Minggu, 20 Juni 2021

REFLEKSI : 103 PAHLAWAN NASIONAL (Pahlawan Nasional Pertama NTT) IZAAK HURU DOKO

Izaak Huru Doko lahir di Sabu, Nusa Tenggara Timur, 20 November 1913. Wafat di Kupang, Nusa Tenggara Timur, 29 Juli 1985, usia 71 tahun. Izaak Huru Doko adalah Pahlawan Nasional Pertama dari Nusa Tenggra Timur.  

Ia bersekolah di Hollandsche Indlandsche Kweekschool (HIK, Sekolah Guru) di Bandung bersama Herman Johannes (Pahlawan Nasional).

Tahun  1937 Cak Doko, nama panggilan Izaak Huru Doko,   menamatkan sekolahnya dan ditempatkan sebagai guru muda pada Openbare Schakel School di kota Kupang, ibukota keresidenan Timor. Dengan motto: “memerangi kemiskinan dan ketertinggalan melalui pendidikan” ia banyak berhasil membimbing kader perpendidikan didaerahnya.

Ia pun aktif dalam politik dengan membentuk sekaligus menjadi ketua partai politik “Perserikatan Kebangsaan Timor” yang berazaskan Nasionalis/Kebangsaan dengan tujuan mencapai Indonesia merdeka.

 

Doko  memimpin Timorsche Jongeren (Pemuda Timor) dengan tujuan mempersatukan para pelajar Timor dan memiliki beberapa cabang yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia. Ia juga merintis berdirinya partai politik bernama Perserikatan Kebangsaan Timor dan menjadi ketua pada partai tersebut.

Saat pendudukan Jepang, Doko ia diangkat menjadi Kepala Bunkyo Kakari (Pengajaran/Penerangan) yang menangani pendidikan, kesehatan, penerangan, dan keagamaan,  sejak tahun 1942 hingga 1945.  Ia  mengasuh surat kabar Timor Syuho untuk memelihara cita-cita kemerdekaan Indonesia.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Izaak Huru Doko mendirikan Partai Demokrasi Indonesia yang memiliki cabang di Flores, Sumba, dan Sumbawa. Ia mendapat  mandat dari Partai Demokrasi Indonesia untuk memperjuangkan zelfbeschikkingsrecht (hak menentukan nasib sendiri) bagi bangsa Indonesia dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta menghapuskan Korte Verklaring (Plakat Pendek)

Izaak Huru Doko dinobatkan sebagai pahlawan nasional pada tahun 2006 atas sumbangannya kemerdekaan Indonesia bersatu. Ia juga dianugerahi Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 085/TK/2006 pada tanggal 3 November 2006.

Pahlawan Nasional Indonesia, Pahlawan Nasional PERTAMA, asal Nusa Tenggara Timur (NT),  dikenal aktif dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan RI. Selama penjajahan Jepang, ia turut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui surat kabar asuhannya, Timor Syuho.

Dukungan terhadap kedaulatan RI setelah proklamasi ditunjukkan saat ia terlibat sebagai anggota parlemen dan menteri Negara Indonesia Timur (NIT).

Bersama Herman Johannes, seorang mahasiswa Technische Hogeschool (sekarang ITB), ia memimpin perkumpulan Pemuda Timor (Timorsche Jongeren) yang memiliki cabang yang tersebar di kota-kota besar di seluruh Indonesia. Bahkan, jabatan Ketua Partai Politik Perserikatan Kebangsaan Timor di Kupang juga pernah dipercayakan padanya.

Partai yang berasaskan nasionalisme kebangsaan itu mempunyai tujuan mencapai Indonesia merdeka. Saat Jepang menduduki Tanah Air, ia diangkat menjadi Kepala Bunkyo Kakari (Pengajaran/Penerangan) di Kupang terhitung sejak 1 Maret 1942 hingga 1945.

Saat  Jepang menyerah,  dan tentera Australia/sekutu mendarat di pulau Timor, Cak Doko bersama Tom Pello mengorganisir tenaga-tenaga Nasionalis untuk menghadapi Pemerintah Reaksioner Belanda (NICA) bersama kaki tangannya yang membonceng pendaratan tentera Sekutu.

Tanggal 22 Agustus 1945, dalam sebuah rapat raksasa beliau berpidato di depan Penguasa Jepang dan rakyat Amarasi tentang perjuangan rakyat Timor untuk memperoleh kemerdekaan, dan pada tanggal 24 Agustus 1945, Jepang menyerahkan kekuasaan Pemerintahan Kota Kupang kepada Dr. Gabeler, Tom Pello dan I.H.Doko.

Beliau kemudian mendirikan dan mengetuai Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Timor sebagai penjelmaan Perserikatan Kebangsaan Timor (PKT). Beliau turut aktif dalam penyelesaian masalah pemulangan para Heiho dan Romusha yang umumnya didatangkan bala tentera Jepang dari pulau Jawa.

 

 Pahlawan Nasional

Pada Konperensi Malino 1946 beliau menjadi Penasihat utusan daerah Timor dengan mandat untuk memperjuangkan “zelfbeschikkingsrecht” bagi bangsa Indonesia, tetap mempertahankan negara kesatuan RI dan menghapuskan korte verlaring dari daerah-daerah swapraja. Karena kegigihan dan keteguhan dalam memperjuangkan aspirasi untuk merdeka dalam negara kesatuan RI, van Mook (Gubernur Jenderal) menamakannya: “ayam jantan dari Timor” (buku: Malino bouwt een Huis).

Pada tanggal 14 Maret 1950 dalam Kabinet Anak Agung Gde Agung beliau diangkat sebagai Menteri Pengajaran NIT dalam lingkungan RIS. Dan sering bertindak mewakili Perdana Menteri berhubung Perdana Menteri sering meninggalkan Makasar untuk konsultsi dengan Pemerintah RI-Yogyakarta.

Dalam rangka pembubaran Negara Indonesia Timur, beliau bertugas sebagai wakil Sekretaris Jenderal Kementrian Pengajaran NIT dalam kabinet Likwidasi dibawah Ir. Putuhena (bekas Menteri PUT-RI di Yogya). Beliau sempat ditahan saat APRI dibawah pimpinan Kol. Kawilarang mendarat dan menduduki kota Makassar, tetapi kemudian dibebaskan tanpa syarat.

Beberapa jabatan penting kenegaraan RI, Jakarta, ia tolak dan ingin lebih membaktikan diri pada bidang pendidikan di daerah. Demikian pula desakan beberapa partai politik seperti Parkindo, PNI yang mencalonkannya sebagai Gubernur pertama NTT, beliau tolak dengan alasan yang sama yaitu ingin mengabdi dibidang pendidikan.

Jabatan Kepala Inspeksi Pengajaran Sunda Kecil berkedudukan di Singaraja (Bali) beliau pegang sejak 1950 s.d 1958 dan sehubungan dengan pemekaran daerah dan terbentuknya propinsi NTT ditahun 1958, beliau diangkat menjadi Kepala Perwakilan Departemen P dan K Provinsi NTT berkedudukan di Kupang.

Jabatan ini dipangkunya sampai saat pensiun ditahun 1971, dengan pangkat  Pegawai Utama, golongan IV/D. Untuk jasanya dalam bidang pendidikan ini Pemerintah Indonesia melalui Departemen Sosial menganugerahkannya Bintang Sosial dengan gelar Pahlawan Pendidikan.

Pada tahun 1957 beliau menjadi anggota perutusan Propinsi Sunda Kecil ke Musyawarah Nasional I dan II dalam usaha mempersatukan kembali Dwi Tunggal Soekarno-Hatta, dan dalam tahun 1961 menjadi Anggota Front Nasional Nusa Tenggara Timur dan Anggota team Indoktrinasi NTT. Pada Gerakan 30 September tahun 1965 oleh PKI, beliau termasuk dalam daftar orang yang harus dilenyapkan.

Sampai dengan masa pensiunnya beliau tetap aktif dalam berbagai jabatan dibidang Pendidikan, Gerejawi dan Sosial:

1)      mengetuai Yayasan Pendidikan Kristen NTT (Yupenkris),

2)      Dewan penyantun APDN,

3)      mendirikan Akademi Teologia Kupang,

4)      mendirikan Universitas Kristen Artha Wacana, Kupang;

5)      Dekan Koordinator IKIP Malang ,Cabang Kupang,

6)      Anggota Presidium dan Dewan Penyantun Universitas Nusa Cendana-Kupang,

7)      Penasihat Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT),

8)      Ketua Palang Merah Indonesia NTT.

 

Dalam jabatan sebagai Ketua PMI ini beliau pernah harus mundar-mandir dari Kupang ke Surabaya untuk mengantar para pengungsi dari Timor Portugis sehubungan pergolakan ditahun 1974. Untuk pengabdian kemanusiaannya ini Palang Merah International yang berkedudukan di Swiss memberikan Piagam Penghargaan.

 

Atas jasa-jasa beliau, Pemerintah RI dengan Keputusan Presiden RI Nomor: 085/TK/Tahun 2006 tanggal 3 Nopember 2006 menganugerahi Bintang Mahaputera Adipradana dan Gelar Pahlawan Nasional dalam suatu upacara di Istana Negara pada tanggal 9 Nopember 2006.

Cirebon, 12 November 2020

J.S. Kamdhi,

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

REFLEKSI : 104 PAHLAWAN NASIONAL ROBERT WOLTER MONGISIDI

Robert dilahirkan di Malalayang< Manado,   anak ke-4 dari Petrus Mongisidi dan Lina Suawa,   14 Februari 1925. Panggilan akrab Robert...