Rabu, 17 Maret 2021

REFLEKSI 81: LAKSAMANA MUDA TNI JOHN LIE

 

Laksamana Muda TNI John Lie Tjeng Tjoan atau yang dikenal sebagai Jahja Daniel Dharma adalah salah seorang perwira tinggi di Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut dari etnis Tionghoa dan Pahlawan Nasional Indonesia.  Laksamana Muda TNI John Lie, lahir di Manado, 9 Maret 1911. Wafat, 28 Agustus 1988, di Jakarta, dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

 


John Lie lahir dari pasangan suami isteri Lie Kae Tae dan Oei Tjeng Nie Nio pada tanggal 9 Maret 1911 di Manado, Sulawesi Utara. Leluhur John diketahui berasal dari daerah Fuzhou dan Xiamen, China yang pada abad ke 18 berlayar sampai ke tanah Minahasa. Walaupun John dilahirkan dari keluarga yang beragama Budha namun John sendiri dikenal sebagai penganut Kristen yang taat. Perkenalannya dengan agama Kristen terjadi saat dia bersekolah di Christelijke Lagere School, Manado.

Kesibukan dalam perjuangan, John Lie selalu membawa dan membaca ALKITAB,  membuat ia baru menikah pada usia 45 tahun, dengan Pendeta Margaretha Dharna Angkau. Pdt. Pada 30 Agustus 1966, John Lie mengganti namanya dengan Jahja Daniel Dharma.

Jabatan

  1. Komandan KRI PPB 58 LB " The Out Law " (1946-1949)
  2. Komandan KRI Radjawali (1950-1952)
  3. Staf Kepala Operasi IV Markas Besar ALRI (1952-1954)
  4. Kepala Dinas Angkutan & Logistik ALRI (1953-1955)
  5. Komandan Komando Daerah Maritim Jakarta (1955-1957)
  6. Perwira Siswa di Defense Service Staff College, Wellington, India (1958-1959)
  7. Ketua dan Kepala Inspektorat Pengangkatan Kerangka Kapal Wilayah Perairan Indonesia (1960-1966).
  8. Pensiun (1966)

Riwayat Pangkat

  1. Mayor Laut (1946-1957)
  2. Letnan Kolonel Laut (1957-1960)
  3. Kolonel Laut (1960-1961)
  4. Komodor Laut (1961-1964)
  5. Laksamana Muda TNI (1964-1966)

Pada usia 17 tahun, John meninggalkan tanah kelahirannya menuju Batavia.  Menjalani pekerjaan sebagai  buruh di pelabuhan Tanjung Priok. Dia bekerja sebagai mualim kapal pelayaran niaga milik Belanda KPM. Lalu,  bergabung dengan Kesatuan Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS), dan akhirnya diterima di Angkatan Laut RI.

Semula John diperintahkan untuk bertugas di Cilacap dengan pangkat Kapten. Di pelabuhan ini selama beberapa bulan dia menorehkan prestasi  luar biasa: membersihkan semua ranjau yang ditanam Jepang. Atas jasanya ini, pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor. Karena prestasinya itulah, John Lie, yang berpangkat Mayor, ditugaskan mengamankan pelayaran kapal yang mengangkut komoditas ekspor Indonesia yang diperdagangkan di luar negeri.

 

Awal tahun 1947, John mengawal kapal yang membawa 800 ton karet untuk diserahkan kepada Kepala Perwakilan RI di Singapura, Utoyo Ramelan. Sejak itu, dia secara rutin melakukan operasi menembus blokade Belanda. Karet atau hasil bumi lain yang telah berhasil dibawa ke Singapura dibarter dengan senjata yang nantinya akan diserahkan kepada pejabat Republik Indonesia di Sumatera sebagai sarana perjuangan melawan Belanda.

Perjuangan mereka tidak ringan:  menghindari patroli Belanda, gelombang samudera yang besar untuk ukuran kapal yang mereka gunakan. Untuk keperluan operasi ini, John Lie memiliki kapal kecil cepat yang dia namakan the Outlaw.

