Rabu, 17 Maret 2021

REFLEKSI 83: PAHLAWAN NASIONAL TJILIK RIWUT

 

Marsekal Pertama TNI Tjilik Riwut adalah salah satu putera Dayak dari suku Dayak Ngaju Perjalanan dan perjuangannya kemudian melampaui batas-batas kesukuan untuk menjadi salah satu pejuang bangsa. Penetapan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 108/TK/Tahun 1998 pada tanggal 6  November 1998 sebagai wujud penghargaan atas perjuangan pada masa kemerdekaan dan pengabdian membangun Kalimantan Tengah. Marsekal Pertama TNI Tjilik, juga, Gubernur Kalimantan Tengah pertama.

Nama Tjilik Riwut diabadikan sebagai:  nama bandara di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, nama  jalan terpanjang di Kalimantan Tengah, lebih dari 200 kilometer, dan sejumlah situs penting.  

Marsekal Pertama TNI Tjilik Riwut dilahirkan di Kasongan, 2 Februari 1918, Kalimantan Tengah. Wafat, 17 Agustus 1987, di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pada usia 69 tahun.

Tjilik kecil bersekolah di Sekolah Rakyat Vervolu School Zending di Kasongan.  Karena kecerdasan, keuletan, dan tanggung jawabnya, saat kelas lima, Tjilik ditugaskan kepala sekolahnya membantu mengajar ke kampung  Luwuk Kanan di hilir Kasongan. Perjalanan ke sana tidak lewat sejalan setapak, melainkan menggunakan perahu. Sendirian Tjilik mengayuh perahu menuju sekolah tempat ia mengajar. Kegiatan mengajar ia lakukan seminggu sekali tanpa keluhan.

Menginjak usia remaja, tanah Jawa menjadi tempat perantauan Tjilik demi menuntut ilmu. Pada 1940, ia sempat kembali ke tanah kelahirannya dan melakukan orasi perjuangan di gereja tempatnya bekerja sebagai pembantu. Sehabis itu, ia kembali ke Jawa melanjutkan pendidikannya.

Marsekal Pertama TNI Tjilik Riwut bangga selalu menyatakan diri sebagai "orang hutan" . Ia menyadari lahir dan dibesarkan di belantara Kalimantan. Pencinta  alam sejati.  Sangat  menjunjung tinggi budaya leluhur. Bahkan,  saat masih belia,  telah tiga kali mengelilingi pulau Kalimantan hanya dengan berjalan kaki, naik perahu, atau   rakit. Dia menamatkan pendidikan dasarnya di kota kelahirannya. Selanjutnya dia melanjutkan pendidikannya di Sekolah Perawat di Purwakarta dan Bandung.

Tjilik Riwut adalah salah seorang yang berjasa bagi masuknya pulau Kalimantan ke pangkuan Republik Indonesia. Sebagai seorang putera Dayak, ia telah mewakili 185.000 rakyat terdiri dari 142 suku Dayak, 145 kepala kampung, 12 kepala adat, 3 panglima, 10 patih, dan 2 tumenggung dari pedalaman Kalimantan yang bersumpah setia kepada Pemerintah RI secara adat di hadapan Presiden Sukarno, di Gedung Agung Yogyakarta, 17 Desember 1946. 

 


Tjilik Riwut berjasa memimpin Operasi Penerjunan Pasukan Payung Pertama dalam  sejarah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, 17 Oktober 1947. Waktu itu Pemerintah RI masih di Yogyakarta dan pangkat Tjilik Riwut adalah Mayor TNI. Pangkat Terakhir Tjilik Riwut adalah Marsekal Pertama Kehormatan TNI-AU.

 Setelah perang  usai, Tjilik Riwut aktif di pemerintahan: Gubernur Kalimantan Tengah, (sebelumnya menjabat Wedana Sampit, Bupati Sampi),  Koordinator Masyarakat Suku Terasing, bahkan Anggota DPR RI.  

 

Saat bergabung dengan Sanusi Pane (Tokoh Sastrawan Angkatan 20), Harian Pembangunan,  keterampilan menulis terasah. Buku-buku mengenai Kalimantan telah Tjilik Riwut telah dinulis, di antaranya:  Makanan Dayak (1948), Sejarah Kalimantan (1952), Kalimantan Memanggil (1958), Memperkenalkan Kalimantan Tengah dan Pembangunan Kota Palangka Raya (1962), Maneser Panatau Tatu Hiang (1965, dalam bahasa Dayak Ngaju), dan Kalimantan Membangun (1979).

Ara Marop

1)      Banyak hal yang layak direfleksikan dari sosok Marsekal Pertama Kehormatan TNI-AU Tjilik Riwut adalah suku Dayak Ngaju yang bangga menyebut dirinya sebagai orang hutan karena terbiasa hidup di alam liar Kalimantan,  Bahkan,  sudah 3 kali mengelilingi Pulau Kalimantan  dengan berjalan kaki.

