Minggu, 11 Desember 2011

Rumah Kaca

Pramoedya Ananata Toer adalah pengarang besar. Cerdas, kritis, dan memiliki ”licentia poetica” tinggi. Saat-saat ”gersang’ dalam pembuangan di Pulau Buru lahir karya-karya besar yang masuk nominasi penerima Nobel bidang kesusastraan.. Meski selama masa penahanannya di Pulau Buru, namun tetap mengatur untuk menulis serial karya terkenalnya yang berjudul Bumi Hangus, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. serial 4 kronik novel semi-fiksi sejarah Indonesia.

Sebagai pengarang besar, ada 5 buku yang mengupas tuntas tentang sispa-mengapa-bagaimana Pramoedya Ananta Toer, sastrawan kelahiran Blora, Jawa Tengah, 6 Februari 1925 dan meninggal di Jakarta, 30 April 2006 pada umur 81 tahun. Pertama, Pramoedya Ananta Toer dan Karja Seninja, oleh Bahrum Rangkuti, diterbitkan Gunung Agung. Pramoedya Ananta Toer dan Karja Seninja, oleh Bahrum Rangkuti (Penerbit Gunung Agung. Kedua, Citra Manusia Indonesia dalam Karya Pramoedya Ananta Toer, oleh A. Teeuw diterbitkan Pustaka Jaya. Ketiga,Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis, oleh Eka Kurniawan diterbitkan Gramedia Pustaka Utama. Keempat,Membaca Katrologi Bumi Manusia Pramoedya Ananta Toer, oleh Apsanti Djokosujatno diterbitkan Tera Indonesia. Kelima,Pramoedya Ananta Toer dan Manifestasi Karya Sastra, Daniel Mahendra, dkk diterbitkan Penerbit Malka.

Rumah Kaca, terbagi dalam 14 episode. Seperti tiga novel sebelumnya ’kecerdasan’ Pramoedya Ananta Toer memang luar biasa. Ketelitian, kecermatan, kelengkapan memanfaatkan fakta sejarah menunjukkan keunggulannya sebagai sastrawan besar hingga secara luas dianggap sebagai salah satu pengarang yang produktif dalam sejarah sastra Indonesia. Pramoedya telah menghasilkan lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 41 bahasa asing.

Bila pada ketiga novel sebelumnya Bumi Hangus, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah didominasi tokoh Minke sebagai tokoh utama. Minke sebagai representasi tokoh pers (R. M. Tirto Adi Suryo) pada masa awal kebangkitan nasional berjuang melawan colonial yang menyengsarakan rakyat. Dalam ke-14 bagian Rumah Kaca, terjadi pergeseran tokoh utama Pangemanann, meski pada baian akhir buku ketiga, Pangemanann telah dimunculkan sebagai antagonis Minke.

Sejak tahun 1988 hingga tahun 2000 tercata penghargaan pada Pramoedya Ananta Toer sebanyak 11 kali. Satu di antaranya berasal dari Indonesia, yaitu tahun 1996 dari Partai Rakyat Demokratik Award, “hormat bagi Pejuang dan Demokrat Sejati”. Selebihnya, dari luar negeri: Amerika Serikat, sebanyak 5 kali, Perancis menganugerahkan 2 kali penghargaan, Belanda-Jepang-Filipina satu kali.

Diterbitkan di: 07 Desember, 2011

Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2236432-rumah-kaca/#ixzz1gH8zAz88

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

REFLEKSI : 104 PAHLAWAN NASIONAL ROBERT WOLTER MONGISIDI

Robert dilahirkan di Malalayang< Manado,   anak ke-4 dari Petrus Mongisidi dan Lina Suawa,   14 Februari 1925. Panggilan akrab Robert...