Dengan “The Outlaw” itulah , John selalu berhasil menembus barikade Belanda yang peralatan tempurnya jauh lebih hebat dari pada milik Angkatan Laut Indonesia. Berkali-kali dia juga berhasil mengelabui Belanda.

Seperti dituturkan dalam buku yang disunting Kustiniyati Mochtar (1992), paling sedikit sebanyak 15 kali ia melakukan operasi "penyelundupan". Pernah saat membawa 18 drum minyak kelapa sawit, ia ditangkap  perwira Inggris. Di pengadian Singapura, John Lie dibebaskan karena tidak terbukti melanggar hukum.

John Lie pernah mgngalami peristiwa  menegangkan saat membawa senjata semiotomatis  dari Johor ke  Sumatera., dihadang peswat terbang patroli Belanda. Penembak mengarahkan senjata ke kapal mereka. Puji Tuhan, komandan tidak mengeluarkan perintah tembak. Pesawat itu lalu meninggalkan the Outlaw .

Setelah menyerahkan senjata kepada Bupati Usman Effendi dan komandan batalyon Abusamah, mereka lalu mendapat surat resmi dari syahbandar bahwa kapal the Outlaw milik Republik Indonesia dengan nama resmi PPB 58 LB. John Lie pun kembali ke Port Swettenham, Malaya,  mendirikan pangkalan AL yang menyuplai bahan bakar, bensin, makanan, senjata, dan keperluan lain bagi perjuangan mempertahankan Kemerdekaan RI.

Awal  1950, saat John Lie  berada di Bangkok,  dipanggil pulang ke Surabaya oleh KSAL Subiyakto. John Lie ditugaskan menjadi Komandan Kapal Perang Rajawali. Pada masa berikut dia aktif dalam penumpasan RMS (Republik Maluku Selatan) di Maluku.

John mengakhiri pengabdiannya di TNI Angkatan Laut pada Desember 1966 dengan pangkat terakhir Laksamana Muda. John meninggal dunia karena stroke pada 27 Agustus 1988 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Atas segala jasa dan pengabdiannya, pada 10 Nopember 1995 John dianugerahi Bintang Mahaputera Utama yakni Bintang Mahaputera Adipradana oleh Presiden Soeharto dan pada 9 November 2009 John dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Kesaksian Jenderal Besar TNI AH. Nasutian, 1988,  prestasi John Lie ”tiada taranya di Angkatan Laut”. Mengapa?  Karena John Lie   adalah ”panglima armada (TNI AL) pada puncak-puncak krisis eksistensi Republik”, yakni dalam operasi-operasi menumpas kelompok separatis Republik Maluku Selatan, Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia, dan Perjuangan Rakyat Semesta. (disarikan dari berbagai sumber)

“Meningkatnya tensi ketegangan di Laut Natuna membuat pemerintah Indonesia memberikan perhatian ekstra. Tidak tanggung-tanggung, pemerintah Indonesia hingga mengeluarkan KRI John Lie untuk menjaga Pulau Natuna.

Bukan sembarang kapal, KRI John Lie 358 merupakan salah satu kapal perang jenis frigate yang diproduksi oleh Inggris atau England Bae System. Bersama kapal perang dan pesawat intai maritim, KRI John Lei dikerahkan di Laut Natuna Utara.

Tak banyak yang tahu, kapal perang ini menggunakan nama dari seorang Laksamana Muda TNI (Purn) John Lie. Laksamana John Lie merupakan pahlawan asal Indonesia yang beretnis Tionghoa. John Lie juga dikenal sebagai salah satu kapten paling berani dalam sejarah TNI Angkatan Laut.” (Merdeka.com; Selasa, 21 Januari 2020}

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

REFLEKSI : 104 PAHLAWAN NASIONAL ROBERT WOLTER MONGISIDI

Robert dilahirkan di Malalayang< Manado,   anak ke-4 dari Petrus Mongisidi dan Lina Suawa,   14 Februari 1925. Panggilan akrab Robert...