Konon, ada keluarga yang memiliki dua anak laki-laki. Sang ayah menemui anak sulungnya. Ia meminta agar si sulung pergi ke ladang merawat kebun anggur mereka. Si sulung dengan santun menjawab, “Ya!”. Tapi ia tidak berangkat. Sang ayah tidak berputus asa. Ia pun mencari si bungsu. Kepada si bungsu, ia pun meminta untuk pergi ke ladang merawat kebun anggurnya.
Dengan ketus si bungsu menolaknya. Sang ayah pun meninggalkan si bungsu. Sepeninggal ayahnya, si bungsu menyesal. “Haruskah aku mengecewakan ayah yang telah mencintai-merawat-memenuhi segala kebutuhanku,” desahnya. Ia bangun dan berdiri. Mengambil gunting-sabit-skop pergi ke ladang merawat kebun anggurnya.
Sahabat, pengalaman yang sangat manusiawi.
Terjadi di belahan dunia manapun: terjadi Ya, tapi tidak berbuat: Tidak, tapi berbuat.Dalam kehidupan kita keseharian pun ini terjadi. Sayang, telah terjadi peyorasi; cara pandang yang negatif, baik dalam tataran anak-remaja-dewasa-orang tua.
Pertama, “Ya"berarti "tidak".
Kedua, "tidak" berarti "ya".
Kejujuran merupakan salah satu nilai dalam moralitas. Kejujuran merupakan sikap atau sifat seseorang yang mengatakan sesuatu dengan apa adanya, terus terang, tidak ditambah atau dikurangi. Seorang yang jujur akan selalu berusaha untuk mengatakan yang benar, tanpa disumpah sekalipun.
“Nak, buatlah jadwal pelajaran dan belajarlah secara teratur, jangan hanya belajar kalau ada ulangan saja,” kata seorang ibu yang begitu sayang pada putranya. Si anak pun menjawab, “Iya, Bu! “ Tetapi, si anak tidak pernah melaksanakannya.
“Jagalah kerapian kantor! Jangan seenaknya taruh dukumen!” petuah sang direktur pada sekretarisnya. Sang sekretaris pun dengan santun menjawab, “Baik, Pak!”
Realitasnya, tetap seperti sedia kala: tidak ada perubahan. "Ya", tetapi "tidak" begitu akrab. Sangat akrab dalam hidup bermasyarakat-berbangsa-bernegara. Dalam nuansa yang sama, meski konteks berbeda, "tidak" berarti "ya" menjadi pemicu “keringnya” interaksi. Kepada tamunya, sang tuan rumah berkata, “Mari, kita makan bersama! Kebetulan istri saya masak gurame bakar!”
Sang tamu pun menjawab, “Aduh, makasih. Masih kenyang! Maaf!”
Jujur berarti tidak curang terhadap diri sendiri dan orang lain. Kejujuran adalah keselarasan antara kata hati dan kata yang diucapkan, diantaranya ada sikap dan tindakan. Ditengah berbagai ketidakjujuran dan ketidakbenaran, kita harus bersikap, jujur dan adil. Kejadian 42:19 “Jika kamu orang jujur, biarkanlah dari kamu bersaudara tinggal seorang terkurung dalam rumah tahanan, tetapi pergilah kamu, bawalah gandum untuk meredakan lapar seisi rumahmu.”
Dalam bidang politik, Penguasa bias bersikap curang, korup, untuk kepentingan diri sendiri dan golongan. mereka dapat memanipulasi undang-undang dan peraturan. Ketidakjujuran dalam bidang ekonomi, pengusaha dan pengusaha yang besikap korup, kredit macet, menggelapkan uang Negara, menyusun proyek fiktif.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia ditulis, jujur berarti tidak curang dan tidak berbohong. Jujur juga kerap diartikan satunya kata dengan perbuatan. apa yang ada dalam hati sama dengan apa yang diucapkan. Kejujuran bias untuk menjadi modal untuk pengembangan pribadi maupun kelompok.
Orang yang jujur sanggup menerima kenyataan pada diri sendiri, pada orang lain. Kejujuran menimbulkan kepercayaan, yang menjadi landasan pergaulan dan hidup bersama. Kejujuran juga memecahkan banyak persoalan, baik persoalan pribadi, kelompok masyarakat maupun bersama. Jika kita berpolitik secara jujur, ekonomi yang jujur serta berbudaya secara jujur, maka krisis multi dimensi dapat teratasi.
Demi alasan kepentingan bersama banyak penguasa melakukan penipuan, mendikreditkan budaya daerah, mengisolasi budaya daerah tertentu, hanya untuk kepentingan tertentu.
Kejujuran adalah sikap, yang tidak bisa diraih dengan program jangka pendek yang bersifat teknis dan operasional semata. Ia merupakan gerakan moral yang melibatkan jaringan dan sebanyak mungkin orang dan dalam jangka waktu yang sangat panjang.
Kristus adalah Jalan, Kebenaran, dan Hidup. Jika Kristus adalah Kebenaran, maka berbohong berarti bergerak menjauh dari Kristus.
Kejujuran adalah refleksi langsung dari karakter batin kita . Tindakan kita merupakan cerminan iman, dan mencerminkan kebenaran dalam tindakan, merupakan bagian dari menjadi saksi yang kebenaran.
“Karna Tuhan, jiwaku bermegah. Biarlah orang-orang rendah hati mendengarkan dan bersuka-cita. Aku telah mencari Tuhan. Lalu, Tuhan menjawab aku dan melepaskan aku dari segala kegentaranku. Tunjukkan pandanganmu kepada Tuhan, maka mukamu akan berseri-seri dan tidak akan malu tersipu-sipu. Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, Tuhan pasti mendengar. Dan, melepaskan mereka dari segala kesesakannya.” (Mazmur 34: 2-3, 18-19).
Sahabat, hidup dalam kewajaran-apa adanya tidak mudah dilaksanakan. Terlalu pandai kita berasionalisasi: mencari alasan yang logis-rasional tetapi tidak berfakta.
Selalu berulang kita berperilaku tidak jujur-mengelabuhi-basa-basi. Kita menjadi lupa bahwa semuanya itu akan mengikis habis kepercayaan dan tanggung jawab bersama. Kita harus memilih "ya" atau "tidak".
Memilih "ya" bila sebuah peristiwa-aktivitas-realitas memang benar, baik, pantas, mulia, dan mencerahkan. Sebaliknya, kita memilih tidak, bila sebuah peristiwa-aktivitas-realitas memang tidak benar, tidak baik, tidak pantas, tidak bernilai, dan tidak mencerahkan.
Sahabat, marilah kita berusaha dan berjuang untuk berani berkata "ya" karena pikiran-jiwa-rasa-cipta kita mengamininya. Dan, berani berkata "tidak" karena pikiran-jiwa-rasa-cipta tidak mengamini.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar