Minggu, 20 Juni 2021

REFLEKSI: 101 (Merenungi Hari Pahlawan) TOKOH NASIONAL : ROMO MANGUNGWIJAYA

  

Saat remaja Romo Mangun sempat ikut berperang dan berjuang sebagai prajurit BKR, TKR Divisi III, Batalyon X, Kompi Zeni 1945-1946, bahkan ia pernah menjadi komandan Seksi TP Brigade XVII, Kompi Kedu 1947-1948. Ia ikut dalam pertempuran di Magelang, Amabarawa, dan Semarang.

R.D. Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, Dipl.Ing., panggilan akrabnya ROMO MANGUN,  lahir di Ambarawa, Semarang, 6 Mei 1929. Wafat di Jakarta,  10 Februaei 1999, dalam usia 69 tahun.

dikenal sebagai rohaniwan, budayawan, arsitek, penulis, aktivis dan pembela wong cilik untuk "rakyat kecil"). Ia juga dikenal dengan panggilan populernya, Romo Mangun. Romo Mangun adalah anak sulung dari 12 bersaudara pasangan suami istri Yulianus Sumadi dan Serafin Kamdaniyah. 

 

 Y.B. MANGUNWIJAYA: Karya Seni Kemanusiaan

Romo Mangun tamat SD di Magelang tahun 1943, sekolah Teknik (setingkat SMP) di Yogyakarta tahun 1947, dan SLA di Malang tahun 1951. Setamat SLA, ia menempuh pendidikan seminari sebagai calon imam Keuskupan Agung Semarang. Waktu itu Seminari Menengah berada di Jalan Code Yogyakarta hingga 1952 kemudian pindah ke Seminari Menengah Mertoyudan, Magelang hingga 1953.

Saat remaja Romo Mangun sempat ikut berperang dan berjuang sebagai prajurit BKR, TKR Divisi III, Batalyon X, Kompi Zeni 1945-1946, bahkan ia pernah menjadi komandan Seksi TP Brigade XVII, Kompi Kedu 1947-1948. Ia ikut dalam pertempuran di Magelang, Amabarawa, dan Semarang.

Romo Mangun tamat SD di Magelang tahun 1943, sekolah Teknik (setingkat SMP) di Yogyakarta tahun 1947, dan SLA di Malang tahun 1951. setelah itu ia menempuh pendidikan sebagai calon imam dengan masuk ke Seminari Menengah di Jalan Code Yogyakarta hingga 1952 dan dilanjutkan di Seminari Menengah Mertoyudhan, Magelang hingga 1953.


Saat  remaja,  Romo Mangun sempat ikut berjuang sebagai prajurit BKR, TKR Divisi III, Batalyon X, Kompi Zeni 1945-1946, bahkan ia pernah menjadi komandan Seksi TP Brigade XVII, Kompi Kedu 1947-1948. Ia ikut terliabat dalam pertempuran di Magelang, Amabarawa, dan Semarang.

Setelah tamat SLA Seminari Meryoyudan, Romo Mangun melanjutkan studi Filsafat dan Teologi di Institut Institut Filsafat dan Teologi Sancti Pauli, Yogyakarta tamat tahun 1959.  

Romo Mangun ditahbiskan pada tanggal  8 September 1959 oleh Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ. Sesudah tahbisan Romo Mangun belajar di Institut Teknologi Bandung jurusan Arsitektur sampai tahun 1960.  Tahun 1960-1966  Romo Mangun melanjutkan studi di Jerman yaitu Sekolah Tinggi Teknik Rhein, Westfalen, Aachen Jerman. Sepulang dari Jerman, ia bertugas sebagai pastor yang memperhatikan kaum miskin dan tinggal di paroki Salam, Magelang. Pada tahun 1978 ia mengikuti Felow of Aspen Institute for Humanistic Studies, Aspen, Colorado, Amerika Serikat.

Romo Mangun pernah menjadi dosen luar biasa di UGM  Yogyakarta pada 1967-1980 pada Jurusan Arsitektur,  Fakultas Teknik, UGM. Sejak 1968 ia mulai aktif menulis kolom di berbagai surat kabar dan majalah.

Tahun 1980 Romo Mangun berhenti sebagai dosen di UGM (namun sebgai arsitek independent ia terus berkarya), dan seijin dari Uskup memutuskan tinggal dan berkarya sebagai “pekerja sosial” di lembah Kali Code, Yogyakarta sampai 1986. Pada tahun 1986-1988 Rm Mangun berkarya di pantai Grigak Gunung Kidul, mendampingi penduduk setempat dalam program lingkungan hidup dan pengadaan air bersih.

