Minggu, 28 Februari 2021

REFLEKSI: (4) KETEGUHAN HATI

Satu realitas yang sungguh memprihatinkan: kini-sini, lunturnya keteguhan hati. Mengapa? Karena beranak-pinaknya sikap individualis. Tengok aja di manapun kapanpun ‘head set’ mencirikhaskan: di kendaraan umum, di tempat umum tanpa hirau sesama seolah ‘manusia lain’, tidak ada dan berada. Tidak ada komunikasi. Tidak ada tegur sapa. Dunia adalah milik sendiri, sedang yang lain hanya menumpang.

 

Head set menutup dan mematikan pendengaran: dari alam, lingkungan, dan sesama. Head set mematikan telinga hati. Head set menjadikan orang hanya berpikir untuk dirinya sendiri. Seolah sinyal , “JANGAN GANGGU SAYA!”

 

Orang menjadi sangat egois. Tidak mengherankan seseorang ‘tersambar’ kereta api karena lagu-lagu lebih mempesona daripada harus berinteraksi tempat, waktu, dan dengan sesama. “Manusia head set” adalah manusia yang bersembunyi di balik keceriaan diri diri sendiri.

 

Tanpa malu-ragu seolah dunia tak berpenghuni. Alhasil, menjadilah manusia ‘anonim’: tidak memiliki nyali untuk berkata: INI AKU! Dalam menghadapi kesulitan, selalu kalah sebelum bersikap-berbuat. Bertindak dan berperilaku seperti robot. Berani dalam kerumunan. Ganas dan beringas dalam kelompok. Tak mengherankan bila caci-maki menjadi wujud ekspresi ‘ketakutan dan kekalahan’ atau “kekuatan dan kemenangan” : baik di facebook, twitter, maupun media lainnya.

 

Sisi lain, dalam realitas ini, kita hidup dalam bayang-bayang. Kita hidup menurut kata orang. Kita berbuat menurut kehendak orang. Ada uang, ada tindakan. Ada uang, ada persaudaraan. Uang menjadi panglima dalam hidup. Berapa media online, media cetak, maupun media elektronik yang independen sehingga netral dan tidak berpihak?

 

Sahabat, dalam berelasi dengan Sang Pencipta pun akan terimbas. Mengetahui tentang Tuhan. Paham aturan keagamaan. Hafal konsep iman. Mengerti apa makna dosa. Namun, semuanya tidak pernah terwujud dalam perkataan dan perbuatan.

 

Keteguhan hati menjadi cermin kepribadian seseorang. Keteguhan hati menunjukkan integritas diri: meyakini kebenaran, kebaikan, kesalehan, kemuliaan. Keteguhan hati merupakan memotivasi, menjadi pijakan untuk mewujudkan dreams-nya.

 

Dalam ranah keberagamaan, keteguhan hati dapat menumbuhkan keteguhan iman dan ketakwaan. Mampu mendengarkan bisikan hati nurani untuk mewujudkan kebenaran, kebaikan, kemuliaan, dan kesalehan.

 

Dengan demikian, kita tidak mudah terjebak hawa nafsu, tidak mudah dibelokkan oleh hal-hal yang tidak sesuai dengan suara hati.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

REFLEKSI : 104 PAHLAWAN NASIONAL ROBERT WOLTER MONGISIDI

Robert dilahirkan di Malalayang< Manado,   anak ke-4 dari Petrus Mongisidi dan Lina Suawa,   14 Februari 1925. Panggilan akrab Robert...