Akulah roti hidup barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi. Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus.
Makanan dan minuman adalah tuntutan kodrati bagi manusia. Kita membutuhkan makanan dan minuman agar tidak merasa lapar dan haus. Kita membutuhkan makanan dan minuman demi pertumbuhan dan perkembangan jasmani kita. Dan, dalam demi mempertahanan hidupnya, manusia berjuang tanpa lelah, agar tercukupi tuntutan kodratinya. Hanya sebatas makanan dan minuman sajakah tuntutan kodrati itu?
Tuntutan kodrati manusia, tidak hanya makanan atau minuman. Tidak hanya berkait dengan kasih-sayang, perhatian, penghormatan, penghargaan, atau penerimaan. Tidak hanya berkait kedamaian, kenyamanan, atau kesejahteraan. Manusia juga lapar dan haus untuk mengalami belas kasih dan persekutuan dengan Allah. Manusia juga berjuang untuk menemukan rasa lapar dan haus batin-rohani.
Jalan terang menuju pemenuhan lapar dan haus batin-rohani adalah mencari pada sumber-Nya, yaitu Tuhan sendiri. “Akulah roti hidup; barang siapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi. Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi”.
Refleksi kita, tentu saja. Beranikah kita untuk percaya dan berserah kepada Sang Sumber Penawar lapar dan haus batin-rohani? Beranikah kita untuk meninggalkan “zona nyaman” dan menumbuhkan keyakinan baru hidup dalam dan bersama Sang Sumber Penawar Lapar dan Haus batin-rohani? Beranikah kita memilih hidup dalam prinsip kebenaran menurut kehendak Tuhan Allah? Ataukah tetap berada dalam “zona nyaman” hidup dalam keinginan dunia?
Menjadi Roti Hidup membuat kita menjadi manusia baru: arah hidup baru, orientasi hidup yang pasti, motivasi hidup kokoh dan kuat, daya hidup luar biasa, dan mempersembahkan hidup dan kehidupan demi kesejahteraan bersama: dalam keluarg, masyarakat, dan bangsa.
Menjadi Roti Hidup membuat kita selalu bertanya apa yang dapat saya lakukan untuk kesejahteraan, kedamaian dan kebahagiaan keluarga, masyarakat, dan bangsa. Paulus menggambarkan dengan tepat,”Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota. Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu” (Efesus 4:25-26)
Menjadi Roti Hidup terlihat dalam sikap dan tingkah laku. Maka, tidak akan melakukan tindakan kejahatan, mencuri, korupsi, penyebar hoaks, menfitnah, menipu, atau rasis . Menjadi Roti Hidup, akhirnya, beretos kerja, cekatan bekerja, bertanggung jawab, jujur, dan setia. Bekerja keras bukan untuk memperkaya dan mementingkan sendiri sendiri, melainkan supaya dapat berbagi dengan orang lain yang kekurangan.
Kita mengakui bahwa kita belum melihat Pribadi Yesus secara utuh. Pengenalan kita tentang Yesus dan ajaran-ajaran-Nya sangat dangkal. Kepercayaan dan komitmen kita kepada-Nya masih lemah. Kita belum memiliki semangat yang gigih untuk memperjuangkan kepentingan bersama seperti perjuangan Yesus.
Memperjuangkan kepentingan sendiri, sering, tidak pernah surut langkah. Namun, selalu dan terus terjadi. Kita tidak berdaya untuk memperjuangkan kepentiangan bersama, apalagi kepentingan orang lain. Sering dan terus terjadi: kepentinganku aku perjuangkan, kepentinganmu urus dan perjuangkan sendiri.
Menjadi roti hidup berarti menjadi “the man for others”. Sehingga siapapun, kapanpun, di manapun, dalam situasi apapun, orang menemukan “makanan dan minuman”; diri kita sendiri. Untuk itu, ayat-ayat ini, layak menjadi dasar hidup kita:
1) “Aku hidup namun bukan lagi aku yang hidup melainkan Kristus yang hidup di dalam aku” (Gal 2,20).
2) “ Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari Sabda Tuhan." (Matius 4:4,
3) Filipus pergi ke suatu kota di Samaria dan memberitakan Mesias kepada orang-orang di situ. Ketika orang banyak itu mendengar pemberitaan Filipus dan melihat tanda-tanda yang diadakannya, mereka semua dengan bulat hati menerima apa yang diberitakannya itu. (Kisah 8:5-6)
4) “Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendakKu, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku” (Yohanes 6:38)
5) “Sebab inilah kehendak BapaKu, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepadaNya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman." (Yohanes 6:40)
6) "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi…Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia…Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman" (Yohanes 6:35, 51, 54-55).
Santo Stefanus sebagaimana dikisahkah dalam Kisah Para Rasul 7:51-8: memperlihatkan kualitas iman yang luar biasa. Ia mengambil bagian dalam hidup Ilahi Yesus Kristus, bersatu dengan Yesus sehingga ia mampu menghayati apa yang Yesus hayati, khususnya ketika menghadapi penolakan, fitnah, penganiayaan, dan pembunuhan.
Santo Stefanus berdoa untuk musuh-musuhnya dan mengampuni mereka sama seperti yang dilakukan Yesus. Bagaimana kita? Kita hanya bisa seperti Santo Stefanus apabila kita berada dalam hidup Ilahi bersama Yesus dengan menerima dan bersatu dengan Yesus, Sang Roti Hidup.
Apakah kita lapar akan Allah dan lapar akan makanan yang memberi hidup yang kekal? Marilah kita datang kepada Yesus agar jiwa kita tidak lapar lagi dan percaya kepada-Nya agar kita MENJADI ROTI HIDUP..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar