Selasa, 16 Maret 2021

REFLEKSI: 75 LAKSAMANA MADYA TNI YOSAPHAT SUDARSO

 

“Percayalah pada Tuhan dan lakukanlah yang baik, bergembiralah karena Tuhan. Maka, Tuhan akan member apa yang kamu inginkan. Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya dan Tuhan akan bertindak. Tuhan akan memunculkan kebenaran seperti terang dan mengembalikan hakmu seperti siang” (Mazmur 37: 3-5).

Pasutri (Pasangan Suami-istri) Sukarno Darmoprawiro-Mariyam, keluarga yang harmonis, taat beragama,  sagat bahagia dengan kelahiran anak kedua Yosaphat Sudarso. Kebahagiaan Pasutri Sukarno Darmoprawiro-Mariyam  mengubur kesedihan setelah anak pertamanya, Suwarno-usia 4 tahun- meninggal.

Kehadiran Yosaphat  di tengah keluarga Sukarno Darmoprawiro-Mariyam yang tinggal di lereng Gunung Merbabu, Salatiga, Jawa Tengah itu, kebahagiaan, keceriaan, dan kedamaian menaungi keluarga. Doa syukur menjadi dasar keluarga kecil, seperti keleluarga kecil Nazareth.

 


Yos Sudarso dilahirkan 24 November 1925, meninggal 15 Januari 1962. Menyunting Siti Kustini pada tahun 1955 dan meninggalkan lima orang anak (dua di antaranya meninggal). Berpangkat  Laksamana Madya TNI (Anumerta).

 

Laksamana Madya TNI Yosaphat Soedarso adalah Pahlawan nasional Indonesia, yang gugur di atas KRI Macan Tutul dalam peristiwa pertempuran Laut Aru setelah ditembak oleh kapal patroli Hr. Ms. Eversten milik armada Belanda pada masa kampanye Trikora.

Sejak kecil, Yos (nama panggilan dalam keluarga)  bercita-cita menjadi prajurit atau setidaknya seperti sang ayah yang berprofesi sebagai polisi. Meski demikian, keluarganya tidak menghendaki Yos masuk militer. Mengapa? Sebab, pada waktu itu, sangat besar risikonya.

Yos  bersekolah di Sekolah Dasar Swasta (HIS Partikelir) di Salatiga yang merupakan sekolah dasar bikinan Belanda untuk anak-anak pribumi pada 1940. Selesai pendidikan di HIS Partikelir, Yos masuk sekolah menengah  Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Semarang.

Ayahanda Yos sangat bahagia, karena sang putra diterima di Kweekschool (sekolah pendidikan guru) di Muntilan. Namun, karena situasi kala itu tidak kondusif, saat itu memang sedang terjadi peralihan kekuasaan dari Belanda kepada Jepang di tengah berlangsungnya Perang Dunia II, akhirnya Yos gagal menyelesaikan studi keguruannya. Tertarik pada Lautan

Batal menjadi guru, Yos tidak patah semangat. Ia melanjutkan pendidikan di Pelayaran Semarang. Studi Yos, siswa angkatan ketiga dari Koto Seezin Yoseisho itu terbilang cukup mulus. Ia hanya butuh waktu setahun untuk segera lulus dengan  menjadi salah satu siswa terbaik. Pada 1944, setelah lulus ia ditugaskan sebagai mualim dua, atau perwira di bawah kapten di kapal milik Jepang bernama Goo Osamu Butai.

Saat itu, usia Yos masih 19 tahun. Mulailah Ia berlayar dengan kapal-kapal kayu menjelajahi lautan nusantara dengan penuh risiko. Sesudah proklamasi kemerdekaan dikumandangkan pada 17 agustus 1945, Yos Sudarso kemudian bergabung dengan BKR (Badan Keamanan Rakyat) Laut yang menjadi cikal bakal Tentara Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) atau yang kini bernama TNI-AL.

Yos sering mengikuti operasi militer dalam memadamkan pemberontakan yang terjadi di daerah-daerah.. Bersama pemuda-pemuda lain,  Yos menerobos blokade Belanda, mengobarkan semangat perjuangan, membuka hubungan dan memperkuat barisan perjuangan.

Tahun 1950, setelah Belanda secara penuh mengakui kedaulatan RI, Yos kemudian menjabat sebagai komandan dan memimpin cukup banyak kapal milik republik, dari KRI Alu, KRI Gajah Mada, KRI Rajawali, hingga KRI Pattimura. Yos juga sempat menjabat sebagai hakim pengadilan militer selama 4 bulan pada 1958.

Tahun 1961, konfrontasi Indonesia dengan Belanda dalam pembebasan Irian Barat terjadi.   Dengan  dibentuknya Tri Komando Rakyat (Trikora) oleh Presiden Soekarno dan Komando Mandala pada 1962,  yang bermarkas di Makassar, Yos Sudarso diserahi tugas sebagai Deputi Operasi.

Ketika itu Yos Sudarso melakukan patroli dengan membawa tiga kapal yakni KRI Macan Tutul, KRI Macan Kumbang dan KRI Harimau di bawah komandonya. Operasi senyap tersebut dilakukan di sekitar wilayah perairan laut Aru , Maluku. Tidak lama kemudian pesawat Neptune Belanda yang melakukan patroli menjatuhkan flare. Keadaan yang ketika itu sunyi dan gelap kemudian berubah terang benderang. 

Yos Sudarso, yang sadar bahwa pertempuran ini bakal tidak seimbang dalam hal persenjataan,  memerintahkan mundur sementara. Namun, Belanda yang menyangka gerakan itu adalah manuver untuk menyerang segera melepaskan tembakan. KRI Macan Tutul yang bernomor lambung 650 itu terbakar dan tenggelam bersama 24 kru kapalnya.. 

Atas jasa-jasanya, pemerintah menaikkan pangkat Yos Sudarso menjadi Laksamana Muda TNI AL Anumerta dan mengangkatnya sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No. 088/TK/Th. 1973. Tanggal 6 November 1973.(disarikan dari berbagai sumber)

Refleksi kita:  Marilah kita bercermin dari  hidup dan kehidupan Yosaphat Sudarso...

“Hendaknya  terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga." (Matius 5:16)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

REFLEKSI : 104 PAHLAWAN NASIONAL ROBERT WOLTER MONGISIDI

Robert dilahirkan di Malalayang< Manado,   anak ke-4 dari Petrus Mongisidi dan Lina Suawa,   14 Februari 1925. Panggilan akrab Robert...