2)      Dunia  tulis menulis, laksana senjata otomatis yang dapat melumpuhkan,  memutuskan untuk menjadi wartawan. Tahun 1940, menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Suara Pakat juga berkolega dengan Sanusi Pane  sebagai koresponden Harian Pemandangan Dalam bidang jurnalisme itulah Tjilik Riwut turut menyumbangkan tenaga dan pikiran dengan menyebarkan berita seputar pergerakan nasional di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Tapi kiprahnya di dunia pers tidak berlangsung lama karena Jepang mendarat di Balikpapan tahun 1942.

3)      Ketika Jepang menguasai Indonesia, Tjilik Riwut menjadi intelijen militer Jepang dengan  tugas mengumpulkan data-data tentang keadaan di Kalimantan. Kesempatan ini,Tjilik Riwut lakukan demi Indonesia. Ia mendapatkan akses ke seluruh daerah di Kalimantan. Hal inilah yang ia manfaatkan untuk menjalin komunikasi dan koordinasi dengan beragam suku di Kalimantan. Tjilik Riwut meyakinkan mereka agar tetap setiap dan mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia.

4)      Indonesia akhirnya merdeka dan Tjilik Riwut dipercaya menjadi Perwakilan Dewan Pimpinan Penyelenggaraan Ekspedisi ke Borneo di Yogyakarta. Tahun berikutnya, ia mewakil 185 ribu rakyat Dayak di pedalaman Kalimantan yang terdiri dari 142 suku, 145 kepala kampung, 12 kepala adat, 4 kepala suku, 3 panglima, 10 patih, 2 tumenggung, dan 2 kepala burung untuk menyatakan sumpah setia kepada Republik Indonesia.

5)      Tjilik Riwut kemudian terjun ke dunia militer dan menjadi Komandan Pasukan MN 101 Mobiele Brigade MBT/TNI Kalimantan. Ia jua mencatatkan prestasi di bidang militer karena kesuksesannya sebagai komando Penerjung Payung Pertama AURI pada 17 Oktober 1947. Sejak saat itu 17 Oktober diperingati sebagai hari Pasukan Khas TNI-AU.

6)      Salah satu jasa Tjilik Riwut yang masih dikenang di bidang pembangunan adalah membuka hutan serta membangun daerah di sekitar Desa Pahandut menjadi Palangkaraya, Ibukota Kalimantan Tengah. Pembangunan kota Palangkaraya ini adalah salah satu obsesi Tjilik Riwut yang berhasil tercapai. Obsesi lainnya yaitu membangun 2 bandara internasional, meski saat ini yang terwujud baru satu bandara saja.

7)      Bukan saja nasionalis, ia juga sangat menjunjung tinggi kebudayaan dan leluhurnya. Ia selalu menekankan pentingnya untuk tetap mengingat asal-usul kita sebagai manusia. Baginya, kebugayaan adalah sebuah identitas yang harus dipelihara.

8)      Impian Tjilik jadi kenyataan. Peletakan tiang pertama pembangunan kota Palangka Raya dilakukan oleh Sukarno pada 17 Juli 1957. Tempat peletakan tiang pertamanya kini dikenang sebagai Tugu Sukarno. Palangka Raya pun menjadi kota yang istimewa karena menjadi ibu kota pertama yang murni hasil karya anak bangsa di alam merdeka, bukan peninggalan Belanda.

9)      Tjilik tak hanya dekat dengan kalangan terpandang, tetapi juga masyarakat setempat. Ketika menjabat posisi gubernur, ia rela berhari-hari berjalan kaki menembus hutan untuk bertemu warga dan menginap di perahu. Dia juga kerap bersama masyarakat dan pekerja dalam menebang pohon, angkat batu, hingga beristirahat.

10)  Indonesia bangga. Tjilik Rewut...telah mempersembahkan karya besar : Peletakan tiang pertama pembangunan kota Palangka Raya dilakukan oleh Sukarno pada 17 Juli 1957. Tempat peletakan tiang pertamanya kini dikenang sebagai TUGU SUKARNO.

11)  Di  Gereja St Antonius Kota Baru, Yogyakarta, pada 31 Mei 1948, Tjilik Riwut melunasi nazarnya “tidak menikah sebelum Indonesia merdeka” dengan saling menerimakan sakramen pernikahan dengan mempersuntin Suparti.

12)  Palangka Raya pun menjadi kota yang istimewa karena menjadi ibu kota pertama yang murni hasil karya anak bangsa di alam merdeka, bukan peninggalan Belanda.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

REFLEKSI : 104 PAHLAWAN NASIONAL ROBERT WOLTER MONGISIDI

Robert dilahirkan di Malalayang< Manado,   anak ke-4 dari Petrus Mongisidi dan Lina Suawa,   14 Februari 1925. Panggilan akrab Robert...