Sahabat, hidup bukan untuk berebut dan merebut kedudukan-jabatan-kekuasaan. Hidup untuk mengolah hidup dan mengabdi pada sesama demi memperoleh hidup sejati.
Menyadari sudah lanjut usia, Dasarata, Raja Ayodya berkehendak mengangkat Ramawijaya menjadi raja. Berbagai persiapan dilakukan. Seluruh negeri menyambut dengan gegap-gembita. Penobatan Ramawijaya menjadi hajat seluruh rakyat Ayodya.
Barata, saudara tiri Ramawijaya pun bersiap mengikuti acara penobatan. Ia menginap di rumah pamannya. Mantara. Selama dalam penginepan inilah Mantara menghasut Kekayi, ibu Barata, agar Baratalah yang dinobatkan menjadi Raja Ayodya.
Kekayi, ibu Barata terpengaruh. Ia pun menemui Dasarata menagih janji.
Pertama, Bukan Ramawijaya yang dinobatkan menjadi Raja Ayodya, tetapi Barata. Dasarata tak bisa mengelak. Tak bisa menolak. Dasarata teringat ‘janji pada Kekayi” bahwa anak Kekayilah yang harus menjadi Raja Ayodya.
Kedua, Ramawijaya harus diusir dari kerajaan dan harus tinggal di hutan selama 14 tahun.
Dasarata pun memenuhi permintaan Kekayi. Diusirnyalah Ramawijaya bersama istrinya, Dewi Sinta, dan Laksmana adik Rama untuk meninggalkan kerajaan. Ramawijaya bersama istri dan adiknya meninggalkan istana. Dasarata wafat dalam kesedihan. Wafat dalam penyesalan. Sementara Kekayi berbangga hati karena anaknya akan menjadi Raja Ayodya.
Namun, Barata menolak. Ia pun pergi menyusul Ramawijaya di hutan pembuangan. Barata membujuk Ramawijaya agar pulang dan menjadi Raja Ayodya. Bahkan, seluruh rakyat Ayodya menanti kedatangannya.
Ramawijaya berketetapan hati untuk menjalani perintahraja. Maka, Barata meminta terumpah Ramawijaya. Terumpah itulah diletakkan di singgasana. Dengan sImbol itulah Barata memerintah Ayodya.
Sahabat, sebuah kisah pewayangan yang menarik. Sangat menarik. Kita melihat dan merasakan betapa Ramawijaya dan Barata tidak menempatkan ‘jabatan raja’ sebagai sesuatu yang harus diperebutkan.
Ramawijaya begitu tulus-ikhlas meninggalkan kerajaan dan penobatannya. Tidak melawan. Tidak memberontak. Bersama istri dan adiknya Ramawijaya menjalani pembuang di hutan selama 14 tahun.
Begitu juga Barata. Ia terkejut begitu ibundanya, sangat berambisi akan tahta. Meski, tahta sudah digenggaman Barata tak serta-merta menerimanya. Barata mengerti dan paham bahwa ‘tahta’ kerajaan bukan miliknya.
Ia pun pergi masuk hutan pembuangan. Dengan mengiba membujuk Ramawijaya pulang ke Ayodya. Meski, usahanya sia-sia. Ramawijaya harus menjalani perintah raja. Lalu Barata meminta terumpah (sandal) Ramawijaya untuk dijadikan simbol bahwa Ramawijayalah yang menjadi raja.
Sahabat, refleksi apa yang dapat kita ambil dari peristiwa Ramawijaya-Barata-tahta? Meski, hanya terjadi dalam dunia pewayangan namun toh sangat erat dalam kehidupan kita. Orang berupaya, bahkan menghalalkan segala cara, untuk merebut dan berebut kedudukan-jabatan-kekuasaan.
Orang berusaha, dengan berbagai cara, untuk melestarikan kedudukan-jabatan-kekuasaan. Dalam kehidupan bermasyarakat-berbangsa.-bernegara seolah ‘nafsu tahta’ telah menelikung hidup dan kehidupan, baik dari ‘tahta kecil” hingga ‘tahta besar” .
“Tuhan itu penopang bagi semua orang yang jatuh dan penegak bagi semua orang yang tertunduk. Maka sekalian orang menantikan Engkau dan Engkau pun memberi makanan pada waktunya. Engkau yang membuka tangan-Mu dan berkenan mengenyangkan segala yang hidup.
Tuhan itu adil dalam segala jalan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya. Tuhan dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan. Ia melakukan kehendak orang-orang yang takut akan Dia, mendengarkan teriak mereka yang minta tolong dan menyelamatkannya. Tuhan menjaga semua orang yang mengasihi-Nya..” (Mazmur 145: 14-20)
Sahabat, layaklah mazmur Daud: 145: 14-20, kita daras agar kita pun memiliki semangat mengabdi, melayani, menjadi “hamba Tuhan” Seperti Barata-Ramawijaya, dalam dunia pewayangan, tidak berebut dan silau pada kedudukan.
Sahabat, hidup bukan untuk berebut dan merebut kedudukan-jabatan-kekuasaan. Hidup untuk mengolah hidup dan mengabdi pada sesama demi memperoleh hidup sejati.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar