Minggu, 14 Maret 2021

REFLEKSI : 52 PENGAMPUNAN

Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita dengan lidah kita mengutuk manusia yang dicipta serupa Bapa dan dari mulut yang satu keluar kutuk dan berkat (Yakobus 3: 9-10)

Dalam situasi ini kita menghindar dan berkelit. Seolah, tidak terjadi apa-apa. Kita menyimpan dalam-dalam ke alam bawah sadar. Tak ada daya membongkar dan memperbaharui, menanggalkan dan mengenakan, menafsir dan menaksir ulang arah dan tujuan hidup. Tak ada keberanian dan kejujuran untuk kembali ke panggilan kodrati: menjadi citra Allah.

Menjadi citra Allah tidaklah mudah-populer-memikat untuk saat ini. Terlebih, di tengah dunia yang mengagungkan kemewahan, penampilan, lahiriah, instan menjadi citra Allah adalah kontroversial-kampungan-kuno-udik. Sehingga, harga diri dan jatidiri sebagai ’ciptaan yang paling agung telah hilang dari bumi yang berketuhanan.

Lihat saja, siapa yang menghuni Lembaga Pemasyarakatan? Siapa yang korupsi, tebar fitnah, hoaks?”Orang-orang terhormat” dan ”kaum cerdik-pandai”

Santo Agustinus, Uskup dan Pujangga Gereja, menyodorkan empat karya besar sebagai solusi menjadi citra Allah: Confessiones, De Trinitate, De Natura et Gratia, dan De Civitate Dei.

Setiap orang harus bertobat (confessiones) agar menemukan Bapa-Putra-Roh Kudus (De Trinitate). Dengan demikian hidup dan kehidupan dihayati sebagai rahmat dan karunia (de natura et gratia): suka-duka, gagal-sukses, gembira-sengsara, sakit-sehat. Dengan demikian, Tuhan merajai hidup dan kehidupan (de civitate Dei).

Dengan bertobat-mengalami-mensyukuri-melakukan kehendak-Nya, kita menjadi citra Tuhan. Tanpa keempat Jalan Agustinus tidak mungkinlah kita rukun pada diri sendiri, rukun pada sesama, rukun pada alam semesta.

Keyakinan akan jalan kesadaran Agustinus, maka setiap orang beriman kristiani akan menjadi garam, terang, dan ragi. Selalu terlibat dan melibatkan diri dalam pemberdayaan dan penebusan. Cepat mengerti, lambat mengadili. Cepat menangkap, lambat komentar! Mengapa harus cemas-gelisah-takut-khawatir bila kita hidup dalam citra Allah?

Kita akan semakin kuat dan tahan banting. Cepat mengampuni dan cepat melupakan kesalahan orang. Dan, seperti Daud kita mengucap setiap saat, ”Sekalipun berjalan di lembah kelam, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku.”

Landasan kasih pengampunan mampu meredam ‘perang batin”. Landasan kasih pengampuan menjadi pijakan pilihan-putusan-sikap yang menenteramkan, menjadi dasar perilaku dan tindakan.

Artinya, kasih pengampunan menjadikan orang berpikir dengan benar, merasa dengan benar, bertindak dengan benar. Dengan demikian “konflik batin” tidak menjadikan orang berputus asa-gelisah-cemas-takut, tetapi dengan tenang-sabar-penuh percaya berkemampuan mengatasi dan menemukan solusinya.

Maka, tepatlah nasihat Nabi Yesaya, “Lapangkanlah tempat kemahmu dan bentangkan tenda tempat kediamanmu. Panjangkanlah tali-tali kemahmu dan pancangkanlah kokoh-kokoh patok-patokmu. Sebab biarpun gunung-gunung beranjak dan bukit-bukit bergoyang tapi kasih setia-Ku tidak akan beranjak daripadamu.” (Yesaya 54: 2,10)

Selalu dan dalam situasi apapun kita harus “melapangkan tempat kemah kita” , “memanjangkan tali-tali kemah”, dan “memancangkan patok-patok kemah”: jiwa-pikiran-perasaan-nurani kita. Kekayaan batin rohani, luasnya wawasan, dalamnya perasaan, ketajaman nurani, serta intimitas jiwa pada asal dan tujuan hidup menjadikan kita semua akan memenangkan ‘konflik batin’ dalam menghadapi situasi sulit apapun.

Kita baca dengan batin rohani, “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu,” (Matius 6:14-15)

Mengampuni atau memaafkan sesama merupakan wujud rreligiositas mendalam. Mengapa? Karena di dalamnya berkait dengan: keputusan, proses, dan doa.

1) Keputusan

Mengampuni adalah sikap adalah sikap, komitmen, bukan sekadar luapan perasaan atau emosi sesaat, bukan pula melupakan peristiwa atau orang yang bersalah.

2) Proses

Pengampunan adalah proses pendewasaa. Proses membangun relasi dengan sudut pandang baru.

3) Doa

Mengampuni adalah wujud nyata atau perwujudan doa Bapa Kami, ‘ampunilah kami seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami’.

Daya pengampunan tidak bersumber pada manusia, melainkan pada Allah. Kasih Allah tidak terbatas, tak berkesudahan. Yesus mengampuni Zakheus pemungut cukai (Luk 19: 1-10) dan membiarkan kakinya diurapi perempuan berdosa (Luk. 7:36-50; Yoh. 12: 1-8). Tuhan adalah Bapa yang rahim bagi anak yang hilang (Luk. 15: 11-32), dst.

Sahabat, marilah kita berproses dalam pengampunan. Bukanakah Yesus berkata: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali. Jagalah dirimu! Jikalau saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia, dan jikalau ia menyesal, ampunilah dia.”


 

Kita tidak hanya mengandalkan kekuatan diri sendiri tapi selalu mengandalkan kuasa Tuhan.

Kita selalu percaya biarpun gunung-gunung dan bukit-bukit bergoyang, kasih setia Tuhan tetap menudungi-menyertai-mengarahkan.

Inilah iman. Dan, inilah pergumulan hidup yang Tuhan kehendaki.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

REFLEKSI : 104 PAHLAWAN NASIONAL ROBERT WOLTER MONGISIDI

Robert dilahirkan di Malalayang< Manado,   anak ke-4 dari Petrus Mongisidi dan Lina Suawa,   14 Februari 1925. Panggilan akrab Robert...