Rabu, 17 Maret 2021

REFLEKSI 78 : PAHLAWAN NASIONAL BRIGADIR JENDERAL TNI IGNATIUS SLAMET RIYADI

 

Nama baptis Ignatius. Nama pemberian orangtua Sukamto. Nama sesudah ritual, karena sakit-sakitan Slamet. Nama yang didapat di sekolah Riyadi, karena saking banyak siswa yang menggunakan nama Slamet. Nama dan pangkat terakhir,  Brigadir Jenderal (Anumerta) TNI Ignatius Slamet Riyadi sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 66 Tahun 2007.

Slamet Riyadi dilahirkan di Surakarta, 26 Juli 1927. Wafat di Kota Ambon 4 November 1950, dalam usia 23 tahun.  Ayah Slamet Supriyadi Raden Ngabehi Prawirapralebdo, seorang perwira pada tentara Kasunanan,  dan ibu Soetati, seorang penjual buah. 

Menamatkan Sekolah Dasar di Hollandsch Inlandsch Schooll Ardjornodi, sebuah sekolah swasta yang dimiliki dan dikelola oleh kelompok agamawan Belanda.  Saat bersekolah di Sekolah Menengah Mangkoenegaran, iSlamet Riyadi memperoleh nama belakang Rijadi,  karena banyak siswa yang bernama Slamet.  

Tahun  1942,  tamat sekolah menengah, Jepang menduduki Hindia Belanda. ia melanjutkan pendidikan ke Akademi Pelaut di Jakarta. Setelah lulus, Slamet Riyadi bekerja sebagai navigator di sebuah kapal laut Saat tidak bekerja, Rijadi tinggal di sebuah asrama di dekat Stasiun Gambir,  Jakarta Pusat. Dekat. Sesekali  Slamet Riyadi juga bertemu dengan para pejuang bawah tanah.

Pada 14 Februari 1945, setelah Jepang mengalami kekalahan dalam Perang Dunia II. Rijadi beserta rekannya sesama pelaut meninggalkan asrama mereka dan mengambil senjata; Rijadi pulang ke Surakarta dan mulai mendukung gerakan perlawanan,  hingga berakhir dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustuns 1945.

 


Setelah Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945, Rijadi memimpin tentara Indonesia di Surakarta melawan Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia. 

 

Tahun 1947, dengan bergerilya, Riyadi dan pasukannya bertempur dangan sengit melawan Belanda di Ambarawa dan Semarang. Ia memimpin Resimen 26, berhasil merekut Ambarawa dan Semarang. 

Pada bulan September 1948, Rijadi dipromosikan dan diserahi kontrol atas empat batalion tentara dan satu batalion tentara pelajar. Dua bulan kemudian, Belanda melancarkan agresi kedua. Belanda merangsek ke Yogyakarta, yang saat itu menjadi ibu kota negara.

Meskipun Rijadi dan pasukannya melancarkan serangan terhadap tentara Belanda yang berusaha mendekati Solo  melalui Klaten,  tentara Belanda berhasil memasuki Yogyakarta. Dengan menerapkan kebijakan "berpencar dan menaklukkan", Rijadi mampu menghalau tentara Belanda dalam waktu empat hari. Setelah itu, Rijadi dikirim ke Jawa Barat untuk menumpas Angkatan Perang Ratu Adil yang dibentuk oleh Raymond Westerling.

Tak lama setelah berakhirnya perang, Republik Maluku Selatan mendeklarsikan kemerdekaannya. Tanggal  10 Juli 1950 Rijadi dikirim ke garis depan sebagai bagian Operasi Senopati, untuk merebut Ambon., Rijadi membawa setengah pasukannya dan menyerbu pantai timur, sedangkan sisanya ditugaskan untuk menyerang dari pantai utara. Meskipun pasukan kedua mengobarkan perlawanan dengan sengit, pasukan Rijadi mampu mengambil alih pantai tanpa perlawanan.  Ia pun  mendaratkan lebih banyak infanteri dan kendaraan lapis baja.

 

Tanggal  3 Oktober, pasukan Rijadi, bersama dengan Kolonel Alexander Evert Kawilarang ditugaskan merebut ibu kota pemberontak di New Viktoria. Rijadi dan Kawilarang memimpin tiga serangan. Pasukan  darat menyerang dari utara dan timur, sedangkan pasukan laut langsung diterjunkan di pelabuhan Ambon. Pasukan Rijadi merangsek mendekati kota melewati rawa-rawa bakau. Selama sebulan perjalanan bergerilya.

 

Setibanya di New Victoria, pasukan Rijadi diserang oleh pasukan RMS. Ketika Rijadi sedang menaiki sebuah tankmenuju markas pemberontak pada tanggal 4 November 1950, selongsong peluru menembus baju besi dan perutnya. Setelah dilarikan ke rumah sakit kapal, Rijadi bersikeras untuk kembali ke medan pertempuran. Rijadi gugur pada malam itu juga, dan pertempuran berakhir pada hari yang sama. Rijadi dimakamkan di Ambon.

 

Sejumlah tempat, jalan, dan benda dinamai untuk menghormati Riyadi. Rijadi telah menerima berbagai Tanda Kehormatan dari Pemerintah Indonesia. Ia menerima beberapa medali anumerta, termasuk Bintang Sakti, Mei 1961. Bintang Gerilya Juli 1961. Satya Lencana Bakti, November 1961. Pahlawan Nasional Indonesia, 9 November 2007.

Seluruh hidup dan kehidupan BRIGADIR JENDERAL TNI IGNATIUS SLAMET RIYADI dipersembahkan pada Ibu Pertiwi, Indonesia...(disarikan dari berbagai sumber)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

REFLEKSI : 104 PAHLAWAN NASIONAL ROBERT WOLTER MONGISIDI

Robert dilahirkan di Malalayang< Manado,   anak ke-4 dari Petrus Mongisidi dan Lina Suawa,   14 Februari 1925. Panggilan akrab Robert...