 Film "Sang Manyar: Nyanyian Pinggir Kali" Angkat Perjuangan Romo Mangun –  http://www.kalderanews.com

Setelah itu ia kembali ke Yogyakarta, mendirikan Laboratorium Dinamika Edukasi Dasar yaitu sebuah lembaga nirlaba yang memusatkan perhatian pada bidan bidang pendidikan dasar terutama bagi anak-anak miskin dan terlantar. Romo Mangun juga aktif dan penduli pada warga korban pembangunan waduk Kedung Ombo, Jawa Tengah, sampai 1994.

Mulai tahun 1994, atas ijin dan dukungan Bapak Wardiman Djojonegoro (Mendikbud waktu itu), Romo Mangun merintis program pendidikan dasar eksperimental di SD Kanisius  Mangunan, Kalasan, sebelah timur kota Yogyakarta.  Sampai akhir hayatnya Romo Mangun tidak pernah surut bergerak sebagai pejuang kemanusiaan.  Romo Mangun ikut “demo” baik di Jakarya maupun di Yogyakarta bersama ribuan mahasiswa untuk menggalang people power yang akhirnya melengserkan penguasa Orde Baru.

Romo Mangun berpulang  pada hari Rabu siang, tanggal 10 Februari 1999, di Hotel Le Mendien Jakarta, setalah menyampaikan makalah “Peran Buku demi Kearifan dalam Iptek” dalam symposium Meningkatkan Peranan Buku dalam Upaya Membentuk Masyarakat Baru Indonesia yang diselenggarakan oleh Yayasan Obor Indonesia.

Romo Mangun dikenal melalui novelnya yang berjudul Burung-burung Manyar. Mendapatkan penghargaan sastra se-Asia Tenggara Ramon Magsaysay  pada tahun 1996. Ia banyak melahirkan kumpulan novel seperti di antaranya: Ikan-Ikan Hiu, Ido, Homa, Roro Mendut. Durga/Umayi, Buku Sastra dan Religiositas yang ditulisnya mendapat penghargaan buku non-fiksi terbaik tahun 1982.

Dalam bidang arsitektur, ia juga kerap dijuluki sebagai bapak arsitektur modern Indonesia. Salah satu penghargaan yang pernah diterimanya Penghargaan Aga Khan untuk Asitektur., yang merupakan penghargaan tertinggi karya arsitektural di dunia berkembang, untuk rancangan permukiman di tepi Kali Code, YogyakartaIa juga menerima The Ruth and Ralph Erskine Fellowship pada tahun 1995, sebagai bukti dari dedikasinya terhadap wong cilik.

Hasil jerih payahnya untuk mengubah perumahan miskin di sepanjang tepi Kali Code mengangkatnya sebagai salah satu arsitek terbaik di Indonesia. Menurut Erwinthon P. Napitupulu, penulis buku tentang Romo Mangun yang diluncurkan pada akhir tahun 2011, Romo Mangun termasuk dalam daftar 10 arsitek Indonesia terbaik.

Kekecewaan Romo terhadap sistem pendidikan di Indonesia menimbulkan gagasan-gagasan di benaknya. Dia lalu membangun Yayasan Dinamika Edukasi Dasar.  Sebelumnya, Romo membangun gagasan SD yang eksploratif pada penduduk korban proyek pembangunan Waduk Kedung Ombo,   Jawa Tengah, serta penduduk miskin di pinggiran Yogyakarta.

Rama Mangun meninggal pada hari Rabu, 10 Februari 1999 pukul 14:10 WIB  di Rumah Sakit Santo Carolus. Jakarta, setelah terkena serangan jantung saat berbicara di Hotel Le Meridien, Jakarta. Ia dimakamkan di makam para imam projo di Kentungan, Yogyakart.  

Pendidikan

  1. HIS  Fransiscus Xaverius, Muntilan, (1936-1943)
  2. STM Jetis, Yogyakarta (1943-1947)
  3. SMU-B Santo Albertus Malang (1948-1951)
  4. Seminari Menengah Kotabaru, Yogyakarta (1951)
  5. , Seminari Menengah Mertoyudan, Magelang  (1952)
  6. Filsafat Teologi Sancti Pauli, Kotabaru, Yogyakarta (1953-1959)
  7. Teknik Arsitektur, ITB, Bandung (1959)
  8. Rheinisch Westfaelische Technische Hochschule, Aachen, Jerman (1960-1966)
  9. Fellow Aspen Institute for Humanistic Studies, Colorado, AS (1978)

Jejak Langkah

1.       1947 Agresi Milier Belandat melanda Indonesia sehingga Y. B. Mangunwijaya kembali bergabung dalam TP Brigade XVII sebagai komandan TP Kompi Kedu.

