Banyak orang sibuk membangun citra diri. Banyak orang sibuk dengan pencitraan diri. Segala daya dan upaya dilakukan untuk menunjukkan kehebatan, keahlian, kepintaran, kekayaan, kekuasaan, bahkan kedermawanannya.
Ada yang mengembangkan citra diri dengan melakukan aksi sosial: member santunan, sumbangan, membangun tempat ibadah-sekolah-jalan. Banyak pula yang membangun citra diri dengan mengiklankan diri baik di media cetak maupun media elektronik: apalagi menjelang pilkada.
Mereka percaya dengan membayar mahal untuk “iklan citra diri” khalayak akan mengagumi, menyegani, dan menganggapnya hebat. Hanya, yang mereka lupakan citra diri tidak dapat direkayasa. Citra diri tidak dapat dibeli.. Orang terjebak dalam kepalsuan diri.
Seribu topeng dan seribu wajah menjadi tujuan pencitraan diri. Janji-janji manis-menggoda-menggiurkan atau bantuan tunai langsung menjadi penyedap rasa dan bumbu kekufuran.
Kepalsuan citra diri menunjuk pada “kehausan manusia untuk meraih kedudukan-kekuasaan-kekayaan”. Artinya, pencitraan dibangun demi meraih sebuah keuntungan-kehormatan-kekuasaan dengan sedikit mungkin kehilangan namun sebanyak mungkin meraup.
Sahabat, Tuhan menghendaki agar kita memiliki citra diri yang benar dan mulia. Sebab, Tuhan beserta kita, bertahta dalam hati kita: Immanuel. Tuhan sangat paham bahwa kita tidak sempurna. Tuhan sangat mengerti bahwa kita banyak kekurangan-kelemahan-dosa.
Namun, Tuhan tetap mencintai kita. Tuhan tetap mengulurkan tangan-Nya. Tuhan tetap memancarkan kasih-karunia-berkat. Tuhan tetap menanti dan merindukan agar kita berkemampuan melihat tangan Tuhan yang terulur dan menyambutnya.
Saat batin-rohani melihat uluran tangan Tuhan, dan kita menyambut-Nya, saat itulah kita sedang membangun citra diri-pencitraan sedang berproses. Sebab, citra diri-pencitraan sejati hanya ada dan berada bila manusia hidup sebagai “IMAGO DEI”: citra Allah yang memancarkan “nur illahi”.
Artinya, pencitraan sejati selalu bersumber pada kedekatan relasi manusia dengan Tuhan. Di dalamnya, hadir sosok pribadi yang ‘berpasrah pada kehendak Tuhan” hingga Tuhan memampukan untuk melakukan dan memberikan yang terbaik bagi masyarakat-bangsa-negara.
Sahabat, Tuhanlah yang empunya bumi beserta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya. Siapakah yang boleh naik ke atas gunung Tuhan? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus? Orang yang bersih tangannya dan murah hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya pada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu.
Dialah yang akan menerima berkat Tuhan. Keadilan Allah yang menyelamatkan dia, orang yang selalu menacari wajah-Mu, ya Tuhan,” harus mendasari pencitraan diri kita. Tuhan mencari orang-orang biasa, yang menyadari segala kelemahan-kekurangan, untuk melakukan hal-hal yang luar biasa.
“Tuhanlah yang empunya bumi beserta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya. Siapakah yang boleh naik ke atas gunung Tuhan? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus? Orang yang bersih tangannya dan murah hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya pada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu.
Dialah yang akan menerima berkat Tuhan. Keadilan Allah yang menyelamatkan dia, orang yang selalu menacari wajah-Mu, ya Tuhan.” (Mazmur 24: 1-5)
Sebagaimana Tuhan menyampaikan warta bahagia kepada para gembala, bukan kepada para pemimpin-penguasa, untuk datang dan bersyujud pada Sang Penebus di Palungan Betlehem.
Oleh karena itu, harapkanlah kemurahan hati Tuhan, harapkanlah berkat-berkat-Nya, harapkanlah kasih-mesra Tuhan sebab itulah Citra Diri Sejati…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar