm Lapian - Sosok BW Lapian, Tokoh di Balik Peristiwa  Merah Putih 14 Februari 1946, Jabat Wali Kota Manado - Tribun Manado

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, di mana semua gereja Kristen berada di bawah naungan satu institusi Indische Kerk) yang dikendalikan oleh pemerintah, Lapian bersama tokoh-tokoh lainnya (termasuk Sam Ratulangi dan AA Maramis) mendeklarasikan berdikarinya Kerapatan Gereja Protestan di Minahasa (KGPM) pada bulan Maret 1933.

KGPM adalah suatu gereja mandiri hasil bentukan putra-putri bangsa sendiri yang tidak bernaung di dalam termasuk.  Pada mulanya, Lapian diangkat sebagai sekretaris. Dia kemudian diangkat sebagai ketua KGPM pada tahun 1938 dan dalam jabatannya ia membantu mendirikan 16 sekolah dasar dan 17 sekolah menengah.

 

Pada akhir Perang Dunia II, Indonesia memproklamasikan, 17 Agustus 1945,  pada 17 Agustus 1945. Namun, Belanda “tetap bernafsu menguasai Indonesia”, denga dibantu sekutu.

 

Tanggal  14 Februari 1946, sekelompok prajurit Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) di Manado.  Dengan  bantuan pemuda setempat dan pejuang kemerdekaan,  para perwira KNIL, tertangkap.  

 

Pada tanggal 16 Februari 1946, Lapian yang merupakan Residen Manado,  ditunjuk menjadi kepala pemerintahan Republik Indonesia di Sulawesi Utara. Keadaan ini berlangsung hingga 10 Maret 1946. ketika Belanda berhasil menduduki Manado,  Lapian ditangkap dan dipenjarakan di Manado. Dia dipindahkan ke Cipinang, Jakarta,  1947.  Kemudian, dipindahkan ke Sukamiskin, Bandung, 1948. Ia dibebaskan pada tanggal 20 Desember 1949, sesudah Konferensi Meja Bundar.  

 

Lapian menjadi Penjabat Gubernur Sulawesi, tanggal 17 Agustus 1950 dan menjabat sampai 1 Juli 1951. Selama masa jabatannya sebagai pejabat gubernur, Lapian membuka dan mengembangkan daerah di sekitar Dumoga di Bolaang  Mongondow, untuk pemukiman dan pertanian. Dia membangun jalan yang menghubungkan Kota Mabagu  dan wilayah Molibago.

 B.W. Lapian - Wikiwand

Dia juga membentuk dewan perwakilan daerah di seluruh wilayah Sulawesi dan melakukan pemilihan pasca-kemerdekaan pertama di wilayah Minahasa pada tanggal 14 Juni 1951. Dia juga memulai upaya untuk mencapai perdamaian dengan pemberontakan yang dipimpin Kahar Muzakar.

 

Lapian meninggal pada tanggal 5 April 1977 di Jakarta dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

1.       Pada tahun 1958, Lapian dianugerahi penghargaan Bintang Gerilya.

2.       Pada  tahun 1976 ia menerima penghargaan Bintang Mahaputra Pratama

3.       Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo  dalam sebuah upacara di Istana Negara, tanggal 5 November 2015, Berdasarkan: Keppres No.116/TK/Tahun 2015, Tanggal 4 November 2015

4.       Sebuah monumen didirikan di Kawangkoan untuk Lapian dan  Ch. Taulu untuk memperingati keterlibatan mereka dalam peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946 di Manado.

Cirebon, 9 November 2020

JS Kamdhi

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

REFLEKSI : 104 PAHLAWAN NASIONAL ROBERT WOLTER MONGISIDI

Robert dilahirkan di Malalayang< Manado,   anak ke-4 dari Petrus Mongisidi dan Lina Suawa,   14 Februari 1925. Panggilan akrab Robert...