  1. 1948: Masuk SMU-B Santo Albertus,Malang.  1950: Sebagai perwakilan dari Pemuda Katolik menghadiri perayaan kemenangan RI di alun-alun kota Malang. Di sini Mangun mendengar pidato Mayor Isman yang kemudian sangat berpengaruh bagi masa depannya.
  2. 1951: Lulus SMU-B Santo Albertus, melanjutkan ke Seminari Menengah  Kotabaru, Yogyakarta.
  3. 1952: Pindah ke  Seminari Menengah Santo Petrus Kanisius, Mertoyudan,Magelang
  4. 1953: Melanjutkan ke Seminari Tinggi  . Sekolah di Institut Filsafat dan Teologi Santo Paulus di Kotabaru. Salah satu pengajarnya adalah Mgr. Albertrnstsus Soegijopranat SJ  1959: 8 Septermber  ditahbiskan menjadi Imam oleh Mgr. Albertrnstsus Soegijopranat SJ  dan Melanjutkan pendidikan di Teknik Arsitektur ITB.
  5. 1960: Melanjutkan pendidikan arsitektur di Rheindi Rheinixsch Westfaelische Technische, Aachen, Jerman.
  6. 1963: Menemani saat Uskup  Agung Semarang, Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ   meninggal dunia di Biara Suster Pusat Penyelenggaraan Ilahi  di Harleen. Beland 1966: Lulus pendidikan arsitektur dan kembali ke Indonesia.
  7. 1967-1980: Menjadi Pastor Paroki di Gereja Santa Theresia, Desa Salam, Magelang mulai berhubungan dengan pemuka agama lain, seperti Gus Dur  dan Ibu  Gedong Bagoes Oka, menjadi Dosen Luar Biasa jurusan Arsitektur Fakultas Teknik UGM,  mulai menulis artikel untuk koran Indonesia dan Kompas  tulisan-tulisannya kebanyakan bertema: agama, kebudayaan, dan teknologi. Juga menulis cerpen dan novel.
  8. 1975: Memenangkan Piala Kincir Emas, dalam cerpen yang diselenggarakan Radio Nederland.
  9. 1978: Atas dorongan Dr. Soedjatmoko,  Romo Mangun mengikuti kuliah singkat tentang masalah kemanusiaan sebagai Fellow of Asean Institude for Humanistic Studies , Aspen, Colorado, AS.
  10. 1980-1986: Mendampingi warga tepi Kali Code.yang terancam penggusuran. Melakukan mogok makan menolak rencana penggusuran.
  11. 1986-1994: Mendampingi warga Kedung Ombo yang menjadi korban proyek pembangunan waduk.
  12. 1992: Mendapat The Aga Khan Award untuk arsitektur Kali Code.
  13. 1994: Mendirikan laboratorium Dinamika Edukasi Dasar. Model pendidikan DED ini diterapkan di SD Kanisius Mangunan, di Kalasan, Sleman, Yogyakarta.
  14. 1998 26 Mei: Menjadi salah satu pembicara utama dalam aksi demonstrasi peringatan terbunuhnya Moses Gatutkaca di Yogyakarta.
  15. 10 Februari 1999: Wafat karena serangan jantung, setelah memberikan ceramah dalam seminar Meningkatkan Peran Buku dalam Upaya Membentuk Masyarakat Indonesia Baru di Hotel Le Meridien, Jakarta.

Karya arsitektur

  1. Permukiman warga tepi Kali Code,  tepi Yogyakarta
  2. Kompleks Religi Sendangsono,  Yogyakarta
  3. Gedung Keuskupan Agung Semarang
  4. Gedung Bentara Budaya, Jakarta
  5. Gereja Katolik Jetis, Yogyakarta
  6. Gereja Katolik Cilincing, Jakarta
  7. Markas Kowihan II
  8. Biara Trappist Gedono,Getasan, Semarang
  9. Gereja Maria Assumpta, Klaten
  10. Gereja Katolik Santa Perawan Maria di Fatima Sragen
  11. Gereja Maria Sapta Duka, Mendut
  12. Gereja Katolik St. Pius X, Blora
  13. Wisma Salam, Magelang

Penghargaan

  1. Penghargaan Kincir Emas untuk penulisan cerpen dari Radio Nederland
  2. Aga Khan Award for Architecture untuk permukiman warga pinggiran Kali Code, Yogyakarta
  3. Penghargaan arsitektur dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) untuk tempat peziarahan Sendasono Pernghargaan sastra se-Asia Tenggara Ramon Magsaysay pada tahun 1996

