Minggu, 11 Desember 2011

Mawar-Kaktus

Cinta mama yang kami dambakan telah hilang. Kata-kata Kahlil Gibram (Aku senang membaca buku-bukunya. Aku selalu memburu di toko buku. Semua buku Kahlil Gibran telah kulumat). ”Ibu adalah sumber cinta! Ibu adalah segala-galanya. Dialah penghibur kita dalam kesedihan. Tumpuan harapan kita dalam penderitaan. Daya kekuatan dalam kelemahan. Ibu adalah sumber cinta. Sumber belas kasihan dan ampunan. Barangsiapa kehilangan ibunya, hilanglah jiwa murni yang memberkati dan menjagainya siang-malam.” Telah lama hilang dari rumahku.

Fiona, adikku. Sibuk dengan pacarnya. Sibuk dengan tugas sekolah. Selalu ada yang Fiona lakukan di sekolah. Kerja kelompoklah. Diskusilah. Membuat laporanlah. Padahal, sebagai kakak, aku sangat paham. Fiona kesepian. Sangat kesepian.

Entah sejak kapan. Aku tak ingat. Cermin di kamarku menjadi tempatku curhat. Menjadi teman akrab berbagi beban. Menjadi teman akrab mengurai kepedihan. Setiap hati dan jiwaku penat, aku pasti ada di depan cerminku. Kupandangi wajahku. Kulumat wajahku ...

Flora...Flora!

Tak salah, nama itu, diberikan padamu. Kenyataannya , kamu cantik. Anggun. Lembut. Seperti bunga. Mawar!

Dan, kamu bukan bunga lemah. Kamu punya duri. Pelindung segala kumbang pengganggu. Penghalau kupu-kupu pengisap madu. Namun, kini, kamu seperti mawar layu. Tak pernah, tersiram air sejuk kasih sayang. Tak pernah terjamah pupuk perhatian. Tak pernah tersentuh gunting pemangkas ranting usang.

Kamu mawar layu. Hampir mati.

Ah...kamu ingin menjadi kaktus. Biar tak disiram, biar tak dipupuk, biar tak dipangkas, biar tak dirawat pun tetap bertahan.

Kini, kamu lelah. Sangat lelah!

Rumahmu, istanamu hanya dongeng.

Rumahmu adalah nerakamu.

Semua orang gampang marah. Papamu marah. Mamamu marah.

Fiona, adikkmu pun, gampang marah.

Kamu terjepit.

Bahkan terdorong ke tepi jurang.

Mawar-Kaktus, sebuah novel remaja yang memikat. Ditulis dengan teknik sorot balik. Dengan bahasa yang ringan, sangat cocok untuk anak-anak remaja. Anak yang sedang mencari identitas. Anak yang ingin dipahami, dimengerti, dipercaya, dihargai.

Tidak jarang mawar-mawar itu menjadi kaktur. Terlebih dengan orangtua yang sibuk dengan pekerjaannya, dengan kegiatannya, dengan kesenangannya hingga anak-anak ditelantarkan dalam kasih sayang. Meski, segala keperluan dan kebutuhan terpenuhi namun toh, mawar-mawar berubah menjadi kaktus.

Diterbitkan di: 05 Nopember, 2011

Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2226284-mawar-kaktus/#ixzz1gHCCdDWV

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

REFLEKSI : 104 PAHLAWAN NASIONAL ROBERT WOLTER MONGISIDI

Robert dilahirkan di Malalayang< Manado,   anak ke-4 dari Petrus Mongisidi dan Lina Suawa,   14 Februari 1925. Panggilan akrab Robert...