Senin, 01 Maret 2021

REFLEKSI: (8) KESETIAAN


“Ada orang yang bersahabat

hanya menurut kebutuhan sesaat

dan akan surut pada saat ada kesulitan

mereka akan berlarian.

 

Ada juga orang bersahabat,

lalu berubah menjadi musuh,

 

Ada yang bersahabat

karena berharap keuntungan.

 

Sahabat setia adalah perlindungan yang kokoh,

tiada bernilai, dan menjadi obat kehidupan.

Sebab, orang yang takut pada Tuhan

memelihara persahabatan dengan lurus hati,”

(Putra Sirah 6:10-17)

 

Satu hal, kini-sini, semakin langka dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara adalah kesetiaan. Begitu mudahnya perceraian terjadi. Suami meninggalkan istri, pergi bersama wanita idaman lain, selalu terjadi. Anak-anak, sebagai buah kasih-sayang ditelantarkan. Demikian juga istri, meninggalkan suami hidup bersama pria idaman lain menjadi trend baru.

 

Tidak hanya itu kekerasan dalam keluarga selalu terjadi, dan terus terjadi, “Janji perkawinan” untuk hidup dalam untung-malang, suka-duka hanya terjadi dalam pengesahkan perkawinan. Seorang ibu membuang bayi hampIr terjadi dalam setiap tarikan napas.

 

Trend bunuh diri dengan meloncat dari ‘gedung tinggi’ seolah menjadi pembenaran hilangnya ‘kesetiaan’ dalam keluarga. Orang kehilangan pegangan. Kehilangan orientasi hidup. Hidup dalam kegagamangan. Dicengkeram ketakutan dan keputusasaan. Lalu, mengakhiri hidup menjadi solusi yang paling mudah.

 

Hilangnya kesetiaan semakin kentara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, bernegara. Adakah kesetiaan para pemimpin-pejabat pada rakyat yang telah menjadikannya “berkedudukan-berpangkat”? Adakah yang melongok kepahitan hidup dan kesengsaraan para nelayan, petani, ataupun buruh? Adakah kesetiaan bila para pejabat-penguasa yang telah ‘dijadikan’ oleh rakyat memperjuangkan kepentingan mereka?

 

“Ada orang yang bersahabat

hanya menurut kebutuhan sesaat

dan akan surut pada saat ada kesulitan

mereka akan berlarian.

 

Haruskah kita surut langkah? Lebur dan bergumul dalam ketidaksetiaan? Jawabnya tegas: Tidak!

Hidup dalam kesetiaan yang sejati merupakan sikap mental positif yang harus ditumbuhkembangkan oleh setiap orang. Kita harus setia dalam segala sesuatu; setia kepada pasangan hidup , setia kepada sahabat, setia pada bangsa dan negara, dan tentu saja setia pada Sang Pencipta.

 

Sahabat setia adalah perlindungan yang kokoh,

tiada bernilai, dan obat kehidupan.

 

Sebagai warga negara YANG BERKETUHANAN, marilah, persahabatan sejati dengan asal dan tujuan hidup, Tuhan Yang Maharahim, kita perkokoh.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

REFLEKSI : 104 PAHLAWAN NASIONAL ROBERT WOLTER MONGISIDI

Robert dilahirkan di Malalayang< Manado,   anak ke-4 dari Petrus Mongisidi dan Lina Suawa,   14 Februari 1925. Panggilan akrab Robert...