Senin, 29 Maret 2021

REFLEKSI; 87 MENJADI PEMIMPIN YANG MELAYANI


Menurut tradisi, Paulus menahbiskan Timotius menjadi Uskup di Efesus, tahuh 65. Selama 15 tahun, Timotius berkarya, bersaksi memlalui pelayanannya.  Pada usia 80 tahun, tahun 97,  ketika Timotius sedang sakit parah, karena  menghalangi prosesi penyembahan berhala. Massa marah,  memukuli, menyeret, dan melempari dengan batu sampai wafati.

Dalam bagian Kisah Rasul  dan surat Santo Paulus,  tercatat Timotius menjalankan pelayanan bersama Rasul Paulus,  yang juga menjadi mentornya. Bahkan Timotius menerima dua surat-surat Paulus : Surat 1 Timotius dan Surar 2 Timotius.

Timotius menyertai Paulus dalam perjalanan mengabarkan Injil ke berbagai tempat. Ia juga menyertai Paulus sewaktu di penjara. Timotius pernah dipenjarakan. 

Merefleksikan relasi Paulus dan Timotius, kita merasakan betapa erat dan kuatnya semangat pelayanan dan kepemimpina mereka. Kita dapat menimba keutamaan bahwa menjadi pemimpin itu MELAYANI.

See The Future

Pemimpin harus memiliki visi ke masa depan. Pemimpin harus  memahami serta memiliki hasrat akan masa depan.  Tanggung jawab bersama harus menjadi fokus  seorang pemimpin.

Meng-handle semua pekerjaan sendiri dengan tanpa mempercayakannnya tim adalah bentuk kediktatoran. Apabila potensi besar tim kita “menguap” begitu saja, maka disanalah akan menjadi kegagalan pertama seorang pemimpin mengelola timnya.

Kebersamaan sangatlah penting bagi sebuah tim:  mendesain tujuan besar, memahami,  dan  menjalankan langkah demi langkah.  Tanpa kehadiran sosok pemimpin yang visioner,  maka sebuah tim akan kehilangan antusiasmenya untuk terus bertumbuh dan berkembang pada masa-masa mendatang.

Engage and Development Other

Memberdayakan orang lain harus menjadi mindset  merupakan pemimpin yang melayani. Melayani tidak akan terjadi tanpa  ada dan berada bersama dengan yang dipimpin.  Sebuah tim seharusnya bekerja laksana sebuah keluarga yang memiliki ikatan positif satu sama lain. Jangan mengacuhkan anggota tim hanya karena kita menganggap mereka adalah bawahan kita atau menganggap mereka sebagai orang yang cukup menjalankan instruksi kita saja. 

Pemimpin harus memahami bahwa masing-masing pribadi memiliki keunikan, bakat, serta kompetensi. Pemimpin  yang  melayani, hal-hal seperti kompetensi, bakat, serta keunikan tersebut adalah bagian penting yang dijadikan rujukan untuk memposisikan seseorang agar supaya sesuai bidangnya. The right man in the right place

Prinsip utama dalam mendesain the right man in the right place adalah bagaimana anggota tim bekerja tidak hanya sekadar formalitas. Akan tetapi,  mereka juga memiliki antusiasme untuk lebih kreatif, inovatif, dan bahagia.

Jangan menjadi pemimpin yang sekadar memanfaatkan tenaga anggota tim saja. Jangan menjadi atasan yang sekadar menikmati jerih payah anggota tim tanpa memberikan imbalan yang sesuai. Jangan menjadi pemimpin yang bertindak seperti seorang pemerah susu tanpa memberikan asupan yang memadai bagi segenap anggota timnya. 

Anggota tim untuk ditingkatkan kemampuannyanya, di-upgrade, dan dikembangkan segenap potensi didalam dirinya. Untuk itu sangat penting bagi seorang pemimpin memberi mereka pelatihan, menyiapkan sumber daya pembelajaran yang memadai, serta memberikan mentoring atau bimbingan kepada mereka. 

