Minggu, 11 Desember 2011

Sastra dan Religiositas

Sastra dan Religiositan ditulis oleh Y.B. Mangun Wijaya (alm) yang merupakan salah satu orang Indonesia yang multidimensional. Lahir di Ambarawa, Kabupaten Semarang, 6 Mei 1929. Wafat karena serangan jantung, setelah memberikan ceramah dalam seminar Meningkatkan Peran Buku dalam Upaya Membentuk Masyarakat Indonesia Baru di Hotel Le Meridien, Jakarta, 10 Februari 1999 pada umur 69 tahun, dikenal sebagai rohaniwan, budayawan, sastrawan, mantan tentara pelajar, filsuf, dosen, pedagog, arsitek, penulis, aktivis, dan pembela kaum marginal.

Saat Revolusi Y.B. Mangun Wijaya, yang akrab dipanggil Romo Mangun 1945 menjadi prajurit TKR Batalyon X divisi III. Bertugas di asrama militer di Benteng Vrederburg, lalu di asrama militer di Kotabaru, Yogyakarta. Ikut dalam pertempuran di Ambarawa, Magelang, dan Mranggen. Tahun 1946, Romo Mangun menjadi prajurit Tentara Pelajar, pernah bertugas menjadi sopir pendamping Panglima Perang Sri Sultan Hamengkubuwono IX memeriksa pasukan, STM Jetis. Tahun 1947, saat Agresi Militer Belanda I, tergabung dalam TP Brigade XVII sebagai komandan TP Kompi Kedu, serta menyelesaikan pendidikan STM.

Sebelum kuliah kuliah di ITB, Teknik Arsitektur, 1959, Romo Mangun ditahbiskan menjadi imam oleh Uskup Agung Semarang, Mgr. Albertus Soegijapranata. Setelah itu, berturut-turut belajar di Jerman dan Amerika: Rheinisch Westfaelische Technische Hochschule, Aachen, Jerman (1960-1966), Fellow Aspen Institute for Humanistic Studies, Colorado, AS (1978).

Penghargaan yang pernah Romo Mangun terima antara lain: Penghargaan Kincir Emas untuk penulisan cerpen dari Radio Nederland, Aga Khan Award for Architecture untuk permukiman warga pinggiran Kali Code, Yogyakarta, Penghargaan arsitektur dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) untuk tempat peziarahan Sendangsono, Pernghargaan sastra se-Asia Tenggara Ramon Magsaysay pada tahun 1996. Buku yang pernah ditulis sebanyak 36 buku, buku mengenai Romo Mangun ada 9 buku.

Sastra dan Religiositas, masih menjadi buku unggulan dalam mengulas karya sastra. Artinya, setelah hampir 30 tahun terbit, belum ada buku ulasan sastra yang serupa. Ulasan yang ada masih bersifat konvensional, sekadar mambahas keilmiahan (berkait dengan unsur-unsur intrinksik dan ekstrinksi) dan kesungguhan (berkait dengan nilai, amanat, atau pesan ) suatu karya sastra. Padahal, merunut hakikatnya, karya sastra adalah ungkapan dorongan insani yang sesuai dengan kodrat insanian manusia sehingga menghadirkan keindahan dan kegunaan. Di dalamnya tersurat dan tersirat kelima kerinduan manusia: (1) kerinduan mengungkapkan diri, (2) kerinduan untuk berinteraksi dengan sesame, (3) kerinduan untuk menjalani hidup dengan taat asas dan aturan, (3) kerinduan untuk bersatu dengan alam semesta, dan (5) kerinduan pada asal dan tujuan hidup yaitu Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Sastra dan Religiositas mengulas 18 permasalahan berkait dengan kerinduan hakiki diawali dengan pembahasaan Pada Awal Mula, dan diakhiri dengan pembahasan Godlog Danarto. Religiositas lebih melihat dalam lubuk hati, riak getaran hati-nurani pribadi, sikap sembah, sikap tobat, yang sedikit banyak misteri bagi orang lain karena merupakan intimitas jiwa, cita-rasa yang mencakup totalitas jiwa.
Diterbitkan di: 07 Desember, 2011

Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2236567-sastra-dan-religiositas/#ixzz1gH8fyhnJ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

REFLEKSI : 104 PAHLAWAN NASIONAL ROBERT WOLTER MONGISIDI

Robert dilahirkan di Malalayang< Manado,   anak ke-4 dari Petrus Mongisidi dan Lina Suawa,   14 Februari 1925. Panggilan akrab Robert...