Senin, 29 Maret 2021

REFLEKASI 92 :PAHLAWAN REVOLUSI (Pahlawan Pertama dari Kepolisian) AJUN INSPEKTUR POLISI DUA K.S TUBUN

 Ajun Inspektur Polisi Dua Anumerta Karel Satsuit Tubun adalah seorang Pahlawan Revolusi yang merupakan salah seorang korban Gerakan 30 September pada tahun 1965. Ia adalah pengawal dari J. Leimena. Ia dimakamkan di TMP Kalibata,

Pada 5 Oktober 1965, KS Tubun ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi berdasarkan Surat Keputusan Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Komando Operasi Tinggi (KOTI) nomor 114/KOTI/1965 pada 5 Oktober 1965.

Sebagai seorang Katolik yang taat, ia bergaul akrab dengan umat Islam yang fanatik.

KS Tubun menyadari bahwa kerukunan beragama dapat diwujudkan di kalangan bangsa Indonesia. Selama bertugas di Sumatra Barat, KS Tubun memperoleh pengalaman yang sangat berharga.

 

KS Tubun dilahirkan di Tual, Sulawesi  Tenggara,  14 Oktober 1928. Wafat di Jakarta, 1 Oktober 1965. Pangkat terakhir Ajun Inspektur Polisi Dua Anumerta Karel Satsuit Tubun.

 

Menikah pada 1959,  dengan seorang gadis Jawa, Margaretha, dikaruniai 3 putra. Petrus Indro Waluyo, Linus Paulus Suprapto, dan Filipus Soemarno.

 


Kondisi zaman kolonial membuat banyak orang Indonesia masuk KNIL, termasuk keluarga Karel. Latar belakang keluarga yang pernah jadi militer memengaruhi Karel untuk bergabung dengan militer, setidaknya sebagai paramiliter.


Pada 1951, Karel masuk Sekolah Polisi Negara di Ambon sejak Agustus 1951. Pada 9 Februari 1952, dia menyandang pangkat Agen Polisi II, dengan gaji Rp97,50.

Selesai menjalani pendidikan polisis di SPN, KS Tubun kemudian menjadi anggota Brimob dengan pangkat Agen Polisi Kelas Dua (Prajurit Dua Polisi). KS Tubun bertugas di Ambon selama beberapa bulan.

KS Tubun kemudian pindah ke Jakarta dan tetap ditempatkan di kesatuan Brimob namun pangkatnya sudah dinaikkan menjadi Agen Polisi Kelas Satu (Prajurit Satu Polisi). Tugas Brimob berbeda dengan tugas Polisi Umum. Anggota-anggota Brimob dilatih untuk tugas-tugas tempur.

Pada 23 September 1952, Karel dipindahkan ke Jakarta, dimutasi ke dalam Brimob. Tugasnya di sekitar Cilincing, Jakarta Utara.

 

Pada 1954, pangkatnya naik jadi Agen Polisi I dan gajinya sudah Rp137. Di tahun yang sama Karel ikut latihan Brimob di Sekolah Polisi Negara Megamendung, Bogor, Jawa Barat.

Tahun berikutnya,  18 Februari 1955, Karel mulai bertugas di Sumatera Utara. Pada 1956, dia sempat tiga bulan bertugas di Aceh. Saat ia bertugas, Aceh sedang bergejolak dengan pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pimpinan Daud Beureuh. Setelah tugas itu, pada 1958 Karel dikembalikan ke Jakarta, ditempatkan di Ciputat.

Namun, Permesta di Sulawesi Utara dan DI/TII Kahar Muzakkar,  masih bergejolak, Karel dikirim ke Sulawesi selama enam bulan.

Sekembalinya ke Ciputat, Karel menikah dengan Margaritha Waginah pada 1959. Setelah menikah pangkatnya dinaikkan jadi Agen Polisi Kepala tingkat I. Pada 2 September 1960, Karel ditugaskan ke Sumatera Barat untuk enam bulan mengatasi pemberontakan  Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Ia bertugas di bagian lapis baja kompi C/1129.

Ia masuk dalam pasukan gabungan bersama Angkatan Darat. Selain melawan DI/TII dan PRRI/Permesta. Karel pernah ikut dalam operasi Trikora pembebasan Irian Barat. Pulang dari Papua pada September 1963, pangkatnya sudah Brigadir Polisi.

Pada 1960, sejalan dengan kenaikan pangkatnya, gaji Karel naik. Namun, masa-masa tersebut Indonesia mengalami inflasi yang tinggi, sehingga kehidupan mereka tetap sulit. Sampai pada akhirnya, Karel mendapati akhir perjalanan hidupnya di malam jahanam itu.

Saat Karel meninggal, istri dan tiga anaknya yang masih kecil-kecil. Anak tertua Karel baru menginjak usia lima tahun kala itu. Mereka tinggal di Asrama Brimob Kedunghalang, Bogor. Di kota hujan ini, namanya disematkan menjadi sebuah nama jalan.


Atas segala jasa-jasanya, serta turut menjadi  korban G30S korban, maka pemerintah menganugerahkan  Pahlawawan Revolusi Indonesia, bersama dengan Jenderal Ahmad Yani, Letjen R. Suprapto, Letjen M.T. Haryono, Letjen S. Parman, Mayjen. Sutoyo, Mayjen D.I. Panjaitan, Brigjen. Katamso,  Kolonel Sugiono, Kapten Pierre Tendean.

 

Brigadir Polisi Karel Satsuit Tubun (KS Tubun) salah satu Pahlawan Revolusi yang juga sosok polisi yang dapat gelar pertama sebagai pahlawan.

 

Namanya diabadikan di berbagai kota Indonesia termasuk di kawasan Palmerah, Jakarta Barat. Orang lebih familiar pada nama singkatnya dengan sebutan KS Tubun. Ia adalah Brigadir Polisi Karel Satsuit Tubun salah satu Pahlawan Revolusi. Ia merupakan korban pasukan penculik peristiwa Gerakan 30 September 1965 saat sedang berjaga di rumah Wakil Perdana Menteri Johannes Leimena, 52 tahun silam.

Berdasarkan kutipan Abdul Haris Nasution di buku Memenuhi Panggilan Tugas: Jilid 6 Masa Kebangkitan Orde Baru (1987) dari buku Dari Hati ke Hati menyebut: “Ada satu orang (penculik) yang terus memasuki kediaman Pak Leimena, terus masuk ke gardu jaga dan merebut senjata Pak Karel yang masih sempat melakukan perlawanan. Tetapi karena satu orang lawan delapan, maka sesudah ditembak tewaslah dia.”

Ia meninggal dini hari 1 Oktober 1965, ketika sedang menjaga rumah Leimena. Karel meninggal dunia dua minggu sebelum hari ulang tahunnya yang ke-37.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

REFLEKSI : 104 PAHLAWAN NASIONAL ROBERT WOLTER MONGISIDI

Robert dilahirkan di Malalayang< Manado,   anak ke-4 dari Petrus Mongisidi dan Lina Suawa,   14 Februari 1925. Panggilan akrab Robert...