Nama baptis Agustinus. Dibaptis di gereja Santo Paulus, Salatiga. Nama dari orangtua Adisucipto nama Lengkap Agustinus Adisucipto dilahirkan, 3 Juli 1916, di Salatiga, Jawa Tengah, satu kota dengan Yos Sudarso. Lahir dari keluarga Katolik yang keberagamaannya mendalam.
Ayahnya, Ruwidodarmo, pensiunan Penilik Sekolah di Salatiga. Agustinus Adisucipto wafat 29 Juli 1947 (umur 31). Agustinus Adisucipto, dengan Keppres No. 071/TK/1974 tanggal 9 November 1974 meraih gelar:
1. PAHLAWAN NASIONAL
2. BAPAK PENERBANG INDONESIA
Agustinus Adisucipto termasuk anak cerdas, ulet, tekun. Agustinus Adisucipto mempunyai hobby membaca buku filsafat kemiliteran, filsafat, olahraga seperti sepakbola, mendaki gunung, tennis dan tidak ketinggalan main catur. Teman-teman Agustinus Adisucipto mengenalnya sebagai seorang pendiam, tetapi tidak ragu-ragu menghadapi bahaya.
Lulus dari Algemene Middelbare School (AMS) Semarang, 1936, dia ingin melanjutkan masuk Akademi Militer Belanda di Breda. Namun sang ayah menyarankan Agustinus Adisucipto masuk Geneeskundige Hooge Shool (Sekolah Tinggi Kedokteran) di Jakarta. Agustinus Adisucipto diam-diam mengikuti tes dan diterima di Militaire Luchtvaart Opleidings School atau Sekolah Penerbangan Militer di Kalijati Subang.
Dengan diam-diam Agustinus Adisucipto mengikuti test penerimaan Militaire Luchtvaart Opleidings School (Sekolah Pendidikan Penerbangan Militer) di Kalijati, Subang. Agustinus Adisucipto lulus dengan hasil yang sangat memuaskan.
Agustinus Adisucipto minta bantuan Asisten Residen di Salatiga agar ayahnya merestui. Sang ayah meluluskan tekad putranya. Agustinus Adisucipto mencurahkan segenap perhatiannya kepada lapangan idamannya.
Tingkat pertama ia lulus, dan Agustinus Adisucipto diterima sebagai kadet penerbang. Agustinus Adisucipto dipuji karena budi pekertinya yang halus, tidak banyak bicara, cermat, penuh disiplin dan pemberani, serta cerdas.
Masa pendidikan yang seharusnya ditempuh dalam waktu 3 (tiga) tahun, dapat diselesaikannya dalam waktu 2 (dua) tahun. Bersama-sama dengan 9 (sembilan) siswa Indonesia lainnya,. Agustinus Adisucipto mencapai tingkat Vaandrig Kortverband Vlieger atau Letnan Muda calon penerbang Ikatan Pendek.
Namun tingkatan pendek ini belumlah bersifat professional. Tetapi karena selalu ada diskriminasi antara orang-orang Belanda dan Indonesia, maka dari 10 siswa yang mengikuti pendidikan itu hanya 5 (lima) orang yang lulus dan mencapai tingkat Klein Militaire Brevet atau Brevet Penerbang Tingkat Pertama. Dan 5 (lima) orang itu hanya dua orang yang mencapai tingkat Groot Militaire Brevet atau Brevet Penerbang Tingkat Atas, yaitu Sambujo Hurip dan Agustinus Adisucpto.
Di Kalijati, Agustinus Adisucpto berkenalan dengan S. Suryadarma seorang perwira lulusan Akademi Militer di Breda. Pada saat itu Suryadarma sedang mengikuti pendidikan Penerbangan Militer Angkatan Udara (Militaire Luchtrvaart). Antara Suryadarma dan Agustinus Adisucipto terjalin persahabatan dan berlanjut waktu bekerjasama membangun Angkatan Udara Republik Indonesia, yang didasarkan atas kemampuan bangsa Indonesia sendiri.
Tahun 1939 Agustinus Adisucpto ditempatkan pada Skadron Pengintai, Agustinus Adisucpto diangkat menjadi Ajudan Kapitein (Kolonel) Clason, pejabat Angkatan Udara KNIL di jawa. Jabatan ini dipegangnya sampai waktu pendaratan Jepang pada tahun 1942, pada waktu itu Agustinus Adisucpto tergabung pasukan KNIL di Tuban, sedangkan Suryadarma berada di Tarakan.
Tanggal 1 Desember 1945, Adisutjipto dan Surjadi Suryadarma mendirikan sekolah penerbang. Lagi-lagi dalam situasi serba kekurangan. Tjipto menjadi instruktur, sementara Surjadi mengurus administrasi. Angkatan pertama, ada 31 siswa yang mengikuti sekolah penerbangan itu. Hanya bermodal pesawat tua tidak menyurutkan langkah para perintis TNI AU ini untuk belajar.
“Kalian menerbangkan peti mati,” ujar para penerbang Kerajaan Inggris yang mengunjungi Lanud Maguwo Yogyakarta tahun 1945. Para penerbang itu geleng-geleng melihat deretan pesawat Cureng buatan Jepang yang jumlahnya tidak seberapa di landasan pacu. Pesawat Cureng itu buatan tahun 1933, beberapa kondisinya jauh dari layak. Karena itu tidak salah jika pilot Inggris menyebutnya peti mati terbang.
Tapi Kepala Sekolah Penerbang Maguwo, Komodor Agustinus Adisucpto, tidak mengambil pusing dengan ucapan tentara Inggris itu. Kadet-kadet sekolah penerbang itu mencatat prestasi membanggakan. Bukan hanya mencatat zero accident, Suharnoko, Harbani, Soetardjo Sigit dan Moeljono berhasil mengebom tangsi-tangsi Belanda di Salatiga, Ambarawa, dan Semarang.
Tahun 1947, dalam Agresi Militer Belanda I yang ingin menduduki Indonesia, Komodor Agustinus Adisucpto diperintahkan untuk terbang ke India dalam upaya mengambil bantuan obat-obatan yang diberikan oleh Palang Merah Malaya dan India.
Tuhan berkehendak lain, dalam perjalanan kembali ke Maguwo, pesawat yang dikemudikan oleh Komodor Agustinus Adisucpto, terkena peluru yang ditembakkan dua pesawat P-40 Kittyhawk milik Belanda mengenai pesawat Dakota VT-CLA yang mereka kemudikan. Dalam peristiwa naas itu pesawat terbang milik Indonesia mengalami kebakaran hebat dan seluruh awak pesawat meninggal kecuali F.A Gani.
Komodor Agustinus Adisucpto, yang baru berusia 31 tahun saat gugur, menunjukkan Keberanian dan semangatnya terus diceritakan dari generasi ke generasi. Memotivasi para penerbang TNI AU untuk melakukan hal serupa. Atas jasa-jasanya pemerintah memberikan gelar Bapak Penerbang Republik Indonesia pada Adisutjipto. Lapangan Udara Maguwo pun diubah namanya menjadi Lanud Adisucipto.
Kata Maria: "Sesungguhnya aku ini
adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu (Lukas 1:38)
Berkat jasanya, Komodor Agustinus Adisucpto meraih gelar Bapak Penerbang Indonesia serta gelar
Pahlawan Nasional berdasarkan Keppres No. 071/TK/1974 tanggal 9 November 1974.
(disarikan dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar