Hanya orang yang kecil yang berupaya mengecilkan orang lain, agar dia bisa merasa besar.
Kita rindu tokoh. Kita rindu teladan. Kita rindu panutan. Kita rindu orang-orang besar yang cerdas memimpin. Cerdas menuntun yang lelah. Cerdas menunjukkan arah saat gelap gulita mencengkeram. Kita rindu sosok yang dapat “ngayomi”, terlebih pada masa susah saat, sehingga damai, nyaman, tenteram menguatkan dan mengokohkan.
Anehnya, satu dekade ini, yang hadir adalah orang-orang yang menebar ketakutan, menebar ancaman yang dibalut dengan kebohongan, dusta, dan kemunafikan sehingga menyebabkan tidak adanya pemimpin yang dapat menjadi teladan dan panutan. Seolah, merekalah yang memiliki negara ini hingga akan terus berkuasa, dengan berbagai cara tanpa menyadari saat berkuasa tidak punya andil mencerdaskan dan menyejahterakan.
Tebar pesona, tebar keberpihakan, bahkan tebar kesombongan dan keangkuhan mulai menyeruak demi memenangi pemilihan penguasa daerah. Refleksi kita, tentu saja, apakah mereka yang haus kedudukan dan kekuasaan tidak pernah bertanya apakah yang sudah dilakukan saat berkuasa di bumi jamzrut khatulistiwa ini? Apakah mereka lupa yang Indonesia butuhkan saat ini bukan PENGUASA tetapi PEMIMPIN?
Hanya orang yang kecil yang berupaya mengecilkan orang lain, agar dia bisa merasa besar.
Orang-orang besar selalu hidup dengan baik, dengan benar, dengan mulia, dengan suci, sehingga kehadirannya menjadi pencerdasan-pemberayaan-pencerahan. Hadirnya orang-orang besar menginspirasi setiap orang untuk berlomba-lomba berbuat baik, berlomba-lomba untuk bertindak jujur, berlomba-lomba untuk hidup benar, berlomba-lomba untuk saling menyejahterakan.
Para Para Pahlawan Nasional adalah orang-orang besar. Mereka telah persembahan hidup dan kehidupannya demi bangsa dan negara. Juga, para pemimpin amanah, adalah orang-orang besar..
Saya jadi ingat ungkapan mantan Wali Kota Blitar dan Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat (2018), Jarak lapangan parkir ke lokasi makam Soekarno itu sekitar 500 meter. Diceritakan Djarot, bila pengunjung ingin berjalan kaki, dipersilakan. Bila tidak, armada becak sudah diatur. Ongkosnya ditetapkan Rp15 ribu sekali jalan. Warga yang berprofesi sebagai penarik becak pun bisa hidup. "Jadi kalau warga bilang Bung Karno 'menghidupi' ya memang benar. Bung Karno memang secara fisik sudah wafat. Tapi betul-betul bisa menghidupi warga Blitar raya. Karena setiap tahun, bisa jutaan orang yang datang ke Blitar," kata Djarot.(https://mediaindonesia.com/read/detail/199030-bung-karno-terus-hidupi-warga-blitar)
Dalam alur pergumulan hidup baik-benar-mulia-suci inilah kepentingan bersama akan menjadi tujuan bersama. Nuansa hidup yang terjadi, sebagaimana diungkapkan Daud, “Bersyukurlah kepada Tuhan dengan kecapi, bermazmurlah bagi-Nya dengan gambus tiga tali. Nyanyikanlah bagi-Nya nyanyian baru, pekiklah kecapi baik-baik dengan sorak-sorai. Sebab firman Tuhan itu benar, segala sesuatu dikerjakan-Nya dengan kesetiaan. Ia senang kepada keadilan dan hukum, bumi penuh dengan kasih setia Tuhan. Oleh firman Tuhan langit telah dijadikan. Biarlah segenap bumi takut pada Tuhan. Biarlah semua penduduk dunia gentar terhadap Dia. Sebab, Dia berfirma maka semuanya jadi. Dia member i perintah, maka semuanya ada!” (Mazmur 33:3-9)
Ada kegembiraan bersama. Ada suka-cita bersama. Ada gotong-royong. Ada kerja sama. Ada kebersamaan. Sahabat, ketakutan hidup baik-hidup benar-hidup mulia-hidup suci yang berujung ‘langkanya’ panutan-teladan karena yang ada hanyalah para penguasa. Layaklah menjadi refleksi bersama.
Menjadi suatu kekinian dan kemestian seluruh komponen bangsa menjalani metanoia: bertobat bersama. Mengapa? Karena religiositas kita menuntun untuk berada bersama: duduk bersama-bergumul bersama hingga dalam religiositas yang sama antarsesama anak bangsa kita mampu menangkap kemahamurahan Tuhan
Metanoia yang didasari kesamaan religiositas akan mengubah paradigma pergumulan hidup, menjadikan setiap orang untuk tidak takut hidup dengan baik-benar-mulia-suci, tetapi semua warga akan berlomba untuk hidup baik-benar-mulia-suci...

Tidak ada komentar:
Posting Komentar