Rabu, 03 Maret 2021

REFLEKSI : 38 MEMBACA TANDA-TANDA ZAMAN

Merefleksikan makna kata ‘tanda’, hadir bebagai realitas. Tanda berarti bukti suatu perbuatan, tindakan, atau kegiatan. Dengan bukti orang menjadi yakin. Dengan bukti orang menjadi percaya akan suatu realitas, peristiwa, kejadian, bahkan kegiatan, baik yang sudah terjadi maupun yang sedang terjadi.

Bukti selalu menguatkan alasan. Bahkan, meyakinkan suatu kebenaran. Tanda bermakna lambing, symbol, atau pengenal. Lambang-simbol-pengenal mewujudnyatakan yang dilambangkan-disimbolkan-dikenalkan. Seolah sudut datang, sudut pantul.

Kita mencoba memahami ‘yang tersirat’. Dalam keberagamaan lambing-simbol-pengenal mengubah yang abstrak menjadi kongkret, yang transenden menjadi imanen.

Tanda berkonotasi petunjuk. Petunjuk sangat beragam selaras segmen kehidupan. Dalam retorika-linguistik kita berhadapan dengan tanda-tanda baca. Dalam berlalulintas kita berhadapan dengan rambu-rambu. Dalam matematika kita berhadapan dengan tanda-tanda bilangan.

Dalam alur pergumulan hidup kita berhadapan dengan tanda-tanda alam atau tanda-tanda zaman.

Perubahan adalah hal yang tak terelakkan. Dulu kita memakai SMS, sekarang kita pakai WA. Dulu kita memakai kamera film, sekarang kamera digital. Dulu kita membayar tol dengan uang tunai, sekarang dengan kartu. Jejak-jejak perubahan perlu kita tangkap agar kita bisa menyesuaikan diri dengan gerak dunia.

Refleksi kita, tentu saja, mengapa satu dasawarsa ini, kita tidak cerdas membaca tanda-tanda zaman? Pernahkah kita bertanya dalam lubuk hati terdalam banjir (saat refleksi ini saya tulis berita banjir bandang Sukabumi disiar ulang dalam tv), 67 jalan di Jakarta tergenang.

Bahkan, sebelumnya, pembakaran gedung kejaksaan, sangat menghebohkan. Pernahkah kita ‘membayangkan apa yang akan menimpa ‘anak cucu’ 20-30 tahun yang akan datang?

Sahabat, semagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Mahabesar, kita melupakan bahwa kita adalah bagian dari alam semesta. Kita lupa bahwa ada korelasi manusia dengan ciptaan lainnya. Terlebih, pada alam semesta. Peristiwa kebakaran, tanah longsor, banjir, cuaca yang ekstrem berkait dengan perilaku manusia.

Demi efisiensi dan kelancaran berlalu lintas dibangunlah jalan bebas hambatan. Beribu hektar tanah pertanian termanfaatkan? Berapa ribu hektar tanah resapan hilang?

Jangan marah-mengeluh-mengumpat bila banjir terus berlangsung. Demi pemenuhan perumahan tanah persawahan, bahkan perbukitan dan hutan, berubah peruntukan. Jangan mengeluh bila terjadi tanah longsor…

Cerdas membaca tanda-tanda zaman menjadi kemestian-kekinian setiap insan beriman.

Nah, di sinilah permasalahannya. Apakah keberagamaan kita juga berkait dengan kesanggupan menjaga dan melestarikan lingkungan? Apakah keberimanan kita juga berkait dengan kecerdasan menjaga korelasi dan interaksi dengan alam.

Sahabat, keberagamaan tidak hanya berkait dengan kitab suci-peribadatan-aturan agama. Keberagamaan lebih berkait pada harmonisasi dengan konteks hidup: sesama, alam, dan makhluk ciptaan Tuhan lainnya.

Tanpa terwujudkan dan diwujudkan dalam pergumulan dan pergulatan apalah artinya: trust-believe-faith.

Cerdas membaca tanda-tanda zaman menunjuk kualitas keberagamaan kita. Tuhan memberkati…

 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

REFLEKSI : 104 PAHLAWAN NASIONAL ROBERT WOLTER MONGISIDI

Robert dilahirkan di Malalayang< Manado,   anak ke-4 dari Petrus Mongisidi dan Lina Suawa,   14 Februari 1925. Panggilan akrab Robert...