Reinvent Continuously

Temukan kembali terus-menerus. Cara ini mengandung tiga gagasan penting. Pertama, seorang pemimpin hebat harus memiliki keinginan untuk terus bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang lebih baik dalam aspek pengetahuan, kemampuan, wawasan, kebijaksanaan, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, seorang pemimpin harus terus belajar dan belajar untuk mengembangkan dirinya. 

Satu  aspek kepemimpinan yang diajarkan Ki Hajar Dewantara, ing ngarso sung tulodho atau seorang pemimpin haruslah mampu menjadi contoh serta panutan yang baik bagi anak buahnya. 

 


Jika perilaku pemimpin dianggap buruk, maka mengharapkan kebaikan perilaku dari anak buah merupakan sebuah kesia-siaan. Mengapa begitu penting bagi kita untuk terus belajar dan mengembangkan diri? Sebab,  dunia ini terus berkembang, sehingga gagasan-gagasan masa lalu tidak berlaku lagi.  Ketiadaan hasrat untuk meng-upgrade diri adalah bentuk kepasrahan diri terhadap arus zaman. Sehingga tidak akan lagi eksistensi kita sebagai pribadi ataupun tim tanpa kemauan untuk betumbuh dan belajar dari waktu ke waktu.

Budaya untuk melihat peluang perbaikan  dalam segala lini perlu ditanamkan oleh seorang pemimpin kepada anak buahnya, bahkan mulai dari hal-hal yang kecil. Jangan sampai kita terjebak dalam status quo tanpa mempertanyakan apakah yang saat ini dilakukan sudah benar-benar optimal ataukah masih ada celah untuk melakukan perbaikan.

Value Result and Relationship

Ada satu hal yang tidak boleh dilupakan dalam peranan pemimpin; berhubungan dan berkomunikasi dengan manusia yang memiliki emosi dan pemikiran. Maka, menghargai hasil dan relasi adalah sebuah cara pandang seorang pemimpin yang mengutamakan hasil sebagai sesuatu yang paling diharapkan.

Membangkitkan antusiasme anggota tim hanya dapat  dilakukan oleh pemimpin jika mereka mendapatkan respect dan rasa hormat dari anggota timnya. Untuk membangun hubungan yang baik antara pimpinan dan anak buah penting sekali bagi seorang pemimpin memiliki keterampilan berempati terhadap orang lain.

Embody the Values

Seorang pemimpin harus dapat dipercaya anak buahnya. Kepercayaan adalah bentuk keyakinan bahwa adanya seorang pemimpin menjadi garansi kenyamanan serta keamanan dirinya untuk bekerja. Sehingga potensi anggota tim bisa tereksplorasi secara optimal.

Kepemimpinan sejati dibangun dari kepercayaan. Dan kepercayaan akan diperoleh apabila seorang pemimpin secara konsisten menghidupi nilai-nilai yang diyakininya. Sikap dan perbuatan seorang pemimpin harus merepresentasikan falsafah hidup yang dipercayainya. 

Ketika pemimpin mengatakan bahwa komitmen adalah keharusan, maka sebelum itu ia harus mengartikan komitmen tersebut dalam tindakan nyata dan terus-menerus mengimplementasikannya. 

Memimpin pada hakikatnya harus melibatkan hati yang tulus dengan niatan melayani.  Dengan menjadi pemimpin yang melayani, maka fungsi kepemimpinan akan berjalan pada track yang semestinya. Selain itu, pemimpin yang melayani akan memberikan garansi kenyamanan bagi siapapun yang berada di dekatnya.

REFLEKSI:

Marilah belajar pada Santo Timotius yang mendedikasikan hidup dan kenidupannya pada keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

REFLEKSI : 104 PAHLAWAN NASIONAL ROBERT WOLTER MONGISIDI

Robert dilahirkan di Malalayang< Manado,   anak ke-4 dari Petrus Mongisidi dan Lina Suawa,   14 Februari 1925. Panggilan akrab Robert...