Buku dan tulisan

  1. Puntung-Puntung Roro Mendut, 1978
  2. Fisika Bangunan, buku Arsitektur, 1980
  3. Burung-Burung Manyar, novel, 1981
  4. Romo Rahadi, novel, 1981 (terbit dengan nama samaran Y. Wastu Wijaya)
  5. Rara Mendut, Genduk Duku, Lusi Lindri novel trilogi, dimuat 1982-1987 Kompas,  dibukukan 2008
  6. Sastra dan Religiositas, kumpulan esai, 1982
  7. Ikan-Ikan Hiu, Ido, Homa, novel, 1983
  8. Durga Umayi, novel, 1985
  9. Balada Becak, novel, 1985
  10. Ragawidya, 1986
  11. Pemasyarakatan susastra dipandang dari sudut budaya, 1986
  12. Esei-esei orang Republik, 1987
  13. Di Bawah Bayang-Bayang Adikuasa, 1987
  14. Wastu Citra, buku Arsitektur, 1988
  15. Burung-Burung Rantau, novel, 1992
  16. Balada dara-dara Mendut, novel, 1993
  17. Tumbal: kumpulan tulisan tentang kebudayaan, perikemanusiaan dan kemasyarakatan, 1994
  18. Gerundelan Orang Republik, 1995
  19. Menuju Indonesia Serba Baru, 1998
  20. Menuju Republik Indonesia Serikat, 1998
  21. Manusia Pascamodern, Semesta, dan Tuhan: renungan filsafat hidup, manusia modern, 1999
  22. Memuliakan Allah, Mengangkat Manusia, 1999
  23. Menjadi generasi pasca-Indonesia: kegelisahan Y.B. Mangunwijaya, 1999
  24. Merintis RI Yang Manusiawi: Republik yang adil dan beradab, 1999
  25. Pasca-Indonesia, Pasca-Einstein, 1999
  26. Pohon-Pohon Sesawi, novel, 1999
  27. Gereja Diaspora, 1999
  28. Saya Ingin Membayar Utang Kepada Rakyat, 1999
  29. Tentara dan Kaum Bersenjata, 1999
  30. Rumah Bambu, kumpulan cerpen, 2000
  31. Kita Lebih Bodoh dari Generasi Soekarno-Hatta, 2000
  32. Soeharto dalam Cerpen Indonesia, 2001
  33. Impian Dari Yogyakarta, 2003
  34. Politik Hati Nurani
  35. Putri duyung yang mendamba: renungan filsafat hidup manusia modern
  36. Spiritualitas Baru

Buku tentang Romo Mangun

  1. Sumartana, dkk. Mendidik Manusia Merdeka Romo Y.B. Mangunwijaya 65 Tahun. Institut Dian/Interfedei dan Pustaka Pelajar, 1995.
  2. Wahid, Abdurrahman. Romo Mangun Di Mata Para Sahabat. Kanisius, 1999.
  3. Priyanahadi, dkk. Y.B. Mangunwijaya, Pejuang Kemanusiaan. Kanisius, 1999.
  4. Prawoto, Eko A. Tektonika Arsitektur Y.B. Mangunwijaya. Cemeti Art House Yogyakarta, 1999.
  5. Mengenang Y.B. Mangunwijaya, Pergulatan Intelektual dalam Era Kegelisahan. Kanisius, 1999.
  6. Sindhunata. Menjadi Generasi Pasca-Indonesia, Kegelisahan Y.B. Mangunwijaya. Kanisius, 1999.
  7. Purwatma. Romo Mangun Imam bagi Kaum Kecil. Kanisius, 2001.
  8. Rahmanto, B. Y.B. Mangunwijaya: Karya dan Dunianya. Grasindo, 2001.
  9. Yahya, Iip D. dan Shakuntala, I.B. Romo Mangun Sahabat Kaum Duafa. Kanisius, 2005
  10. Murtianto, B. Kata-Kata Terakhir: Romo Mangun. Kompas, 2014.

REFLEKSI:

1)      Romo Mangun orang besar, berpikir besar, berhati besar, berjiwa besar, dan berkarya besar

2)      Romo Mangun adalah pribadi yang multidimensional

3)       Romo Mangun LAYAK MENDAPAT DELAR PAHLAWAN...

 

Cirebon, 10 November 2020

JS Kamdhi

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

REFLEKSI : 104 PAHLAWAN NASIONAL ROBERT WOLTER MONGISIDI

Robert dilahirkan di Malalayang< Manado,   anak ke-4 dari Petrus Mongisidi dan Lina Suawa,   14 Februari 1925. Panggilan akrab Robert...